Entah apa yang dokter berikan padaku, yang pasti obatnya membuat mataku terasa begitu berat. Tidak mau, aku tidak mau tidur. Aku ingin melihat y/n. Aku ingin mengatakan padanya bahwa aku baik-baik saja.
Tok! Tok! Sreeek! Mataku seketika cerah begitu melihat pintu kamarku terbuka. Y/n-kah?
"Josh..." Benar! Y/n!
"Annyeong!"sapaku padanya.
Kini dia menarik sebuah kursi dan duduk di samping tempat tidurku. Dia masih menghindari mataku. Tatapannya masih saja ditundukkan ke bawah. Dia pasti masih merasa bahwa ini semua salahnya.
"Waeyo?"tanyaku pelan.
"Mianhaeyo. Ini salahku."
Aku tersenyum mendengarnya. Walaupun dalam keadaan seperti ini, dia masih saja berkata dengan terus terang. "Ini bukan salahmu."
"Kalau aku tidak berlari begitu saja, kau pasti tidak akan mengejarku kan?" Kini dia menatapku dengan matanya yang berkaca-kaca. "Lagipula kenapa kau harus mengejarku? Apa kau tak tahu itu berbahaya?"
"Kalau itu berbahaya untukku, berarti akan bahaya juga bukan untukmu? Kau yang akan berada dalam bahaya, tidak mungkin akan ku biarkan begitu saja. Itu alasanku mengejarmu."
Apa ada yang salah dengan kata-kataku? Kini y/n malah benar-benar menangis. Kenapa dia jadi menangis?
"Mi...mi...mianhae...Joshua..."ucapnya di sela-sela tangisnya.
Aku tidak suka melihatnya menangis. "Y/n-ah..." Aku mengelus kepalanya pelan. "Uljima..."
Y/n tampak menggelengkan kepalanya. "Kalau...kalau bukan karena aku....kau tidak akan begini...jeongmal...jeongmal...jeongmal mianhaeyo...huuuu...."
"Tapi aku kan baik-baik saja."ucapku mencoba menenangkannya.
Dia tidak menghiraukan ucapanku, melainkan tangisnya malah semakin kencang. Y/n-ah...
Aku memiringkan wajahku hingga menemukan matanya yang sembab. "Jangan menangis ya? Pleeease."
Dia menatapku dengan bibirnya yang tampak mengerucut. "Aku kesal. Karena...karena kau masih saja tersenyum."
"Hmm? Baiklah kalau begitu..." Kini aku ikut mengerucutkan bibirku.
Apa cemberut seperti ini sudah cukup?"
"Jelek."
"Ahahaha..." Aku tertawa keras mendengar tanggapannya. Ia yang ikut tertawa, membuatku lega.
"Sesungguhnya, tanganku sangat sakit. Badanku juga terasa pegal. Tapi aku tetap ingin tersenyum karena ada kau."ucapku. "Aaah...apa kau tidak ingin menjadi pacarku? Semua hal pasti akan bisa menjadi lebih ringan kalau ada kau di sampingku."
"M...mwo?"
"Eh?"
Aku segera memalingkan wajahku dari y/n. Aku sontak menepuk bibirku pelan. Ya, Josh! Kenapa kau katakan itu dengan keras? My God, padahal aku hanya bermaksud menyuarakannya di dalam benakku saja. Josh, what are you doing?
"Ahaha...ahaha..." Aku berusaha tertawa memecahkan kecanggungan yang terjadi. "Never mind."ucapku sambil mengibaskan tanganku. Belum saatnya. Belum saatnya ku menyatakannya.
"Ahaha... Ne." Y/n tampak meringis pelan. Ah dia pasti sama canggungnya denganku.
"Oh ya!" Tiba-tiba y/n berseru.
"Hmm? Oh ya?"
Y/n tampak merogoh kantung roknya lalu memerlihatkan sebuah spidol di dalam genggaman tangannya. "Aku akan jadi orang pertama yang menulis pesan di gips-mu."
"Hmm? Pesan apa?"
Belum menjawab pertanyaanku, y/n kini sudah membuka tutup spidolnya lalu menuliskan sesuatu pada gipsku.
"웃지마!"
(read: utjima = jangan tersenyum!)"Hmm? Kenapa aku tidak boleh tersenyum?"
Y/n tampak menatapku lama sebelum akhirnya menjawab. "Karena kalau kau hanya tersenyum aku tidak tahu apa yang kau pikirkan, kau rasakan. Senyummu itu seolah-olah menjadi caramu untuk menyembunyikannya dariku. Jadi, jangan tersenyum—" Cup...
Ucapannya terhenti oleh ciumanku.
Y/n,
Maaf karena aku mencuri ciumanmu.Tapi y/n-ah, aku tidak hanya sekedar menyukaimu, mengagumi,
melainkan aku benar-benar menyayangimu.
-- to be continued --
KAMU SEDANG MEMBACA
Hello, U. [SEVENTEEN IMAGINE]
Fanfic[COMPLETED] Joshua x You x Seungcheol [SHORT /CHAPTER] Berawal dari sebuah minimarket, Joshua ingin menemukanmu dan Seungcheol bimbang karenamu. Baca lanjutannya di sini! Author: Hwang Aemi Genre: Teen Romance, School Language: Bahasa Indonesia Main...