#9.5 Hujan Untukku [S.Coups POV]

2K 323 28
                                    

"Kau. Bukan Nayoung, atau siapapun itu. Kau. Kau yang aku suka."

Y/n tertegun mendengar pengakuanku.

Dia tidak bergeming. Hanya menatapku dengan matanya yang berair. Entah dia ingin menangis karena sedih atau marah.

"Y/n-ah, jangan diam seperti itu."ucapku memelas.

Aku merasa selama ini aku begitu seenaknya menghiraukan dia yang sibuk menerka apakah mungkin untukku melupakan Nayoung, apakah mungkin akhirnya aku akan menyukainya juga. Di saat aku sudah sadar akan perasaanku ini, aku malah merasa lebih bersalah lagi karena membuatnya bingung untuk melangkah maju, menyambut perasaan Josh, atau tetap di tempat, menyambutku. Terlepas dari itu semua, aku tetap ingin dia memilihku. Aku yang selama ini selalu berada disampingnya. Bukan orang asing macam si kepala oranye itu!

"Y/n-ah..."

"Oppa menyukaiku?"

Aku tersenyum padanya, lalu menganggukkan kepalaku pelan. "Eung. Neomu joha."

"Kenapa sekarang?"

Kini aku yang terdiam. Aku juga tidak tahu kenapa sekarang. Kenapa begitu lama aku baru menyadarinya. Aku juga tidak tahu.

"Apa karena akhirnya ada Joshua?" Matanya menatapku dengan begitu tajam. "Karena Oppa tidak ingin aku pergi dari sampingmu. Apa karena Oppa tidak ingin ada orang yang merebut tempatmu? Apa ini karena sifat tidak mau kalah Oppa yang akhirnya memaksamu untuk memutuskan kalau Oppa suka padaku?"

Tidak mau kalah? Aku menunduk sejenak. Mungkinkah karena itu? Tapi perasaan ini begitu menggebu! Tidak mungkin aku bisa merasakan perasaan seperti ini hanya karena persaingan singkat Joshua.

"Y/n-ah. Jangan salah paham. Aku benar-benar menyukaimu. Entahlah dengan apa yang kau pikirkan tentangku. Tapi aku justru bersyukur dengan munculnya Joshua akhirnya aku sadar kalau perasaanku pada Nayoung itu sudah hilang sejak lama. Dan perasaanku ini sebenarnya sudah memilihmu entah dari kapan."

"Oppa, aku sudah menetapkan jawabanku untuk Joshua. Dan aku akan menjawab 'ya' padanya."

Ah. Dia mengatakannya dengan begitu terus terang. Bahkan dia tidak berkedip ketika mengucapkannya padaku. Dia menolakku? Tapi memang seharusnya aku tidak berharap.

"Aku tidak akan mundur."

"Berhentilah, Oppa."

"Wae?!"tanyaku keras. "Kenapa kau menyuruhku berhenti untuk mengejarmu? Aku bahkan membiarkanmu menungguku begitu lama. Biarkan sekarang aku yang berusaha untukmu."

"Oppa..."

"Wae?! Kenapa kau memelas begitu?! Kau segitu sukanya kah dengan Joshua?! Bahkan kau hanya mengenalnya sebulan!"

Y/n tidak membalasku, melainkan ia menyentuh lenganku pelan. "Oppa, aku tidak tahu lagi bagaimana harus menjelaskannya padamu. Aku hanya berharap kau bisa mengerti."

Aku menghela napas keras. Aku tidak sepantasnya juga marah dengan y/n. Tapi aku kesal!

"Di pertunjukan terakhir nanti. Kalau aku menyerah, mengikuti apa yang kau mau, aku akan muncul mengisi bagian rap-ku. Tapi kalau Hansol yang muncul, mianhae, aku belum mau melepaskanmu begitu saja."

Y/n tidak marah, tidak juga terlihat sedih, namun dia tersenyum seolah-olah tidak terjadi apa-apa. "Seungcheol Oppa, aku tidak tahu aku harus berdoa untuk keputusanmu yang mana."

--

Saat ini...

"Hah..." aku menghela napas panjang begitu turun dari panggung. Selesai sudah.

"Oppa!"

Aku segera menoleh dan mendapati y/n berdiri di hadapanku dengan matanya yang membulat dan berair. Apakah dia akan menangis? "Waeyo? Hmm?"

"Oppa. Oppa...mianhae..."ucapanya pelan nyaris berbisik.

Ah, 'mianhae'.

Hampir saja aku berpikir kalau dia menangis karena menyesal akan apa yang dikatakannya tadi pagi padaku. Nyatanya dia hanya memerjelas jawabannya padaku. "Gwaenchanha."

Aku menepuk kepalanya pelan. "Pastikan kalau kau benar-benar senang dengan pilihanmu, arachi?"

Y/n tampak menunduk sejenak sebelum akhirnya dia mengangguk. "Eung."

Aku mencoba untuk tersenyum. Ah, tersenyum di saat seperti ini ternyata memang sulit. Sangat sulit. Bagaimana caranya bocah itu selalu bisa tersenyum tiap saat? Meski saat tangannya patah ia tetap tersenyum. Joshua Hong, bocah itu! Ugh!

"Bukannya kau harus menemuinya?"

Pertanyaanku membuat y/n tersentak. "A! Maja!"serunya keras.

Lucu. Dia ini sangat lucu. Kenapa aku harus mengulur perasaannya begitu lama? Kan aku yang kini jadi terlihat bodoh. Kehilangan orang yang menungguku dengan sepenuh hati selama ini, begitu saja.

"Aku pergi dulu, Oppa—" "Jamkanman!"

Y/n berhenti akan tanganku yang menahannya. Matanya tampak menatapku bingung.

"Aku yang seharusnya mengatakan maaf."

"Kenapa begitu?"

"Maaf karena meski aku tahu kau menyukaiku selama ini, aku malah mengabaikannya." Y/n tampak menegang mendengar ucapanku. Matanya melebar menatapku. Kalau dia akan benci padaku setelah ini... Ah sudahlah. Aku tidak mau memikirkannya. Aku harus menyampaikan apa yang seharusnya ku ucapkan.

"Maaf karena aku malah sibuk dengan perasaanku akan masa lalu. Maaf karena sudah memermainkanmu seperti itu. Jeongmal mianhae."

"Aku benci padamu, Oppa."

Aku tersenyum miris mendengarnya.

"Untuk berberapa lama jangan berbicara denganku." Lalu ia melepaskan pegangan tanganku padanya. Ia yang segera berlari pergi dariku.

Bodohnya aku... melepaskannya begitu saja.

-- to be continued --

Hello, U. [SEVENTEEN IMAGINE]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang