Episode 16 : Do You Love Me?

2.3K 102 0
                                    

Aku mencintaimu, sangat mencintaimu. Ku yakin, bahwa dirimu akan terus bersama denganku sampai akhir hayatku. Sungguh, aku mencintaimu . . .

Hari ini aku diajak oleh Fren ke restoran Indonesian Foods and Drinks. Di restoran ini, khusus untuk makanan khas Indonesia. Bahkan, pelayan dan seluruh pekerja di restoran ini lebih dominan orang asli Indonesia.

Aku memesan makanan kesukaanku, nasi goreng dan tumis udang pedas. Fren memesan nasi padang. Aku sangat bahagia karena setelah sekian lamanya tidak memakan makanan khas Indonesia. Apalagi, yang sering mama masak untukku.

Pesanan pun sudah sampai dan aku segera melahap habis semuanya. Fren menertawaiku karena aku makan dengan nafsunya.

"Awas keselek. Kalo keselek kan bahaya." ledek Fren.
"Tidak, aku gak akan keselek. Aku juga udah tahu cara makan yang baik."
"Kalo gitu, kenapa kamu makannya nafsu banget? Kalo makan, harus pelan-pelan. Kayak gini kan jadinya." ucapnya sambil membersihkan nasi yang menempel di dekat bibirku dengan jari jempolnya.
"Ah, maafkan aku, Fren. Tadi aku.."
"Huh, mulai cari alasan kan? Ayo, makan lagi yang lahap. Kamu sangat lucu ketika makan dengan lahap." ucapnya sambil tertawa.
"Dasar kamu, Fren. Aku kan kangen banget sama makanan Indonesia. Wajar dong kalo aku makannya lahap banget. Apalagi.."
"Apalagi kalo lagi laper ya? Haha."
"Uh, kamu ngeselin banget, Fren."

Aku dan Fren terus bercanda sampai tak terasa bahwa matahari telah terbenam. Kami pun beranjak pergi dari restoran itu.

***
Fren tidak menyetir mobil ke arah hotel. Melainkan, ke arah yang berbeda.

"Fren, kita mau kemana?"
"Aku akan mengajakmu ke suatu tempat."
"Dimana itu?"
"Sudahlah, nanti kau akan tahu tempatnya."

Setelah sampai di tempatnya, aku sangat takjub melihat menara yang tinggi yang dikelilingi oleh taman-taman bercahaya dan terdapat banyak bunga-bunga yang mekar di malam hari. Sorotan lampu yang terang dan amat bagus menerangi malam yang gelap tanpa rembulan.

Aku duduk dikursi dekat taman yang dikelilingi oleh bunga-bunga yang indah.

"Apakah kau menyukainya?" tanya Fren.
"Ya, sangat. Aku sangat menyukainya. Tenteram, adem, semeriwing pokoknya."
"Haha kamu bisa aja."
"Makasih, Fren. Kamu emang temanku yang sangat baik. Kamu telah membuatku bahagia. Aku beruntung punya teman sepertimu."
"Ini bukan seberapa, Mel. Aku janji, aku tidak akan membuatmu bersedih. Aku gak suka melihat kamu menangis."
"Haha emang aku pernah nangis didepanmu?"
"Ya tidak sih, tapi suatu saat kamu pasti akan menangis. Makanya, aku tidak akan membiarkanmu menangis."
"Kau bisa saja, Fren. Aku akan berusaha untuk tidak akan menangis."
"Kamu janji?"
"Ya, aku janji. Aku tidak akan menangis didepanmu."
"Baiklah, keliling taman yuk. Sudah lama aku tak melihat taman yang seindah ini."
"Baiklah."

Aku bahagia bersama Fren. Entah mengapa, ketika aku bersamanya, aku mulai melupakan sebagian memoriku dengan Mike. Fren juga telah menghilangkan rasa sakit hatiku terhadap Mike. Mike akan menikahi Carol. Aku.. Tidak akan mungkin mempunyai kesempatan lagi untuk mendapatkan Mike.

***
Sesampainya di hotel, Meri mengajakku untuk video call.

"Hello sahabatku, Meri. Aku kangen banget sama kamu. Salam dari Melisya di Amerika."
"Ya ya, udah deh jangan basa-basi haha. Gue juga kangen sama lo, Mel. Gimana kabar lo?"
"Baik kok. Kamu gimana? Btw, gimana sama filmnya? Lancar kan?"
"Gue juga baik. Iya, gue sibuk banget sama syuting film. Tiap kali gue mau vidcall sama lo, pasti aja ada hambatannya. Padahal, gue kangen banget sama sahabat gue yang satu ini."
"Wih, sekarang sahabatku udah jadi aktris film ya. Aku bangga banget sama kamu. Kapan-kapan, bisa minta tanda tangan kali ya."
"Bisa aja lo, Mel. Pas MnG, nanti gue bakal sebut nama sahabat gue yang cantik ini."
"Cantik? Itu buat aku kan?"
"Ya ya, serah lo deh. Ohiya, gimana sama Mike? Ada perkembangan?"
"Mungkin tidak, Mer. Mike akan menikah dengan Carol. Gak mungkin kalo aku bakal dapetin hatinya Mike. Mustahil juga."
"Bener juga apa yang gue pikirin. Yaudah, sekarang lo bakal lupain Mike?"
"Aku sih gak mau. Tapi, aku juga gak mau bikin kesalahpahaman lagi sama Carol. Jadi, kuputuskan juga untuk mengakhiri cintaku pada Mike."
"Ya, mungkin ini jalan terbaiknya. Ohiya, Phire nanyain lo mulu nih. Tadi siang, harusnya gue udah vidcall sama lo. Tapi, ada meeting sama sutradara. Phire pengen meluk lo katanya."
"Gimana kabarnya? Aku juga kangen banget sama Phire. Kapan dia bakal ke Amerika? Aku ingin dia ketemu sama sepupunya, Mike."
"Kabar dia baik. Sekarang, dia lagi sibuk sama urusan design. Kadang, tiap ngomong sama dia tuh suka nyambung ke design gitu. Gue sih pasti kesel banget. Apalagi, gue gak ngerti apa-apa. Ya begitulah alur kami di Indonesia."
"Haha dia bertekad untuk menjadi designer hebat. Ohiya, gimana kabar Kelvin?"
"Entahlah, dia kalo dihubungin kadang nyambung kadang nggak. Dia sibuk sama urusan perusahaannya kali ya. Tapi, dia juga suka nanyain lo kok. Mungkin, dia juga kangen sama lo. Pokoknya semuanya kangen sama lo. Lo kapan pulang, Mel?"
"Entahlah. Mike belum memerintahkan aku dan Fren untuk pulang. Mungkin, masih ada yang harus diurusin. Dan mungkin juga sampai pernikahan mereka selesai."
"Tapi, Mel.."
"Tidak, Mer. Aku harus kuat. Aku harus bisa menerima ini semua. Aku yakin, aku bisa melupakannya."
"Lo gak bakalan nangis kan?"
"Tidak, ada Fren disisiku. Aku udah janji sama dia, gak bakalan nangis didepannya."
"Fren? Ohiya, gimana kabar dia? Gue sampe lupa kalo lo berangkat sama Fren ke Amerika."
"Kabar dia baik kok. Dia yang suka bikin aku bahagia. Ketika aku sedih, dia selalu ada. Ketika aku bahagia, dia juga selalu ada. Bahkan ketika bersamanya, aku sedikit melupakan kenangan bersama Mike."
"Dia mencintai lo?"
"Cinta? Gak mungkin, Mer. Kita kan cuma temenan."
"Iya, temen bisa jadi cinta kok. Percaya sama gue. Kalo ada cowo kayak gitu, dia berarti cinta sama lo. Dan menurut gue, Fren juga gak kalah saing sama Mike."
"Benarkah? Apa Fren dikirimkan ke kehidupanku hanya untuk melupakan pangeranku, Mike?"
"Entahlah. Hanya lo yang bisa jawab semuanya. Karena lo yang bakal ngalamin semua ini. Gue selalu dukung buat lo, Mel. Semua yang lo lakuin, bakal gue dukung. Tapi, untuk yang positif pastinya. Gue percaya sama lo. Maka dari itu, ikutin apapun yang hati lo inginkan. Karena cinta berasal dari hati/perasaan lo. Semangat terus ya, Mel. Gue tutup dulu ya. Muahh."
"Makasih, Mer. Bye."

I Love You. Do You Love Me?Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang