Part 19

176 23 8
                                    

Pengadilan kedua dimulai. Kali ini tanpa Zahra, ia dilarang menghadiri pengadilan oleh hakim. Pak hakim sudah dibuat pusing oleh Zahra.

"Pengadilan dimulai--"

"TOK! TOK! TOK!" Tiba-tiba terdengar suara pintu pengadilan yang diketuk menginterupsi suara Pak Hakim yang akan memulai pengadilan.

"Silahkan masuk!" Perintah Pak Hakim dengan suara tertahan.

Lalu masuklah seorang polisi dengan membawa secarik kertas di tangannya. Kemudian ia maju ke tempat para hakim dan membisikkan sesuatu di telinga sang hakim. Entah apa yang dibisikkan polisi tersebut, nyatanya itu membuat para hakim yang ada di belakang meja sana terkejut.

Semua orang yang hadir di pengadilan dibuat bertanya-tanya. Belum lagi Reyhan yang notabenenya adalah tersangka dari kasus ini belum menampakkan batang hidungnya.

"Ekhem!"
Semua orang yang tadinya sibuk bertanya tanya langsung memalingkan wajahnya ke Pak Hakim.

"Maaf para hadirin, pengadilan kedua ini terpaksa kita tunda lagi."

Setelah Pak Hakim mengetokkan palunya tiga kali, semua orang berhamburan keluar ruang persidangan sambil bertanya-tanya apa yang sedang terjadi.

Zahra yang tengah duduk di depan gedung persidangan untuk menunggu Lidya, melihat mantan sahabat sahabatnya itu keluar dari gedung. Tak ada satupun dari mereka yang melihat Zahra. Alih-alih menyapa, menolehpun tidak. Zahra tersenyum miris. Begitu cepatnya waktu berlalu, sampai ia tidak sadar bahwa ia sudah tak punya tempat lagi diantara mereka.

"Zah. Zahra sadar lo!" Teriak Lidya tepat di telinga Zahra.

"Eh, iya maaf." Ucap Zahra cengengesan.
"Gimana pengadilannya?"

"Huft.. Nggak gimana-gimana, Zah."

"Hm? Emang tadi di dalem ngapain? Perasaan cepet banget.. " Tanya Zahra dengan kebingungan.

"Pengadilannya di tunda lagi. Gue gatau kenapa. Yang gue tau, tadi Reyhan gaada di dalem."

"Apa?! Kok bisa? Reyhan di mana? Dia ga kenapa-napa kan?"

"Gue juga gatau."

Zahra dengan wajah cemasnya memikirkan apa yang terjadi dengan Reyhan. Mereka berdua diam terduduk di satu bangku dengan memikirkan pikirannya masing-masing.

"Zah. Daripada kita diem gini, gimana kalo kita pergi ke tempat Reyhan ditahan?"

"Boleh juga tuh" Ucap Zahra ragu-ragu.

Walaupun jarak antara gedung persidangan dan penjara tidak terlampau jauh, Lidya memacu mobilnya sekencang yang ia bisa. Lidya tidak mau Zahra terus terusan cemas seperti ini.

Sesampainya disana, bukan Reyhan yang mereka dapati, tetapi malah para polisi yang mengatakan bahwa Reyhan sedang tidak bisa ditemui. Wajar saja bagi Zahra merasa bertambah cemas. Pikirannya melayang kemana mana. Pada akhirnya, Lidya memutuskan untuk membawa Zahra pergi dari sana.

"maaf, mbaknya mau pesan apa?" tanya seorang pelayan.

"Zah. Lo mau apa?"
Hening. Zahra seperti tidak berada disitu saja. Bahkan pandangan matanya juga terasa kosong.

"Eh.. Pesen Vanilla Espresso nya 1 Mocha Frappucino nya 1 sama 2 porsi roti bakar rasa coklat ya."

"Ditunggu sebentar ya mbak, pesanannya."

Setelah pelayan itu pergi, Lidya menolehkan wajahnya pada Zahra.

"Zah. Lo jangan gini dong. Gue berasa terkacang nih.." Ucapnya berusaha mencairkan suasana. Namun, Zahra tetap terdiam.

"Zah, walaupun kita tadi gaketemu sama Reyhan, tapi gue tau kok kalo dia baik baik aja."

Mendengar nama Reyhan disebut, Zahra menolehkan kepalanya.

"Mungkin 2-3 hari lagi kita coba kesana lagi aja. Kali aja kita udah boleh nengokin Reyha. Ya?" Tawar Lidya.

Zahra hanya mengangguk.

"Gue takut Lid. Gue takut Reyhan kenapa-napa. Di tambah lagi tadi gue ketemu sama mantan sahabat gue, dan mereka gak ngganggep gue ada. Ngeliat gimana dulu kita deket banget, dan sekarang jauhan kayak gini. Gue sakit hati liatnya." Ucap Zahra dengan mata menahan tangis.

"Gue tau kok. Gue juga pernah ngalamin kayak gitu. Tapi gue kasih tau ya Zah. Yang namanya sahabat itu gak bakal ninggalin kita. Kalo emang mereka sahabat lo, mereka pasti bakal balik sama lo lagi emtah gimana caranya. Tapi kalo ternyata itu enggak, relain aja. Lo gabisa terus terusan gini Zah."

"Tapi.. Lo tau lah Lid. Gue masih butuh waktu. Gue gabisa gitu aja ngabaiin mereka yang dulunya sahabat gue. Gue masih peduli sama mereka Lid. Apa emang cuma gue yang ngganggep kami dulu itu sahabatan ya.."

"Hush. Gaboleh ngomong gitu. Gue tau kalian dulu sahabatan. Dan sekarang gue tau mereka juga masih peduli sama lo. Tapi cuma gara-gara salah paham ini yang bikin kalian pecah."

"Do'ain aja gitu." Ucap Zahra dengan senyum miris.

"Iya amiinn.. Udah deh, mending kita makan aja dulu. Masalah itu kita lupain sebentar dulu."

Dan Zahra baru sadar kalau di depannya tau tau sudah ada makanan. Padahal tadi dia nggak mesen. Tapi bukan Zahra namanya kalo makanannya nggak langsung disikat. [😂🔪] Dengan lahap, ia memakan makanannya sambil perlahan lahan menenangkan pikirannya.

[-]

Esok harinya, Zahra masih memutuskan untuk tidak masuk sekolah. Ia masih terlalu takut untuk bertatap muka dengan mantan sahabatnya itu. Bahkan, spam messages  dari Lidya, Devi, dan Diandra juga ia abaikan. Ia masih lelah dengan semua ini. Ia ingin beristirahat sejenak. Lama-kelamaan ia pun tertidur.

[-]

"Hani.. Gue iri sama lo. Enak banget lo udah tenang disana."

Dinda mendengar ingauan Zahra. Dia sedikit terhenyak mendengarnya. Sebenarnya ia enggan sekali untuk kesini. Tapi karena desakan dari para guru yang menyuruhnya mengantar tugas-tugas, akhirnya ia tidak bisa melawan. Untung saja waktu ia kesini Zahra sedang tidur. Jadi ia bisa masuk dan pergi diam-diam dari kamarnya setelah menaruh tugas dari sekolah.

Dinda cepat-cepat pergi dari kamar Zahra, sebelum Zahra terbangun. Tapi malangnya, ketika ia sudah sampai di gerbang rumah Zahra, ia malah bertemu Lidya, Devi, dan Diandra.

"Mau apa lo kesini?!" tanya Devi galak.

"Bukan urusan lo!" Jawabnya dengan ketus.

Lalu ia segera pergi meninggalkan rumah Zahra.

Setelah dipersilakan masuk, Lidya dan kawan kawan segera ke kamar Zahra.

"Zah, bangun Zah." Devi mencoba membangunkan.

"Gue masih ngantuk, kak" Jawabnya setengah sadar.

"Udah sore woy. Kita ada obrolan penting tentang Reyhan nih."

Nama Reyhan terdengar jelas di telinga Zahra. Ia langsung bergegas bangun dan pergi ke kamar mandi. Setelah dirasa cukup rapi, ia segera duduk disamping Devi.

"Sebelum kita ngobrolin Reyhan. Gue mau nanya. Tadi Dinda kesini, dia ga ngapa ngapain lo kan?"

"Dinda kesini Lid? Mau apa dia?"

"Gue juga gatau. Biarin aja deh, yang penting lo gapapa."

"Oke. Sekarang Reyhan kenapa?"

"Tadi kami udah kesana nyoba ngecek keadaan Reyhan. Untungnya dia ga kenapa napa. Katanya kemaren dia pingsan. Tapi gue gatau kenapa dia pingsan."

"Ohh.. Alhamdulillah deh. Trus sekarang gue bisa kesana?"

"Gabisa Zah."

"Lah.. Kenapa?"

"Pengadilannya dimulai malam ini."

A vs BTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang