Part 17

272 29 22
                                    

"Reyhan dimana?" tanya Zahra tergopoh, padahal Elvis belum memberitahu sama sekali tentang apa yang terjadi disini. Tumben, biasanya dia telmi.

"Di UGD, masih diperban. Lukanya ringan kok," kata Elvis.

"Loh? Jadi Reyhan juga sakit kayak Hani?" dan Dinda baru nyambung.

"Ya yang tadi jotos-jotosan itu Reyhan sama Ferdi, Din. Lo loading-nya lama banget sih," kini Zahra yang sudah tidak telmi bisa bebas mengejek Dinda.

"Ooo.. Mereka kok jadi musuhan gitu sih? Padahal kayaknya kemaren baik-baik aja,"

"Lo selain lola ternyata kudet juga ya. Jadi gini Din, lo tau kan sekarang Hani lagi sakit?" Dinda mengangguk. "Nah, Hani itu sakit gara-gara ketusuk beling waktu di rumah Reyhan," Elvis menjelaskan pelan-pelan.

"SUMPAH GUE KOK BARU TAU?! GUE PIKIR HANI SAKIT BIASA! LO KENAPA GAK NGASIH TAU DARI KEMAREN?"

"Maaf Din, nanti lo shock. Gue jelasin aja, jadi kemarin malem Ferdi ke rumah Hani tapi ternyata Haninya lagi ke rumah Reyhan mau ngambil buku catatan kimia. Jadi Ferdi nyusulin ke rumah Reyhan, tapi dia langsung shock lihat bayangan cowok ngelempar botol kaca ke Hani. Terus dia langsung masuk, tapi nahasnya Hani sudah jatuh, perutnya berdarah-darah. Untung di luar ada taksi lewat, jadi Hani langsung dibawah ke rumah sakit. Tapi anehnya waktu Ferdi masuk, cowok yang ngelempar botol tadi udah nggak ada. Ferdi cuma ngelihat Reyhan yang berbaring di sofa dekat tempat Hani jatuh. Dia sempat bangunin Reyhan buat nolongin ke rumah sakit, tapi waktu dibangungin Reyhan malah nggelundung dari sofa. Ferdi nggak pikir panjang langsung ninggal Reyhan dan bawa Hani ke rumah sakit," jelas Elvis panjang lebar, sesuai dengan apa yang dia dengar dari Ferdi. Dinda menganga lebar, sementara Zahra yang juga baru tahu detail penyebab sakitnya Hani langsung membeku.

"Mas, Mbak, temannya sudah siuman," seorang suster mempersilakan tiga remaja tersebut masuk UGD.

"Rey, Fer, kalian gapapa?"

"Gapapa," jawab keduanya serempak.

"Lo tadi sampe pingsan gitu Fer," Ferdi hanya pura-pura tidak dengar.

"Rey, lo kok sampe biru-biru gitu sih? Besok-besok jangan berantem lagi," kata Zahra. Reyhan hanya mengangguk dan minta maaf pada pacarnya itu.

"Gue harus jenguk Hani," Ferdi tiba-tiba berdiri dan bersiap meninggalkan teman-temannya.

"Kita ikut!" segera mereka berlima menuju kamar rawat Hani.

[-]

Kamar rawat itu terasa lengang. Mungkin kedua orang tua Hani sedang pergi dan tidak ada yang menjaganya. Hani yang masih belum sadarkan diri terlihat tenang dengan infus dan kabel-kabel yang terpasang di sekitarnya. Ferdi duduk di samping tempat tidur Hani, tergugu memegang tangan sang kekasih.

"Han, cepat sembuh ya," hanya itu kata-kata yang terucap dari mulut Ferdi. Dinda dan yang lain hanya bisa diam. Ternyata di saat-saat seperti ini lebih mudah untuk diam. Tidak seperti adegan sinetron yang menceritakan pemerannya pingsan, lalu pasangannya curhat panjang lebar di sampingnya, dan tiba-tiba si pemeran bangun karena ada keajaiban.

Ngiiikkk

Terdengar suara desisan panjang. Hani terlihat susah bernapas.

"Han? Hani?" Ferdi menepuk pelan pundak Hani. Pikirannya beterbangan dan muncul hal-hal negatif di otaknya.

"Ferdi?" mata Hani setengah terbuka.

"Akhirnya lo bangun juga Han," Ferdi memeluknya, lalu tersenyum haru.

"Tolong sampaikan ke Mama, Hani minta maaf soalnya nggak bisa pulang sebelum maghrib. Hani sudah ingkar janji," ujar Hani pelan. Suaranya melemah pada tiap kata. Ferdi hanya mengangguk dengan mata berkaca-kaca. Antara senang melihat Hani sudah sadar dan sedih karena kondisi Hani sekarang.

A vs BTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang