Part 2

805 99 47
                                    

Hani memandangi seseorang di depannya dari ujung rambut hingga ujung kaki. Bukan apa-apa, tetapi ia lupa dengan nama orang yang menyapanya itu.

"Han? Lo ngapain pandangin gue sebegitunya? Gue tambah ganteng ya?"

"Pede gila lo. Gue lupa nama lo hehe. Tapi lo temen TK gue kan?" akhirnya Hani jujur juga kalo lupa.

"Yaah, ingatan lo lumayan juga. Walaupun lo lupa nama gue, setidaknya setelah sembilan tahun gak ketemu lo masih inget wajah gue. Gak berubah kan? Gue tetep ganteng dong," yang ditanya malah menghibur diri.

"Ya ampun, malah pamer nih anak. Bentar-bentar... Kayaknya gue inget nama lo. El... El... El siapa ya?"

"El, el, lo kira anaknya Ahmad Dhani? Nama gue Elvis, tau." yah, bocor juga. Padahal dari tadi Elvis berjanji tidak akan memberi tahu namanya sampai Hani benar-benar menyerah. 

 "Nah, iya! Elvis! Gue baru inget soalnya nama lo agak kayak cew--"

"Baru inget apa baru denger dari gue," seloroh Elvis sebal. "Oh iya, btw sekarang lo SMA dimana?" lanjut Elvis.

"Gue di SMA Persada. Lo sendiri?" Hani balik bertanya.

"Wiih... SMA Persada tuh sekolah swasta yang elit banget itu ya? Gue kayaknya pernah lewat deh, hehe. Gue sih di SMA Negeri 4, cari yang deket aja dari perumahan ini. Lagipula gue baru pindah, jadi gak tau jalan. Repot kalo cari sekolah yang jauh." 

 "Pindah? Bukannya lo TK di sini?"

"Ya, cuma TK aja. SD gue pindah ke Medan, SMP kan gue disini cuma satu semester terus pindah ke Bandung, dan akhirnya gue balik ke sini." Hani hanya mengangguk-angguk mendengarnya. Dan parahnya ia juga baru ingat kalo Elvis sempat se-SMP dengannya satu semester.

"Ya sudah, gue masuk dulu ya. Gerah nih, masa pulang sekolah nggak mandi."

[-]

Hari-hari MOS terasa begitu cepat. Anak kelas X juga sudah melakukan tes penjurusan. Hani, Dinda dan Zahra akhirnya sekelas lagi. Mereka kayaknya nggak pernah bosan sekelas sejak masuk SMP.

X IPA-4 seperti sudah kenal bertahun-tahun, ributnya bagai lebah berdengung.
"Woi! Kita jadi pemilihan ketua kelas gak sih. Kalian ribut amat," teriak seorang anak memecah keributan - bukannya diam, kelas malah semakin ramai. 

"Tunggu wali kelasnya datang, deh. Gue males banget," balas teriak. Yah, bau-baunya kelas ini bukan kelas anak-anak rajin.

"Lo tau gak sih Han, Ra? Si Fer--"

"Enggak," Jawab Hani dan Zahra sambil menggeleng.

"Ih, orang ngomong tuh didengerin, bukan dipotong! Kalian mau denger gak sih?" Hani dan Zahra mengangguk. "Jadi ya, kemarin gue denger-denger dari kakak-kakak kelas, katanya Ferdi - yang waktu hari pertama MOS dihukum bareng lo itu Han, ternyata dia anaknya Pak Rama." lanjut Dinda.

"Pak Rama tuh siapa?" Zahra bertanya tanpa dosa.

"Lo masuk sekolah ini cari info dulu gak sih? Kepala sekolah sendiri aja sampe gak tau," Dinda sebal.

"Iya Ra. Gue yang cuek aja masih tau nama kepala sekolah. Parah deh, lo." Tambah Hani.

"Oooh... Kepala sekolah... Btw kalo namanya Pak Rama, istrinya pasti Bu Shinta. Hehe," entah Zahra berniat ngelawak atau ngejayus. Lagi-lagi ngerasa tanpa dosa.

"Udah deh, kita kacangin Zahra. Gak mutu banget tuh jayusan. By the way Din, itu beneran? Kalo iya, kenapa dia dihukum kemarin? Ketua OSIS-nya gak takut tuh?" Hani mulai penasaran dengan gosip Dinda, sementara Zahra hanya cemberut dikacangin.

A vs BTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang