24

360 11 4
                                    

Eval masih berkutat dengan ponselnya. Memainkan game yang akhir akhir ini setia menemaninya. Rasanya, game lebih menarik daripada harus membalas rentetan pesan yang di kirim Wilona kepadanya. Heran dia, kenapa ada cewek macem Wilona yang harus mengirim pesan belasan kali ketika pesannya tak di balas. Padahal jika bersama Ara, dia lah yang selalu mengirimkan rentetan pesan tak jelas. Dulu, membalas pesan Wilona memang menyenangkan tetapi tidak sekarang karena Wilona jauh terlihat berubah, dia jauh lebih menyebalkan dan semakin manja.

Wilona selalu membahas kemana mereka akan melanjutkan kuliah, lalu bagaimana jika Wilona mengenalkan Eval kepada orang tuanya. Dan masih banyak lagi hal hal yang ingin Wilona lakukan tetapi berbanding terbalik dengan Eval. Menurutnya, masih banyak waktu yang akan datang yang bisa ia gunakan untuk bersenang-senang dahulu tanpa harus memikirkan kelanjutan dari hubungannya. Tapi mau bagaimana lagi, Wilona memang keras kepala.

Fokus Eval buyar ketika ada seseorang yang ikut duduk di sampingnya. Tanpa Eval membagi fokusnya, dia juga tau siapa yang berada disampingnya, yang tak lain dan tak bukan adalah Mamanya.

"Pa, Kak, kok kalian sibuk sendiri sih? Mama di anggurin begini?" Ucap Mama yang kedengarannya seperti merajuk.

Eval terkekeh tak mau menjawab. Biarlah saja papanya itu yang menjawab.

"Lah Mama kan temennya Nana." Jawab papa polos. Merasa tak mendapat tanggapan baik dari suami dan anaknya, Rain bangkit dari duduknya dan berjalan meninggalkan mereka dengan menghentak-hentakan kaki.

Zaldi terkekeh pelan, kemudian ia menarik istrinya itu hingga terjatuh dalam pangkuannya. Matanya memandang istrinya lekat-lakat. Binar cinta saat SMA dulu masih mengakar kuat di hatinya dan enggan untuk mengikis.

"Ya tuhan. Papa sama Mama kalo mau ena ena jangan di ruang tamu begini dong!! Kan masih ada Kakak." Ucap Eval kesal.

Zaldi menyengir, memincingkan matanya untuk memberikan kode kepada Eval untuk memberikan ruang kepadanya dan istrinya. Eval mendegus, mau tak mau ia harus menuruti perintah papanya kalau tidak mau mobilnya di ambil paksa.

"Val, jangan lupa Kakak kamu nanti di jemput di Bandara ya." Ucap Mamanya saat eval bangkit.

....

Eval melirik pada jam di tangannya, sudah pukul tiga sore, seharusnya kakaknya ini sudah sampai di bandara. Ia mengetuk-ngetukan jarinya di atas ponsel, menunggu kabar atau telfon dari kakak tercintanya itu.

"Woi." Ucap seseorang yang langsung saja memeluk tubuh Eval. Mengetahui siapa yang baru saja memeluknya, Eval langsung membalas pelukan itu, menepuk keras punggung lebar kakaknya.

"Lama banget lo, dari mana aja?" Tanya Eval kepada Raka, kakak dari Papa Azka dan alm. Tante Rania, teman dekat Mama dulu. Ya Eval menganggapnya sebagai kakak karena saat kecil dulu Raka sudah tinggal bersamanya. Bahkan dari lahir Raka sudah di asuh oleh Mamanya. Meski Rain dan Raka tidak memiliki hubungan darah, tetapi Rain selalu menyayangi Raka sepenuh hati hingga membuat cowok yang lebih tua darinya empat tahun itu menjadikan Rain sebagai mama kandungnya sendiri. Zaldi disini juga tidak mempermasalahkan atau takut jika Rain membagi kasih sayangnya kepada Anak sahabatnya itu, karena Zaldi sendiri percaya bahwa Rain bisa membagi kasih sayangnya secara adil.

Sejak Raka kecil, Zaldi dan Raka juga cukup dekat. Saat dulu Rain mengurus Raka , sesekali Zaldi membantunya dan mengizinkan Raka tinggal bersama mereka untuk beberapa saat, hingga Azka memutuskan untuk membawa Raka sekolah di luar negeri. (Ada di cerita refrain)

"Tadi gue liat cewek cantik banget, terus gue ikutin aja deh tuh cewe. Tapi ternyata dia sama cowok. Dilihat dari penampilan sama mukanya sih seumuran sama lo Val."

"Tuhkan mulai mata keranjangnga! Kayaknya gen Papa Azka nurun banget sama lo ya kak." Raka terkekeh, merangkul Adiknya itu dan berjalan pergi keluar dari Bandara.

.

"Tapi Val, kalo lo liat cewek tadi. Lo bakal klepek klepek deh sama dia. Menurut gue itu kecantikannya ngga cuma dari luar tapi dalem nya juga."

"Terserah lo aja Kak, gue mah nggak peduli." Jawab Eval cuek yang masih terfokus dengan jalanan.

"Lo udah punya pacar ya?" Tanya Raka, Eval hanya mengangguk sekilas tanpa mau menjawab lebih.

Raka hanya manggut-manggut sambil menikmati perjalanannya. Sudah sangat lama ia meninggalkan negara jaman kecilnya dulu. Dan sekarang, dia kembali. Kembali untuk menetap lebih lama dari pada saat masakecilnya.

Sesampainya di rumah, Raka langsung masuk dan langsung di sambut meriah oleh orang yang sudah ia anggap sebagai kedua orang tuanya. Pertama, ia memeluk tubuh Rain. Mencium kening Mamanya lama dan langsung beralib memeluk Zaldi. Tak lupa juga Raka memeluk Nana yang kelihatan baru bangun tidur.

"Kenapa datang telat Raka?" Tanya Zaldi yang kini mereka semua sudah duduk bersama di ruang keluarga.

"Alah biasa tuh pah, tepe tepe dulu dia." Timpal Eval. Raka menyengir, menggaruk tengkuknya yang tidak gatal untuk menghilangkan rasa malunya.

"Ma, lihat itu ma, Adek sukanya sirik sama aku." Rain terkekeh, melihat kehangatan keluarganya, bahkan semakin hangat setelah kehadiran Raka. Ia tak menyangka bahwa kedatangan Raka kembali ke rumahnya ini tak membuat keluarganya menjadi risih.

"Udah Kak, biarin kakakmu ini menikmati hidupnya dong. Sebentar lagi kan dia bakal sibuk kerja." Ucap Rain

"Ya deh Ma, iya. Selalu aja kalo ada kakak. Eval di lupain." Rajuk Eval membuat seisi ruangan tertawa semua.

Malam harinya, setelah makan malam. Raka datang memasuki kamar Eval. Saat memasuki kamar milik adiknya itu, ia hanya bisa geleng-geleng kepala. Tumpukan buku yang masih berserakan di lantai. Baju yang ia tinggal di segala tempat. Tak lupa kaca rias diri, ia corat coret dengan tulisan tangannya.

"Ini kamar bujang, apa kandang sapi sih sebenernya?" Ucap Raka memecah keheningan.

Eval bangkit dari tidur malas malasnya, memandang wajah Raka kesal. "Ngapain lo disini?"

"Kayaknya cewek yang di ceritain mama itu udah pergi ninggalin lo ya? Makanya kamar lo berantakan lagi kayak gini." Eval mendelik.

"Mama cerita apa?"

"Yaa cerita kalau ada anak gadis yang cantik dan baik hati sering datang ke rumah cuma mau buat bersihin kamar lo dan main di atap. Gue heran sama dia kok mau ya punya cowok kayak lo"

"Dia bukan cewek gue. Dia lebih dari itu. Dan Ini bukan sekedar hubungan cewek dan cowok yang jadian, hubungan ini jauh lebih dari itu semua." Raka mengerutkan dahinya, memandang raut wajah Eval bingung.

"Lo pasti bingung kan. Gue juga bingung sebenernya. Tapi yang jelas gue sayang sama dia lebih dari apa yang dia tau." Raka kembali melongo. "Gue nggak nyangka lo seserius ini sama itu cewek. Pokoknya lo harus secepetnya temuin dia sama gue."

"Percuma kak, dia udah benci banget sama gue sekarang ini. Jangan tanya kenapa, karena gue sendiri yang terlalu bodoh dan telat buat nyadar kalo dia segelanya buat gue."

Rain AffairTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang