#4 Yang Berubah [S.Coups POV]

2.9K 461 25
                                    

Teeet! Teeet! Teeet! Aku meraih ponselku. Mataku menyipit silau melihat cahaya ponsel. "Ugh!" Klik! Aku segera mematikan alarm-nya.

"Haaah." Aku bangun dari tidurku masih dengan mata setengah terbuka.

Teeet! Teeet! Teeet! Aku terlonjak di tempat, mendengar alarm yang berbunyi kembali. Mataku mencoba fokus untuk melihat layar ponselku. Ini bukan alarm, melainkan reminder. 24 April. Ah. Hari itu.

Aku segera membuka password ponselku dan mencari kontak y/n. Aku tadinya ingin menelfonnya untuk mengajaknya pergi bersama hingga ku mengingat ucapannya terakhir kali padaku.

"Maaf tapi kali ini aku ingin jahat kepadamu. Percuma kau menjaga perasaan itu, karena kau tahu kan perasaanmu untuknya itu tidak akan terbalas seperti halnya perasaanku yang tidak akan mungkin terbalaskan?"

Aku menghela napas. Dia pasti tidak akan mau pergi bersamaku setelah berkata seperti itu. Lebih baik aku pergi sendiri.

"Oke, Seungcheol. Ayo bangun!"seruku pada diri sendiri.

--

Aku turun dari motorku dengan hati-hati sambil membawa buket bunga di pelukanku. Parkiran tampak sepi. Hanya satu mobil sedan putih terparkir di ujung sana.

Kalau seperti ini, baru terasa bahwa hari ini begitu sepi. Tidak pernah sekalipun aku ke sini sendirian, y/n selalu ada. Kenyataan bahwa dia tidak ikut menemani, membuatku merasa tidak nyaman. Apakah dia akan marah karena aku tidak menghubunginya?

Setelah menyapa kakek penjaga yang selalu ku temui tiap datang ke sini, aku segera berjalan naik menuju tempat tujuanku.

"Oppa!"

Y/n?! Aku mengangkat kepalaku dan menemui y/n sedang bersandar di pilar bukit. Dia melambaikan tangannya sambil tersenyum lebar.

"Y/n...?" Apa aku tidak sedang berhalusinasi?

"Aku tidak mungkin membiarkanmu berkunjung sendiri, Oppa."ucapnya. "Tapi kau jahat sekali tidak menghubungiku seperti biasanya. Apa karena yang ku ucapkan waktu itu?"

Aku hanya meringis membalasnya, karena yang ia tebak memang benar adanya.

"Y/n, bungamu—"

Aku segera menoleh kearah suara ketiga yang muncul dari belakangku. Tampak Joshua berdiri dengan buket bunga di tangannya. Ah, jadi y/n tidak sendiri.

"Mianhae, Oppa. Sebenarnya aku ada janji dengan Joshua hari ini, tapi karena tiba-tiba mengingat hari ini di jalan, aku segera menyusul ke sini. Maaf karena membawanya bersamaku."

Aku hanya diam, mataku masih terpaku pada Joshua di depan ku.

"Tapi lebih banyak orang lebih baik bukan, Oppa? Hahaha."tambah y/n yang kini sudah berdiri di samping Joshua.

"Ah, ya, tidak apa-apa."jawabku pelan sambil memalingkan wajahku dari hal yang malas untuk ku lihat.

--

"Annyeong, Nayoung-ah. Sudah lama tidak bertemu denganmu."sapaku pelan. Aku menaruh buket bungaku di dekat tulisan "Im Nayoung" yang terpatri pada batu nisan.

Aku setengah berlutut di depan kuburan Nayoung. "Sudah empat tahun, Nayoung-ah."ucapku lalu menghela napas.

Empat tahun yang lalu Nayoung meninggal karena kecelakaan mobil, lengkap bersama dengan kedua orang tua-nya. Memang dia sudah pergi begitu lama, tapi aku masih belum bisa merelakan dia begitu saja dari hatiku. Walaupun benar apa yang y/n katakan, ini adalah perasaan yang tidak mungkin terbalaskan, aku masih belum bisa merelakan.

Tapi mungkin kini berbeda.

"Aku biasanya selalu ingin menangis ketika sudah berada di sini, di sampingmu, Nayoung." Aku memegang kepalaku, lelah. "Tapi aku tidak tahu mengapa, kali ini aku kesal."

Aku mengarahkan pandanganku pada y/n yang sedang duduk di kursi bawah pohon rindang. Dia tampak sedang menatap langit. Lalu dia tampak tertawa hingga matanya seolah-olah ikut tersenyum. Itu mungkin akan jadi pemandangan paling indah, kalau saja tawanya tidak diberikannya pada laki-laki disampingnya. Dari cara Joshua memandang y/n tiap saatnya, siapapun pasti tahu bahwa laki-laki itu begitu menyukai y/n.

"Nayoung-ah, apa aku sudah terlambat?"

-- to be continued --

Hello, U. [SEVENTEEN IMAGINE]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang