Episode 5 : Menjauh

3.1K 148 0
                                    

Untuk mencintai seseorang, butuh perjuangan. Untuk melupakan seseorang, butuh perjuangan juga. Hidup ini penuh dengan perjuangan. Semua kegiatan pasti ada perjuangannya. Termasuk cinta. Cinta yang tidak terbalaskan, dan begitu susahnya untuk dilupakan . . .

Hari-hari yang biasanya penuh dengan keceriaan, kali ini berubah dengan kesuraman. Meri mencoba untuk menjauh dariku. Carol telah menyuruhku untuk menjauhi Mike. Kelvin? Ya, hanya dia yang tersisa. Aku.. Seorang cewe lugu dan pemalu. Aku tak seperti anak-anak zaman sekarang yang lebih banyak punya teman. Aku punya teman. Tapi, yang kuanggap benar-benar teman adalah Meri, sahabatku. Andai dia tahu bagaimana perasaanku saat ini.

"Pagi, Mer."
"Fer, nanti ke kantin bareng ya. Ohiya, anter gue ke perpus yuk. Ada komik terbaru disana."

Meri telah mengabaikanku. Kini, kurasa aku akan sendirian. Sendirian tanpa teman disampingku. Dia.. Telah kuanggap sebagai teman hidupku.

"Mel, kabar lo gimana?" ucap Kelvin.
"Ba.. Baik Vin."
"Tumben Meri gak bareng sama lo. Berantem tah? Yaelah, macem anak sd aje lah kau."
"Aku gak tau, Vin. Mungkin Meri akan menjauhi aku."
"Gara-gara insiden itu?"
"Mungkin iya."
"Yaudah, lo diemim dulu aja si Meri. Nanti juga bakal balik kok."
"Tapi, Vin.."
"Lo sama Meri sahabatan udah lama kan? Nah, yang namanya sahabat sejati, gak akan mungkin berantem lama-lama. Percaya sama gue deh. Meri pasti bakal berubah kayak dulu lagi. Ya lo-nya yang sabar aja haha."
"Iya, Vin."

Apa benar yang dikatakan Kelvin? Hanya waktu yang bisa menjawabnya.
Waktu istirahat telah tiba. Biasanya, aku dan Meri ke kantin. Tapi, kulihat Meri sudah jalan keluar kelas bersama Fera, dan Kelvin. Meri meninggalkanku sendirian di kelas. Aku bingung, apakah aku akan ke kantin atau tidak. Tapi, aku sangat lapar. Aku tekadkan menuju kantin.
Aku sudah menemukan tempat duduk Meri. Tapi, ketika aku akan duduk dikursi itu, Meri menendangnya dan kursi itupun jatuh.

"Ups, maaf ya. Tadi gue ketendang. Gak sengaja. Lo duduk dibangku gue aja. Gue udah selesai kok makannya. Yuk Fera, kita cus. Ohiya, Kelvin mana ya?"
"Setahu gue, Kelvin duduk sama Mike." jawab Fera.
"Ohiya, ke kelas yuk."

Meri tega melakukan ini padaku. Pertama kalinya Meri menendang kursi yang akan kududuki. Aku makan tapi sambil menangis melihat Meri begitu jahat sama aku.

- As Meri -
"Mer, kok lo tega banget sih sama Melisya? Kalo emang lo marah sama dia, seengganya jangan perlakukan dia kayak gitu. Lo gak kasihan sama Melisya? Dia berusaha memperbaiki hubungan kalian. Tapi, perlakuan lo tadi yang gue gak suka. Saran gue, cepet maafan ya. Gue gak biasa lihat lo berdua berantem. Gue ke kamar mandi dulu." ucap Fera.

Gue emang gak seharusnya perlakukan Melisya kayak tadi. Kenapa gue sampe nendang kursi dia. Ini terlalu berlebihan.

"Meri!" ucap Kelvin.
"Ada apa, Vin?"
"Lo udah baikkan sama Melisya? Tadi gue lihat dia ada di loteng sekolah. Dia memandang teropong gitu. Gue takut ada apa-apa sama Melisya. Tolong, cepatlah baikkan."
"Vin, sakit hati gue masih ada. Gue belum bisa maafin dia. Kalo aja dia menarik kata-katanya kemaren dan bicara yang jujur, gue pasti akan maafin dia."
"Mer, jangan cuma mikirin ego lo doang. Gue takut Melisya akan mencoba bunuh diri. Dia berada di loteng. Tolong lo susul dia."
"Gue tahu harus apa."

- As Melisya -
Meri tak ada disampingku. Dialah yang pertama kali menunjukkan teropong ini untuk melihat Mike datang dari gerbang sekolah. Meri yang menyarankan ini agar aku dapat melihat Mike dengan jelas. Andai, waktu bisa diubah. Andai.

"Sekarang lo udah mengingat masa-masa gue sama lo disini?"
"Oh.. Me.. Meri?"
"Masa dimana gue yang nyaranin ke lo untuk pake teropong ini dan lihat Mike dengan jelas. Lo inget?"
"A.. Aku inget, Mer."
"Ya, waktu dulu sahabat gue sangat terbuka dengan gue. Bahkan orang yang pertama kali lo ceritain tentang Mike adalah gue. Tapi, sekarang tidak."
"Me.. Meri. Maafkan aku. Aku mengaku bersalah sama kamu. Maafkan aku."
"Mel, lo kenapa sih gak mau jujur? Lo udah gak mau terbuka lagi sama gue? Kenapa lo udah gak pernah cerita apapun ke gue? Gue udah bukan sahabat lo lagi? Lo udah gak percaya sama gue? Gue pengen lindungin lo."
"Baiklah, Mer. Karena kamu sahabatku, aku akan menceritakan semua kejadiannya dari awal sampe akhir. Aku gak mau terjadi kesalahpahaman antara aku dan sahabatku sendiri."

Aku menceritakan semuanya ke Meri. Bahkan, aku sempat menangis ketika membahas tentang menjauhi Mike.

"Kenapa lo sembunyiin ini semua? Gue bakal bantu lo kok. Masalah Carol? Gue yang hadapin. Kalo dia ngancem lo lagi, bilang ke gue. Jangan takut, gue ada disisi lo."
"Ternyata, aku gak salah pilih sahabat. Aku menyesal tak menceritakan hal ini pada sahabatku. Maafin aku, Mer."
"Gue juga gak salah pilih sahabat. Maaf ya, gue udah perlakukan kasar sama lo. Tadi, gue.."
"Lupakan semua itu, Mer. Aku yakin kok, itu bukan perbuatan sahabatku. Hanya saja, kamu lagi dihasut oleh egomu sendiri."
"Makasih, Mel."

Kami berpelukan dan saling meminta maaf. Kami janji akan melupakan kejadian-kejadian disaat kami bertengkar. Sahabatku sejati. Sahabatku, hidupku. Meri.
.
.
.

Banyak yang bilang, sahabat sejati itu selalu ada bersama kita. Dialah yang suka memberikan saran ketika sahabatnya sedang kebingungan. Sahabat adalah dialah yang mengerti kita.
.
.
.
Next episode!

I Love You. Do You Love Me?Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang