Chapter Twentyone : A Little Bit Pain

990 69 11
                                    

Chapter Twentyone : A Little Bit Pain.

Revadaahza : jgn lupa jam 3

Dena membaca pesan tersebut. Sudah jam 3:10 namun orang tersebut belum muncul.

Sialan memang. Seharusnya dia datang duluan, kek.

Dia tidak tau saja Dana sudah di sini dari dua puluh menit yang lalu. Dena meminum milkshake cokelat yang sudah ia pesan, masa bodo dengan Ahza, ia malas menunggu.

"Sorry, gue--"

"Ya, ya. Langsung aja." Dena menaruh milkshake-nya ke meja.

Ahza duduk di depan Dena. Semalaman ia menimbang akan berbacara hal yang menyangkut rasa ini atau tidak. Tapi perkataan ibundanya membuatnya sadar.

"Jadi, lo kok bisa tau, sih?" tanya Dena. Kemarin, ia sempat tak percaya akan penyataan konyol Ahza. Cinta pertama? Haha lucu sekali.

Kalau memang mereka saling cinta, mengapa harus dipendam bertahun-tahun? Mengapa mereka membiarkan satu sama lain mencari cinta baru dan membiarkannya sampai menikah? Itu tak masuk akal bagi Dena.

Atau mungkin ... masuk?

Ahza mengembuskan napas dan berkata, "Ceritanya panjang," Ahza berdiri, berniat menuju tempat pemesanan. Omong-omong, mereka berada di resto cepat saji. "Gue mau pesen minum dulu. Kalau nanti gue haus, gimana?"

Dena mendesah panjang.

Sesudah Ahza kembali, ia langsung duduk dan melanjutkan ceritanya. "Pertamanya, Nyokap gue dan Bokap lo ketemu di midi market. Saat itu Bokap lo jalan sama Nyokap lo, tapi Nyokap lo entah lagi ke mana dan milih apa. Sedangkan Nyokap gue jalan sama gue.

Pas papasan, mereka ngobrol, lah. Basa-basi udah lama enggak ketemu terus lost contact, katanya. Mereka ngejasin gimana kehidupan masing-masing, ya cuman memberitau siapa suami atau istri dan anaknya gitu. Nyokap gue pun ngenalin gue ke Bokap lo, terus katanya anaknya juga ada yang seumuran sama gue."

"Terus?"

"Gue enggak tau kalau akhirnya mereka tukeran nomer, karena gue bete, kan denger obrolan orangtua. Gue pikir juga Nyokap lo bentar lagi datang, jadi gue pergi aja nyari roti dan makanan lain."

Dena berdecak. "Oh, dari situ ... by the way lo tau soal Ervan? Kakaknya Ervin yang temannya Rendy?"

"Oh!!" Ahza histeris, ia menahan tawa. "Dia yang ke hotel dengan wajah panik, ya? Pantesan mirip Ervin," ucap Ahza.

"Oh iya, dari basa-basi itu akhirnya mereka pergi. Gue sadar, sih. Pas Nyokap natap Bokap lo, itu sama kayak pas Nyokap natap Bokap gue, malah tatapannya lebih hangat dan teduh. Juga, Nyokap kelihatan nyaman pas ngobrol sama Bokap lo. Gue kira itu wajar, ya namanya ketemu teman, kan.

Tapi, gue salah. Masalah Nyokap sama Bokap gue makin jadi, Bokap mau keluar kota beberapa bulan, dan enggak bisa pulang. Nyokap gue enggak terima. Sebelumnya, mereka memang hubungannya agak renggang karena ada masalah yang gue enggak tau. Dan sejak itu kayaknya Nyokap gue dan Bokap elo mulai ketemuan," jelas Ahza.

"Terus?"

"Terus lo bisa menyimpulkan sendiri."

Dena berdecak sebal. Mengetahui hal itu membuat dadanya sesak. "Lo tau darimana kalau mereka cinta pertama? Sahabatan? Dan lain-lain, deh."

"Lo tau, kan? Saat gue bilang gue dengar Nyokap nangis di kamar dan benar-benar butuh bantuan? Disitu Nyokap gue mengungkapkan semuanya, dan minta maaf." Ahza mendesah panjang, ada kesedihan di bola matanya.

All the Baffling Thing of Being Change✔ (WAS SAVAGE LOVE)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang