16 : Pieces (2/4)

535 52 21
                                    

MAAF YAAAAA............
Setelah kayaknya tiga belas hari menghilang ditelan bumi dan tak tahu jalan pulang. Aku tanpa mu butiran debu🎶 eh kok nyanyi heheheh.....
Aku minta maaf yang sebesar-besarnya udah ngilang lama dan gak tanggung jawab. Soalnya ini aku habis sakit. Radang lambung alias maag ku kambuh. Parah banget sampe gak bisa nulis. Buru-buru nulis tidur aja gak bisa saking sakitnya. Okelah, gak usah curhat gitu kali ya.
Hehehe pokoknya aku minta maaf banget karena sempet ngilang. Tapi sekarang aku comeback lagi kok. Ntar aku post cepet. Sumpah, khusus hari ini. Hehehe, by the way. Selamat menjalankan ibadah puasa ya bagi yang menjalankannya. Ini udah hari ke 8 yeayy semangat!! Kurang 22 hari lagi.
Okelah kayaknya aku udah terlalu banyak cuap-cuap. Aku saranin bagian Pieces ini playlist nya Justin Bieber - Alone🎶
Kenapa? Gatau, karena aku ngerasa mereka berdua. Baik Julian dan Caesarion itu sama-sama sendirian. *apaan spoiler mulu thor* oke fix lupakan. Intinya dengerin Justin Bieber yang alone. Kudu! Awas kagak hehehe.

Lotslove, xoxo

***

Mereka berdua terdiam beberapa saat, saling menatap dalam diam. Mese mengerjap bingung, gadis itu bergerak perlahan untuk duduk. Gairah yang terbakar dan libido meningkatkan mendadak surut begitu saja saat mendengar seseorang mengatakan hal tersebut. Ia menatap Julian dalam kegelapan pekat tersebut, wajah pemuda itu tidak terlalu terlihat karena sebahian wajahnya tertutup rambut. Mese tidak bisa menerka jenis ekspresi apa yang sedang ditampilkan kekasihnya tersebut. Mese menggaruk kepalanya yang tidak gatal,

"Suara apa itu?" Tanya nya berbisik pada Julian. Pemuda itu mengangkat bahunya bingung. Ia berpindah tempat lantas berdiri. Tak mengatakan apapun, Julian bergerak berjalan menuju saklar lampu di dekat pintu kemudian menyalakannya.

Cahaya yang berwarna kekuningan terang seketika menyinari ruangan tersebut walau sedikit membutakan matanya. Mese berusaha menyesuaikan kondisi matanya dengan sedikit mengerjap-erjap. Perlahan, sinar yang semula tampak buram, kini perlahan mulai terlihat fokus dan gadis itu bisa melihat pakaian Julian sudah absen dari tempatnya, sabuk pemuda itu entah hilang dimana dan celana kain warna hitam tersebut sedikit terbuka. Gadis itu menggeleng pelan, merasakan atmosfir yang berhasil membuatnya malu tiba-tiba menyergap ruangan tersebut. Mese memalingkan mukanya cepat, tak ingin melihat Julian. Apalagi mengetahui kondisinya sekarang. Gadis itu menutup matanya erat-erat sembari meraih perlahan bantalan sofa untuk menutupi dirinya sendiri.

Julian terkekeh melihatnya. Wajah Mese memerah layaknya tomat masak. Ia menundukkan kepalanya sehingga seluruh rambut coklat indahnya menutupi wajah sempurna gadis itu, "Hey ayolah, kau tak perlu malu princess...." Julian berujar sambil mendekati Mese.

Gadis itu masih menggeleng pelan, ia menolak untuk melihat Julian. Tetap menundukkan kepalanya Mese berusaha berdiri dari sofa walau ragu. Tentu saja, dia tidak memakai apapun selain bras dan celana dalamnya entah sudah menghilang kemana, Mese tak berniat untuk memikirkan hal itu selain pulang dan mengubur dirinya perlahan di dalam bathtub panas karena mendadak ia merasakan sensasi pegal disekitar kakinya. Dengan agak malu, Mese berjongkok untuk meraih celana dalamnya tetapi saat ia berusaha menggapainya, sebuah suara kembali terucap dengan penuh penekanan.

"Sampai kapan kau membiarkan kami seperti ini, brengsek!!"

Tak perlu menjadi seorang jenius untuk mengetahui bahwa itu adalah suara Bill Follet. Setengah kaget gadis itu mendongakkan wajahnya menatap lurus pada bagian lain ruang tamu yang sedikit mendapat cahaya. Di pojok ruangan dinsing pemisah ruang makan. Mereka semua berada disana. Dalam keadaan terikat di kursi dengan mulut diperban. Bill, Thomas, Mrs. Jenkins, Elizabeth dan Maxime Kane. Maxime Kane, pemuda itu terikat diatas kursi dengan mulut diperban dan sebuah tatapan penuh kekecewaan yang mendalam seolah melubangin kepalanya. Disamping Maxime, Mrs. Jenkins duduk disana, dalam posisi yang sama tetapi wanita itu memalingkan muka. Seolah jijik melihatnya, melihat dirinya yang menjadi pelacur sialan. Hal sama terjadi pada Elizabeth, wanita paruh baya itu menangis sesenggukan menolak untuk melihatnya. Sedangkan Tommy, dia hanya menundukkan kepala tak berani melihat apa yang barusaja dilakukan mereka berdua. Hanya Bill yang mampu menyorotkan kemarahan mendalam. Pemuda itu berusaha keras dan mati-matian untuk menguatkan imannya, menatap langsung mereka tanpa terganggu hanya untuk menghentikan gadis itu bertindak terlalu jauh dengan Julian. Ia tidak bisa membiarkan gadis milik sahabat mereka Caesarion, menjadi mainan bagi Julian. Terlebih pemuda itu membohongi Mese hingga gadis itu buta bahwa laki-laki yang mengaku sebagai kekasihnya adalah orang lain.

THE LEONIDAS [Book Two] ✓Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang