Part 12

278 46 8
                                    


"Yawh.. Elhvhis ghakk sheruw iwh ghak shekelash shama khita.."

"Yaelah Zah, kalo mau ngomong bisa ditelen dulu gak si itu makanannya?" Hani melirik Zahra miris.

Hani, Zahra, Dinda, dan Elvis sedang duduk manis di kursi kantin dan menyendokkan makanan ke mulut sambil merutuki keputusan yang membuat Elvis tidak bergabung dalam kelas mereka.

"Kan anak kelas kalian udah dua puluh lima. Sedangkan kelas gue yang sekarang, kalo gue gak pindah kesini, anaknya Cuma dua puluh empat." Elvis adalah satu-satunya dari mereka berempat yang tidak menuaikan sedikitpun protes dengan kelas barunya—bisa masuk sini udah Alhamdulillah, batinnya.

"Tapi kelas lo itu jauh banget di pojok ujung, sedangkan kelas kita ada di ujung satunya lagi, kan anjir." Ujar Dinda setelah selesai menelan sesendok terakhir mi pangsit mangkuk pertama dari tiga mangkuk mi pangsit yang ia beli—Pelampiasan, karena Dinda ingin sekali Elvis ada di kelas mereka. Banyak sekali yang Dinda ingi curhatkan kepadanya, sebab di mata Dinda Elvis sudah seperti Mamah Dedeh KW yang selalu bisa di curhati—bedanya, Mamah Dedeh selalu memberikan solusi yang tepat, sedangkan Elvis solusinya selalu ngawur, gaada yang bisa dituruti.

"Au ah, udah takdir. Lagian 'kan kalo istirahat masih bisa ketemu." Pasrah Elvis.

Akhirnya untuk pertama kalinya setelah sekian lama, meja yang dikelilingi lima buah kursi itu hening, kursi kelima yang kosong tanpa ada yang menduduki itu pun ikut menikmati keheningan mereka yang diisi dengan suara mulut mengunyah makanan.

"Itu kosongkan kursinya, gue boleh duduk ya? Gaada lagi tempat yang sisa soalnya."

Elvis, Zahra, dan Dinda segera menoleh ke sumber suara tersebut, sedangkan Hani sempat menoleh sebentar lalu segera membuang mukanya begitu mengetahui sosok dibalik suara itu.

"Oh... Boleh banget Fer.. ini kursi yang kita bertiga lagi dudukin juga bakal kosong kok, kebetulan gue, si Elvis sama Dinda ada urusan hehehe... duduk aja silahkan." Zahra berbohong sambil tersenyum penuh arti. Elvis segera mengerti apa yang terjadi karena seringnya Dinda curhat tentang Hani dan Ferdi. Sedangkan Dinda masih melongo sambil mengunyah mi pangsitnya dan mencoba mencerna apa yang sedang terjadi.

"Yuk guys kita pergi, nanti keburu istirahatnya abis, nanti urusan kita gak selesai." Hebat, slow respond Zahra seketika hilang jika dihadapkan dengan urusan mencomblangkan. Elvis segera berdiri tanda setuju dengan kata-kata Zahra. Tersisa Dinda dengan wajah penuh tanda tanya lengkap dengan mulut penuh dengan mi pangsit.

"Kita emang punya urusan apa?"

"Yaampun Dinda.. masa lupa sih, misi rahasia kita itu loh!" Zahra mengerjap-erjapkan matanya tanda kode sambil geregetan dengan temannya itu—Zahra tidak sadar kalau sebenarnya dia sering kali slow respond seperti dengan Dinda.

"Misi rahasia apa sih, gue kok lupa? Lagian mi pangsit gue masih ada satu setengah mangkuk, mubadzir.."

Sepertinya Dinda tak kunjung paham dengan apa yang terjadi. Zahra memutuskan untuk mengambil satu mangkuk mi pangsit yang masih penuh dan diberikannya ke Elvis, sedangkan Zahra sendiri memegang mangkuk mi pangsit yang isinya tinggal setengah di tangan kanannya, sedangkan tangan kirinya menggenggam pergelangan tangan Dinda. "Yuk Din, kita pergi, istirahatnya keburu abis. Pangsitnya makan disana aja. Ayuk Elvis." Ujar Zahra geregetan sambil menyeret Dinda pergi dibuntuti dengan Elvis yang menggeleng-geleng prihatin/

Setelah jarak mereka bertiga cukup jauh dari Hani dan Ferdi, Zahra yang sebel sama Dinda pun langsung mencubit lengan Dinda dengan keras.

"ADOOOOHH!!! Apa salahku? apa salah ibuku? Ibuku.. dirundung pilu~~"

"Mampus lo! Gue udah ngirim kode-kode biar ninggalin Si Hani Ferdi berdua aja gakpaham juga ihh!" Sebal Zahra

"Ooooh... Jadi lo mau bilang kalo kita harus ninggalin Hani Ferdi berdua? Baru paham gue... hehe.." Ujar Dinda sambil terkikik kecil.

"Yaampun, temen guee...." Elvis berkata prihatin.

"Dosa apa gue temenan sama lo Din..." Zahra mendengus sebal

"Lagian ya Zah... Walaupun Kita temenan baru kelas sembilan akhir-akhir, kita tuh udah sekelas dari kelas tujuh, dan dalam tempo yang gak singkat itu, lo harusnya udah paham kalo gue itu orang tipe-tipe 'Diajak-ngomong-pake-bahasa-sesuai-KBBI-aja-bingung-apalagi-kode-kodean.' Gue kan gak peka, harusnya lo langsung ngomong kalo Hani Ferdi tinggalin aja berdua, gausah pake kode-kodean elaaah.." Bela Dinda panjang lebar dan gak jelas.

"Yamasa gue harus bilang 'Yuk guys kita tinggalin Hani Ferdi berdua!' kan gaenak Din, yaampun... makanya itu otak dipekain dikit!" Ujar Zahra

"Gak tauk ah. Makin badmood aja gue hari ini huft.. mana mi pangsit kecintaan gue!" Dinda memasang wajah-wajah sebal ala cewek PMS sambil mengambil dua buah mangkuk pangsit yang berada di tangan Zahra dan Elvis.

[-]

Sementara itu, di hiruk-piruk keramaian kantin sekolah, satu meja dengan dua orang yang duduk disekelilingnya justru sepi. Seorang laki-laki yang terduduk di salah satu kursinya memilih untuk bungkam sedangkan perempuan dihadapannya mencoba untuk mengunyah bakso di mulutnya—walaupun kini bakso yang sebelumnya memiliki rasa fantastik itu seperti telah kehilangan rasanya enaknya.

"Ekhm.." Laki-laki itu berdeham dengan seribu satu harapan agar kaca kecanggungan antara mereka bisa terpecahkan—tapi dia tak tahu, kalau kaca itu pecah, maka akan ada hati yang berdarah.

Laki-laki itu, yang biasa kalian sebut dengan panggilan Ferdi itu dalam hati mengutuk dirinya sendiri atas apa yang dia lakukan kemarin malam.

Flashback on...

Hani updated her profile picture | Just Now.


Ferdi yang sedang iseng scrolling timeline Line, mencoba untuk me-refreshnya. Ferdi langsung dihadapkan dengan selfie Hani yang dijadikan gadis itu sebagai foto profilnya. Dalam foto itu Hani terlihat cantik—atau sangat cantik?—Super cantik?—Bisa dibilang super duper cantik.—bahkan 'super duper cantik' masih belum cukup untuk menggambarkan kecantikan dari wajah gadis yang terlukis indah dalam satu buah foto tak tercetak tersebut.

Ferdi segera membuka room chatnya dengan gadis bernama Hani tersebut.

Ferdi : Kok cantik banget sih Han, ProfPic-nya?? [Deleted]

Ferdi : ProfPic-nya minta dipacarin :) [Deleted]

Ferdi : Han, mau gak jadi pacar gue? [Send]

"Anjir anjir anjir anjir anjir anjir anjir anjir anjir anjir anjir anjir anjir!!!! KENAPA KEPENCET SEND YATUHANKUUUUUU...... HAMBA HARUS GIMANA??!!!"

Ferdi membenturkan kepalanya tiga kali ke dinding seraya mengucapkan ribuan do'a agar Hani tidak membaca pesannya, atau mungkin agar servernya rusak sehingga pesannya tidak masuk, ataupun agar pesannya kemudian tenggelam di antara pesan-pesan lain/

Semua harapan yang barusan Ferdi bangun, seketika runtuh ketika ia melihat chat-nya telah diread walau tidak dibalas—Tamatlah riwayatnya.

Flashback Off.

Hani dan Ferdi masih duduk berhadapan di tempat yang sedari tadi mereka duduki—Sedari tadi-pun mereka masih canggung.

"Ehem..." Ferdi memecah keheningan.

"..Han..?"

Mendengarnya, Hani untuk pertama kalinya menolehkan wajahnya ke arah Ferdi.

"Maafya Han, yang kemarin itu dibajak temen."

[-]

Keep vomment ya temen-temen, tinggalkan jejak^^

A vs BTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang