11

249 12 1
                                    

Sinar yang terpancar dari lampu kota mampu menerangi dua sejoli yang asik menikmati pemandangan langit malam. Senyum yang terpancar dari bibir mereka berduapun dapat menggambarkan bagaimana perasaan yang ada dalam hati mereka sekarang ini.

Ya sejak panggilan guru konseling saat itu, Revalda mulai melupakan kemarahannya pada Eval. Ia juga sempat berfikir buat apa dia marah marah tidak jelas hanya karena Eval itu telat. Ya, Eval sudah menceritakan semuanya pada Revalda kenapa dia datang terlambat. Entah itu bohong atau tidak Revalda harap alasannya itu memang benar adanya.

Angin malam yang berhembus kencang membuat rambut Revalda berterbangan, berulangkali ia memasukkan rambutnya kesela-sela telinganya.

"Ra..." Panggil Eval.

"Emang gue cowo brengsek ya?" Ucap Eval membuat cewe cantik berambut panjang ini menoleh ke sumber suara.

"Kenapa?" Tanya Cewek cantik itu balik.

"Gue lagi tanya ya, jawab kek. Bukan balik kasih pertanyaan juga." Revalda menyengir, kemudian kembali menatap lurus, melihat gemerlap lampu kota yang menyala.

Hening, salah satu dari mereka pun tidak ada yang mencoba mencairkan suasana. Hingga akhirnya Revalda memulai pembicaraan mereka.

"Lo liat deh bintang yang disana."

"Kenapa?"

"Bintangnya bagus aja."

"Yaiyalah bagus, orang bintangnya itu langsung bisa di lihat tanpa ada yang ngehalang-halangi."

"Berbanding terbalik sama lo."

"Hah?"

"Iya. Bintang itu keliatan bagus banget soalnya ngga ada celah sedikitpun yang nutupin diri dia sendiri. Cobadeh kalo ada awan di sana, pasti bintang yang bagus itu ngga ada yang keliatan Val. Gitu juga sama lo, banyak banget penghalang yang menutupi diri lo, sampai-sampai lo itu kelihatan buruk di luar, tapi kalo orang-orang bisa nyingkirin penghalang yang nutupin kepribadian asli lo, pasti mereka bakal tau kalo lo sebenernya ngga berengsek." Jelas Revalda. Tanpa di sadari Eval sudah tersenyum mendengar jawaban yang tidak terduga dari gadis cantik yang ada di hadapannya ini.

"Kenapa lo segitu percayanya sama gue?" Revalda tersenyum

"Ciee.. Pulang sendirian aja neng, tukang ojek lo nggak jemput emang? " goda Eval, saat melihat teman sekelasnya ini sedang berjalan kaki keluar dari sekolah sendirian.

"Berisik lo!" Eval tak menggubris, semakin melihat teman sekelasnya ini kesal, semakin bersemangat pula Eval menggodanya sampai akhir-akhirnya dia akan memaki-maki Eval.

Eval mengikuti langkah kaki gadis cantik itu, saat gadis itu berjalan ke arah kanan maka Eval mengikutinya. Tak melakukan hal lebih dari mengikuti langkah kaki ini, gadis yang ada di hadapannya justru malah menitihkan air mata. Eval kelimpungan, ia mulai berfikir apa yang di lakukannya tadi memang benar-benar berlebihan atau bagaimana? Biasanya juga gadis yang ada di hadapannya ini memaki-maki Eval, tapi kenapa sekarang dia malah nangis begini.

"Ra... Gue minta maaf deh. Gue keterlaluan ya? Maaf ya? Lo kenapa sih?" Tanya Eval bingung.

Gadis cantik yang ada di hadapannya kini masih terus saja menangis seperti anak kecil, membuat Eval semakin bingung. Eval mengacak rambutnya frustasi.

"Ara, jangan gini dong. Gue harus apa? Bilang dong?"

Revalda semakin meninggikan suara tangisnya, membuat Eval semkin frustasi jadinya. "Ara... Please jangan gini. Gue harus apa nih?"

"Gue.. Hikss... Cape. Hikss... Pengen duduk. Hikss" Mendengar jawaban Revalda, Eval mendegus, mengelus dadanya naik turun berusaha bersugesti agar dia lebih bersabar menghadapi teman satu kelasnya.

Rain AffairTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang