14

213 10 0
                                    

Viona Antsy : gimana? Udah seminggu loh? Kalian bener-bener ngga saling ngomong?

Revalda athl : gue juga ngga ngerti

Revalda Athl : rasa-rasanya gue masih kecewa.

Revalda Athl : tapi gatau kenapa ya. Gue juga ngerasa kaya lega gitu.

Viona Antsy : lega?

Revalda Athl : iya. Lega dalam artian semua pertanyaan yang ada di otak gue kaya udah cukup kejawab secara ngga langsung sama perlakuan dia malem itu.

Viona Antsy : pertanyaan kaya apa? Dia cinta sama lo apa nggak?

Revalda Athl : semacam itu dan sepenting apa gue ini di hidupnya. Selama ini emang sih Eval itu selalu di samping gue, tapi setelah ada dia. Gue ngerasa ada yang berubah jujur aja sih

Viona Antsy : Ra...

Viona Antsy : sebelum dia bilang sesuatu sama lo, jangan anggap dia udah kasih jawaban. Lo jangan apa-apanya nyimpulin sendiri deh.

Revalda Athl : cara dia V. Cara dia itu udah keliatan jelas banget. Lagian kan ada beberapa hal yang ga bisa di jelasin dengan kata-kata. Dan gue anggep, Eval udah ngejelasin semuanya sama gue.

Viona Antsy : terserah lo ajalah. Lo mah kepala batu.

Revalda Athl : gue tau. Tapi gue jamin, gue akan baik-baik aja tanpa dia.

Viona Antsy : gue sih ngga bisa ngejamin itu ya. Lo yang jalanin dan lo yang rasain.

Viona antsy : yang harus lo tau, terkadang yang menurut kita baik itu justru bukan yang terbaik. Dan yang menurut kita ngga baik bisa jadi itulah yang terbaik.

Entah kenapa Revalda enggan untuk membalas lebih percakapannya lagi dengan Viona, seolah perkataan Viona hanya membuatnya itu tergoyah dengan apa yang diyakininya. Ya dia sangat yakin dengan keputusan hatinya, jika dia tidak mau sakit lagi maka dia harus memilih jalan untuk pergi.

Seminggu sudah dan itu cukup menjadi jawaban atas persoalannya kali ini, seminggu sudah Eval sama sekali tidak mengajaknya berbicara atau mungkin sekedar menanyakan kabarnya lewat telfon, saat bertemu mereka berdua hanya saling pandang untuk beberapa detik, selebihnya mereka akan kembali kedalam dunia masing-masing.

Kata-kata Andin waktu itu terngiang lagi di otak Revalda, kata-kata yang menembus sampai kedalam hati, dan semakin membuatnya yakin akan ketidak seriusan Eval.

"Ara.." Panggil seseorang membuat Revalda tersadar.

Seseorang itu berjalan masuk kedalam kamar Revalda dan duduk di pinggir ramjangnya. Bibirnya mengukirkan senyuman. Matanya berbinar memancarkan kehangatan yang dapat Revalda rangkap.

"Bunda" bunda nya tersenyum membuka kedua tangannya, untuk siap memeluk putri kesayangannya itu, ia tau hanya sosok seorang ibu lah yang mampu menenangkan putrinya dalam keadaan seerti ini.

Revalda berhambur memeluk ibundanya, segala kesedihannya ia keluarkan tanpa perduli lagi dengan pandangan orang, toh yang ada di sini hanyalah Bundanya saja.

"Ara lagi berantem sama Eval ya?" Tanya Bunda di sela-sela Revalda memeluknya. Revalda mengangguk dalam diamnya. Dia hanya bisa menangis tanpa bisa berkata apa-apa lagi.

"Bunda punya sesuatu untuk kamu. Ini." Revalda melepaskan pelukannya, ia memandang sepotong kertas yang ada di tangan ibundanya. Perlahan ia mengambil potongan kertas itu dan membacanya.

Rasanya sekarang kita jauh banget ya Ra. Dan aku ngga tau sebenernya itu salah siapa. Aku dengan keegoisan aku  atau kamu dengan dunia kamu. Kalo boleh jujur- aku rindu kamu.

Rain AffairTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang