Part 15

220 29 9
                                    

"Aduh malah tembak-tembakan, panas banget disini, ayuk deh cepet ke mall! Sekalian pajak jadiannya, duh asyik banget pajak jadian dobel empat, emang anak soleha banyak rezekinya ya.. Alhamdulillah. Letsss gowwwww!" Dinda bersemangat.

"Gak ada yang bawa mobil, kah?" Elvis bertanya.

Hening. Tidak ada yang menanggapi.

"Ih sumpil gak ada yang bawa? Jadi harus naik angkot dong? Mana tempat nyegat angkotnya jauh di perempatan! Masa first day of relationship kalian berempat harus berlatar tempat angkot? Nanti ceritanya berubah judul jadi Cintaku di Dalam Angkot dong, bukan A vs B lagi," Dinda mulai nyerocos dengan kecepatan lima kata per detik—mewarisi gen nge-rap­ dari mamanya yang cerewet—tidak sadar kalau dia keceplosan sesuatu.

"Apa Din? Afesbe? Asbe? Afbe? Abesbe? Afeesbe? Apaan, sih?" Zahra melongo dengan judul kedua yang disebutkan Dinda.

"Gak kooook, bukan apa-apa! Gue kalo lagi nge-rap emang suka ngelindur, eheheee.." bohong Dinda yang jelas ketara bohongnya.

"Iya, Din! Apa hayo? Lo nyembunyiin apa dari kita haah?" mata Hani mulai meyipit—menyelidiki Dinda dan segala kebohongannya.

Mendung. Awan hitam bergulung tepat di atas mereka berenam. Petir menyambar-nyambar dengan suaranya yang menakutkan. ((anggep kayak yang di sinetron2))

Sementara itu keheningan playground yang ditinggalkan pengunjung karena akan turun hujan menyisakan Hani, Ferdi, Zahra, Reyhan, dan Elvis yang dengan mata penasaran a menatap Dinda yang tergagap-gagap akan melontarkan sebuah pernyataan.

Dinda memejamkan matanya. Aduh! Anak yang satu ini memang paling tidak bisa berbohong diantara teman-temannya. Pada akhirnya hanya tersisa satu pilihan, yaitu mengatankan kebenaran—kebenaran yang selama ini ia simpan dalam diam.

"Aduh... anu...anuuu.. sebe-sebenernya g-gue d-d-d-darri-dar-dar-dar-dar,"

DAARRRRRR DAARRRRRR DDDAAAARRR

Petir menggelegar membuat suasana point of view Dinda makin menegangkan.

"Allahummashali ala Sayyidina Muhammad, Allahummashali ala Sayyidina Muhammad, Allahummashali ala Sayyidina Muhammad!!!" Dinda (yang mendadak alim) terkaget oleh petir combo tiga kali berturut tersebut.

"Yang lancar ah kalo ngomong, jangan putus-putus kayak yang di sinetron. Mana sok alim lagi," Zahra berkata tajam, setajam silet. ((Alay))

"Aduh, maaf ya temen-temen gue tercinta.. jadi dari dulu gue nulis tentang kisah cinta, aduh gak enak banget ya ngomong 'kisah cinta', Aduh pokoknya cerita tentang kalian, Hani Ferdi sama Zahra Reyhan, terus gue post di Wattpad, ya judulnya A vs B, ya agak gue alay-alay in dikit sih biar dramatis. Yang suka gak banyak-banyak banget sih, yang baca 1.8k, lumayan biar femes dikit, " ucap Dinda sambil memejamkan mata—takut nanti teman-temannya itu marah.

Dinda membuka matanya, napasnya yang tertahan seketika kembali berjalan nomal ketika ternyata kelima temannya itu bukannya muncul dengan wajah marah, tetapi malah tertawa.

"Loh kok malah ketawa?" Dinda melongo.

"Abis, lo sih nyeritain gitu udah kayak lagi nyeritain kalo lo habis ngebunuh orang aja. Pake acara merem-merem segala lagi," jawab Zahra.

"Btw, awas ya lo, Din. Bikin cerita tentang kita gak pake izin dulu. Sini gue cubit," Hani tertawa sambil memasang pose mengejar Dinda yang sedang berpose ingin berlari.

Hujan turun. Deras. Deras.

"HUJAAAANN!!!!!! Ayo cepet ke perempatan cari angkot!" seru Dinda.

Mereka semua berlari. Tertawa. Bersama menerobos hujan. Kalau kalian bertanya kenapa mereka tidak berteduh saja, maka jawabannya simpel, karena mereka masih remaja labil, tolong difahami.

A vs BTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang