Masa SMA Jaka di tahun ke dua sungguh penuh dengan cobaan. Salah satu penyebabnya adalah karena dia tidak sekelas lagi dengan Yoga, berarti tak ada orang yang mau memberi tahu Jaka tentang apa yang sudah dilakukan oleh Vian.
Memang Jaka tidak punya teman selain Yoga. Bukan karena Jaka tidak bisa mencari teman, tapi dia memang sengaja sedikit menjauh dari orang lain untuk mencegah ada yang tahu tentang Alter Ego-nya.
Dan Jaka sudah tidak ingin lagi menanyakan tentang Vian pada Putri. Silakan salahkan gadis itu yang sudah seenaknya menyuruh untuk jatuh cinta.
Sebelum memasuki ruang kelas, Jaka membaca catatan di ponsel yang ditinggalkan Vian. Dia akan duduk di kursi ke dua di deret ke tiga, tepat di depan kursi yang ditempati Putri.
Jaka menyesal sudah membiarkan Vian mengambil alih kesadaran di hari pertama masuk sekolah di semester baru. Sekarang dia terpaksa menempati tempat duduk yang dipilih sendiri oleh Vian.
Mengabaikan kebodohan yang sudah dilakukannya, dengan cuek Jaka memasuki ruang kelas dan duduk di kursi yang sesuai dengan petunjuk yang diberikan Vian. Tidak memedulikan kehadiran Putri yang sudah datang terlebih dahulu.
Sedangkan Putri yang hari ini mendapat sambutan yang sangat berbeda dari kemarin hanya diam memperhatikan saja. Kemarin Vian sudah memberi tahu hari ini Jaka yang mengambil kesadaran, tentu Putri sudah menduga akan mendapat sikap cuek lagi. Dan Vian juga memberi perintah untuk mendekati Kevin, tapi bagaimana cara Putri melakukannya?
"Pagi, Putri."
Sedang asyik-asyiknya memperhatikan Jaka dari belakang, Putri beralih menatap ke arah orang yang menyapanya, Kevin, "Pagi."
"Putri datangnya cepat sekali ya?"
Putri melirik ke arah lain, tidak menyangka Kevin yang mendekati duluan tanpa dia harus repot-repot mencoba mendekati cowok ini, "Aku diantar kakakku."
Kevin duduk di kursinya yang berada di belakang Putri, "Kakakmu laki-laki?"
"Iya."
"Dia baik ya padamu?"
Tidak, Putri lelah dengan sikap protektif sang kakak yang terkadang sangat berlebihan, "Iya sih, tapi kalau terlalu baik malah membuat kesal."
"Memangnya kenapa jika terlalu baik? Berarti kamu mendapatkan lebih banyak perhatian kan?"
"Aku memang senang Masku mau peduli dan memperhatikanku. Tapi kalau terlalu berlebihan ikut campur, rasanya menyebalkan karena dia jadi ingin selalu tahu tentang kehidupanku terus."
Kevin tak dapat menyangkal ucapan itu, dia juga merasa kesal kalau ada orang yang terlalu ingin ikut campur dengan kehidupannya, "Oh ya, Putri terlihat semakin manis dengan gaya rambut twin tail begini."
Putri yang sempat menatap ke arah Kevin langsung kembali menghadapkan dirinya ke whiteboard. Dia sudah merasa sangat cukup dengan Vian yang selalu menggodanya, lalu kenapa sekarang Kevin justru melakukan hal serupa sih?
Melihat respon gadis yang duduk di hadapannya membuat Kevin senang, dia menyentuh beberapa helai rambut panjang milik Putri dengan lembut, "Apa Putri nanti mau ke kantin bersamaku?"
Putri tidak mau menghabiskan waktu istirahat bersama dengan Kevin karena pasti sangat menarik perhatian. Tapi saat melihat Jaka, dia malah ingat dengan ucapan Vian, "Iya, aku mau."•
Sebelumnya Putri sudah pernah mendapat perhatian dari seisi kantin saat duduk bersama dengan Jaka. Jadi saat kembali berada di posisi yang nyaris sama, dia bisa mengabaikannya.
"Kita jadi menarik perhatian ya?"
"Ini salahmu."
Kevin menarik kedua ujung bibirnya untuk memberikan senyum terbaiknya, "Tidak apa-apa kan? Aku sih senang bisa bersamamu seperti ini."
Kenapa Kevin mengingatkannya pada Vian? Apa dua orang itu memang mempunyai sifat yang sama? Putri benar-benar capek menghadapi dua cowok yang memperlakukannya dengan cara yang sama, "Aku lelah."
"Maaf membuatmu merasa tidak nyaman. Tapi aku senang Putri mau ke kantin bersamaku."
Putri menghela napas, dia juga tidak mau melakukan hal ini jika bukan disuruh Vian, "Aku tidak nyaman karena Kevin terus mengingatkanku pada cowok yang sedang tidak ingin kuingat."
"Apa aku terlihat mirip dengan orang yang kau maksud?" tanya Kevin sambil memperhatikan gadis yang duduk di hadapannya dengan seksama.
Putri menggeleng. Walau ada sedikit kesamaan, Kevin berbeda dengan Vian, "Kalian tidak mirip, tapi kalimat yang Kevin ucapkan sangat mirip dengan kalimat yang pernah dia katakan padaku."
Kevin melirik ke arah meja kantin yang ditempati Jaka, menduga yang Putri maksud mungkin adalah cowok berambut hitam itu, "Apa aku benar-benar semirip dia?"
Tidak, Kevin tidak akan seenaknya mencium Putri seperti yang pernah dilakukan oleh Vian, "Tidak juga sih, Kevin terlihat lebih baik darinya."
"Benarkah?" tanya Kevin yang kembali menatap Putri dengan senang karena merasa mendapat pujian.
Mata Putri menatap Kevin dengan pandangan malas, "Orang yang kumaksud bukan Jaka loh," tapi Vian.
Kevin menopang dagunya sambil kembali tersenyum, "Tapi aku tetap senang mendengar Putri mengatakan kalau aku baik."
"Apa tidak apa-apa?"
"Apanya?"
Yoga menghela napas melihat Jaka yang masih terlihat cuek padahal seisi kantin sedang sibuk memperhatikan dua orang yang mendadak bisa dekat, "Putri bersama Kevin."
"Memangnya kenapa?" tanya Jaka yang tidak mengerti dengan maksud pertanyaan temannya ini.
"Kau suka pada Putri kan? Apa tidak apa-apa Kevin merebutnya begitu?"
Yang suka dengan Putri adalah Vian, bukan Jaka. Jadi Jaka sungguh tidak peduli Putri sekarang sedang bersama dengan Kevin, "Mereka hanya duduk bersama."
Yoga memperhatikan meja yang dihuni Kevin dan Putri yang berada tidak terlalu jauh dari mejanya. Dua orang itu terlihat cukup akrab saat sedang mengobrol, "Kevin kan baik, dia bisa dengan mudah membuat perempuan jatuh cinta padanya."
"Kurasa Putri tidak mudah ikutan dibuat suka."
"Oh, kau yakin sekali ya?"
"Dia sendiri yang bicara begitu. Aku malah merasa aneh melihatnya sekarang mau bersama Kevin."
Yoga kembali menatap Jaka, walau masih menanggapinya dengan cuek, tapi ekspresi tidak tenang juga tergambar jelas di wajah itu, "Merasa aneh?"
Walau sudah mencoba mengabaikan, ada perasaan terganggu yang secara perlahan mengusik Jaka, "Padahal Putri mengatakan tidak menyukai Kevin, tapi sekarang mereka malah berduaan."
Yoga tersenyum, padahal temannya ini begitu populer di kalangan para siswi, tapi ternyata Jaka cukup polos ya untuk mengerti tentang cinta? "Itu artinya kau cemburu, Jaka."
Jaka mengejap, kemudian menatap Yoga sambil menunjuk diri sendiri. Dia cemburu? Yang suka pada Putri kan Vian, bukan dirinya. Bagaimana bisa dia merasa cemburu?
Dan lagi sekarang Jaka dalam keadaan baik-baik saja tanpa ada perlawanan dari Vian. Lalu kenapa Yoga sampai mengatakan hal itu? Dan kenapa juga Jaka tidak memberi penyangkalan?
‘Mengaku saja kau juga sudah menyukai Putri.’
Tidak! Jaka tidak menyukainya. Jaka tidak ingin menyukainya, tidak ingin menyakitinya, dan tidak ingin kehilangannya.
‘Itu artinya kamu sudah menyukainya.’
‘Aku tidak menyukainya. Dan jangan mengganggu pikiranku, Vian!’ protes Jaka sambil memegangi kepala, kesal mendengar suara dari pikirannya.
‘Kau hanya lari dari kenyataan. Tidak ingin menyukainya, takut dia tidak menyukaimu lagi, itu hanya alasan yang kau buat sendiri. Memang apa salahnya menyukai orang lain? Kau selalu saja menyuruhku menghadapi ketakutanmu.’
‘Aku bisa menghadapinya sendiri.’
‘Apa iya? Selama ini jika ada perempuan yang mengatakan suka, kau pasti langsung kabur dan membiarkanku mengambil alih kesadaran.’
‘Baiklah, aku akan menghadapinya sendiri. Apapun yang terjadi, kau tidak boleh mengambil alih kesadaranku!’
"...Ka? Jaka? Kau baik-baik saja?"
Melihat raut wajah Yoga yang khawatir, Jaka kembali fokus menatap temannya ini, "Aku tak apa-apa, maaf tadi melamun."
Yoga menghela napas lega, "Dasar, jangan tiba-tiba diam begitu dong."
Jaka melirik ke arah lain, sedikit merasa bingung dengan yang baru saja terjadi padanya, "Maaf."
Tadi Jaka berbicara dengan Vian kan? Mereka akhirnya terhubung? Setelah nyaris selama enam tahun berlalu, kenapa baru terjadi sekarang?▪▫To be Continued▫▪
Karena Jaka belum suka sama Putri, membuatnya bisa cemburu sedikit sulit.
Dan akhirnya di chapter ini Jaka dan Vian bisa saling berkomunikasi lewat pikiran mereka, kalimat yang di ketik miring itu dialog di antara mereka ya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Alter Ego
Teen FictionPutri Yuniata hanya ingin membuat pernyataan cinta yang dilakukannya sebagai langkah awal untuk bisa semakin dekat dengan seorang Jaka Mahardika. Tapi ternyata pernyataan cinta ini justru membawa Putri pada sebuah perjalanan cinta yang aneh dan juga...