Chapter Thirteen : Finally You Wake Up!

1.3K 127 51
                                    

Chapter Thirteen : Finally You Wake Up!

Mengembuskan napas panjang, Dena menatap Ervin yang duduk di depannya. Posisi Dena saat ini bersandar di ujung sofa, dan Ervin di sebelahnya.

"Nindi itu Ibu kandungnya Ahza," ucap Dena.

Dan betul, Ervin terbelak, matanya membulat tak percaya.
Kau harus lihat ekspresi Ervin saat ini. Dia benar-benar kaget!

Pasti selanjutnya ia akan menanyakan apa Dena serius? Ucapan refleks orang-orang yang sebenarnya ia percaya kalau orang tersebut benar-benar tidak main-main.

"Nindi siapa, Den?"

Um, pardon sepertinya tidak.

Mendengar pertanyaan bodoh Ervin, Dena berdecak sembari memutar bola matanya.

Ayolah, apa ia sedang bergurau?

"Nindi, Vin! Ibu yang waktu it— " ucapan Dena dipotong lagi, Ervin merubah ekspresinya, terlihat sudah mengingat ke mana arah pembicaraan ini.

"Lo enggak bercanda, kan?!" Nadanya meninggi, terlihat jelas di bola matanya, ia masih tak percaya apa yang barusan Dena ucapkan, napasnya terasa berat, matanya membulat sempurna bak bola basket—terlalu besar, bak bola pimpong.

Ervin memang begitu, cowok tapi mudah panik, kadang lucu.

"Gue bilang apa tadi, lo enggak akan percaya, sama kayak gue." Dena memejamkan matanya, mencoba untuk menenangkan diri. Tapi sialan, ia malah melihat bayang-bayang cowok autis itu. (Read : Ahza)

Dan akhirnya, Dena menceritakan semua kejadian tadi.

Tanpa dikurang atau dilebihkan.

Tanpa dikali atau dibagi.

Tanpa dikuadrat atau dipangkat.

Tanpa diakar.

Tanpa x ataupun y.

Dena membenci matematika.
Sebetulnya ia pandai matematika, tapi sebelum huruf mulai masuk ke dalamnya.

Dan matematika terlihat seperti kumpulan angka yang rumit, ditambah huruf menyebalkan yang sulit dan tak bisa dijelaskan. Seharusnya, matematika lebih konsisten, ia ingin memilih huruf, atau angka. Jangan keduanya.

Itu menyusahkan.

Tolonglah untuk matematika, mohon berhenti menyuruhku mencari 'x'-mu, rasanya x-mu sudah melupakanmu, dan pergi bersama orang lain.

Dan bisakah jangan libatkan orang-orang untuk mencari ex-mu? Apa pula maksud huruf di dalam angka jadi satu?!

Oke, biar jelas ex yang dimaksud itu mantan.

Tapi, hidup ini memang harus ada perhitungan. Terkadang, itulah gunanya matematika.

Ayolah, mengapa malah membahas matematika? Dasar gila.

Setelah menceritakan semuanya pada Ervin, ia merasa sedikit lega, namun tetap saja ia tak bisa berpikir jernih, disatu sisi ia merasa bersalah, tapi disisi lain ia tak bisa menyalahkan keadaan.

Taruhan, orang paling benci disalahkan. Dena bukanlah orang sok naif yang meminta disalahkan. Yang akan berteriak lantang di bawah sinar mentari.
"WOI gue salah! Salahin gue! Semuanya salah gue!"
Enggak deh, enggak.

Tapi, bukan berarti tidak mengakui kesalahan. Ayolah ulangi, semua orang benci disalahkan. Benar?

"Gue harus apa sekarang...," lirih Dena.

Ervin pun sama bingungnya, oa kaget. Masih merenung akan fakta yang diceritakan Dena, bagaimana bisa harus Ahza?

Ahza adalah temannya, teman dekatnya. Dan lihat, mana mungkin Ervin harus menjaga jarak? Mana bisa ia menjauhi Ahza? Ervin khawatir Ahza akan menjauhinya.

All the Baffling Thing of Being Change✔ (WAS SAVAGE LOVE)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang