9

222 10 0
                                    

Ujian akhir semester sudah di depan mata, siswa dan siswi kelas dua belas sontak mempersiapkan dirinya sebaik mungkin untuk mendapatkan nilai yang maksimal. Tak terkecuali Revalda, ia juga mempersiapkan ujian akhirnya dengan maksimal. Meski tak seperti anak kebanyakan yang belajar hingga mati-matian, Revalda ini cukup belajar dalam waktu tiga puluh menit sebelum masuk kedalam ruangan saja.

Revalda cenderung anak yang tidak suka belajar terlalu lama, dia lebih senang belajar saat waktu sudah mulai mepet. Dan bukan main, dalam waktu sesingkat itu, Revalda dapat memahami semuanya.

"Tumben berangkat siang?" Sapa Akhta sambil melingkarkan tangannya di pundak Revalda.

"Tangan pliss." Ucap Revalda menepuk-nepuk tangan Akhta yang tersampir di pundaknya.

"Yaelah sepi juga. Eh, Lo belum jawab? Kenapa berangkat siang?"

"Berangkat pagi di bilang sok rajin, berangkat siang juga masih di tanya. Gue harus gimana dong?" Akhta terkekeh sambil mengacak rambut Revalda. "Mau bareng gue sampe depan kelas atau kita pisah di sini?"

"Disini aja. Gaenak di liat orang."

"Oke. Sukses ujian nya ya Ra. Gue duluan." Ucap Akhta sambil menepuk-nepuk puncak kepalannya. Revalda mengangguk, sambil tersenyum sekilas. setelahnya Akhta berlari kekelasnya yang hanya berjarak tiga kelas dari kelas Revalda. Cowok dan cewek ini beberapa hari yang lalu memang sudah lumayan dekat, mereka sering bertukar pesan lewat line, sesekali juga Akhta akan menyapa Revalda di sekolah seperti tadi.tidak heran kalau mereka ini tidak lagi saling cuek dalam arti tidak kenal sama sekali.

Setibanya di kelas, Revalda duduk di kursinya dan langsung menerima soal dan lembar jawaban yang di berikan pengawas. Ia menulis nama dan mulai mengecek soal yang di dapatnya. Dari arah sampingnya, ada kaki yang sudah sedari tadi menendang-nendang kakinya. Revalda menengok dan mendapati Eval yang sedang memiringkan wajahnya.

"Dari mana aja lo?" Tanya Eval berbisik.

"Kesiangan." Balas Revalda cuek, kembali terfokus kepada soal yang ada di hadapannya.

Baru menyelesaikan tigapuluh soal dari lima puluh, Fokus Revalda terganggu lagi saat kaki Eval kembali menendang kakinya. Revalda melirik sekilas ke arah pengawas sebelum akhirnya dia menengok ke arah Eval.

Revalda menatap Eval dengan tatapan tanda tanya, bukannya bertanya mengenai soal ujian atau yang berhubungan tentang ujian, Eval malah memberikan senyum manis yang menurut Revalda itu aneh sekali. Revalda melihat ke arah lembar jawaban Eval yang masih kosong dan belum di sentuh sama sekali, Revalda menghembuskan nafasnya kasar kemudian ia menggeser lembar jawabannya agar lebih dekat dengan pandangan Eval.

Eval tidak mencatat jawaban yang di berikan Revalda, Justru ia malah menatap Revalda tanpa henti membuat Revalda kali ini benar-benar Kesal melihat tingkah laku Eval. Karena jaraknya dengan Eval tidak terlalu jauh, Revalda mencondongkan tubuhnya untuk mencubit perut Eval keras sampai-sampai Eval mengaduh sakit dan pengawas datang menghampiri meja Eval.

"Ada apa Eval?" Tanya pengawas sambil melihat Eval dari atas sampai bawah. Eval yang di pandang seperti itu hanya bisa garuk-garuk tengkuk, yang sudah Revalda tebak dia sedang cari-cari alesan yang pas.

"Anu kaki saya kepentok meja bu." Ucap Eval bohong

"Kakinya yang kepentok kok perutnya yang di pegang?" Skak mat, Revalda sontak cekikikan, berusaha menahan tawanya yang siap meledak kapan saja.

"Eh em ini bu, tadi pas mau mijit kaki saya perut saya ikutan kepentok."

"Yasudah, jangan gaduh. Kembali kerjakan soal masing-masing." Ucap pengawas sambil kembali ke tempat duduknya. Eval melirik ke arah Revalda sekilas yang sedang menahan tawanya. Dalam hatinya ia sudah bersungut sebal dan siap kapan saja untuk membalas dendam.

Rain AffairTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang