Chapter Eleven : A Terrible Tragedy

1.4K 147 36
                                    

Chapter Eleven : A Terrible Tragedy.


Sudah beberapa hari Della tidak berhubungan dengan Ervin. Hanya sesekali ia tersenyum saat berpapasan dengan Ervin.

Dan senyumnya seakan jadi candu aneh yang mengitari pikirannya. Ervin membuat Della sakau; gelisah bila tidak ada orang itu di harinya.

Ini gila, lebih gila dari yang bisa dibayangkan. Bagaimana teman bisa membuat ia merasakan banyak rasa yang tak seharusnya.

Bermodalkan percaya diri, Della membuka topik duluan—untuk yang keberjuta kalinya.

Fadella Adriana : hey

Ervin Haryanta : ya?

Fadella Adriana : yamko rambe yamko, aronawa kombee

Ervin Haryanta : selalu gajelas.

Dan saat ini Della merasa sesak dan ingin terbahak.

|S ・L|

"Jadi dia memang dirawat di sini? Dan serius, dia kakanya Dena?" Setelah bertanya pada suster, Ahza mempertanyakan kebenaran baru yang ia ketahui pada dirinya sendiri.

Ahza melangkah menuju apa yang menjadi tujuannya, memantapkan untuk terus bergerak.

Dan, di sinilah ia berada, di depan pintu yang ia yakini di dalamnya adalah kakak Dena.

Ragu menyelimutinya, menimbang apa ia harus ke dalam, atau tidak.

Persetan, lama sekali ia berpikir, binggung dan kesal karena batin dan logikanya berbeda.

Akhirnya, hatinya memenangkan perang sengit ini—agak berlebihan, memang—ia membuka pintu dan melihat cowok terbaring di sana, dengan selang di hidung dan tangannnya.

Maju mendekat dengan perlahan, memerhatikan lekuk wajahnya. Ahza menaikan satu alisnya.

Wajahnya familier.

Sorot matanya menusuk, rahangnya mengeras karena giginya digertakan.

Ini memang orangnya, orang yang selama ini ia cari. Ahza tersenyum sumbang.

Tak mau berlama dan tak ingin diketahui siapa pun, Ahza segera keluar, ia berjalan secepat kilat dan buru-buru menutup pintu dengan perlahan karena tak ingin ketahuan, lalu ia berbalik, dan....

Kaget bukan main saat ia melihat Dena dengan tatapan menelanjanginya, seakan mengintimidasinya. Pasti ia akan berpikiran yang tidak-tidak, ah ya tentu saja.

Jika sekarang kita putar balik, Dena menengok kakak Ahza yang bahkan ia tak kenal, tentu Ahza akan curiga apa yang dilakukan Dena.

Berpikiran Dena menguntitnya, atau bahkan ingin mencelakai kakaknya. Ayolah Ahza berharap Dena tak akan mencurigainya.

"Lo?" Dena memasang ekspresi bingung, mengapa orang ini ada di depan kamar kakaknya?

Menelan mati-matian salivanya, Ahza mulai mencari alasan jika Dena menuduhnya yang tidak-tidak.

"Lo ngapain?" Masih dengan ekspresi sama, Dena bertanya.

"Bukan urusan lo," balas Ahza, akhirnya ia dapat berbicara juga.

"Inikan kamar Kakak gue, lo habis dari dalam, kan? Ngapain lo?" Nadanya berubah jadi sinis.

"Ah? Itu Kakak lo?" Berpura-pura bodoh adalah pilihan terbaik saat ini, pikir Ahza.

All the Baffling Thing of Being Change✔ (WAS SAVAGE LOVE)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang