Part 18

183 22 24
                                    


"POKOKNYA REYHAN NGGAK SALAH!!!" Zahra berteriak, ia tak bisa menahan diri untuk tidak berontak. Segera ia berlari ke arah hakim, lalu mengetokkan palu hakim seenak jidatnya.

Kacau.

Suasana menjadi sangat kacau sekarang. Petugas keamanan sudah mencoba untuk menahan Zahra agar tidak memberontak, tapi Zahra masih saja enggan untuk tenang.

"Haha, udah Zah, lo persis paribahasa sesak berundur-undur, hendak lari malu, hendak menghambat tak lalu—gak bisa ngelawan, tapi sok bisa bertahan. Malu-maluin," ucap Ferdi tenang dari tempat duduknya.

"Terima aja Zah, kenyataan kalau Reyhan pacar lo itu udah ngebunuh sahabat lo sendiri," Dinda ikut bekata dari sebelah Ferdi.

"Pft. Tragis," tanggap Elvis yang ada di sebelah Dinda.

Kedua bola mata Zahra menyipit, memandang tiga ekor manusia yang kemarin kemarin masih menjadi temannya. Tangan kanan dan kirinya kini sudah memegang masing-masing satu sepatu untuk melempari tiga anak yang entah mengapa hari ini wajah mereka terlihat menjijikkan di depan Zahra.

"Biarin! Dari pada kalian, Muna! Muna! MUNAAA!!"

Plak Plak Plak

"Aww!"

"Aiiiih!"

"ADUUUUUHH!"

Kedua sepatu yang berada di tangan Zahra sempurna sudah meluncur ke kepala Ferdi dan Elvis lalu keduanya memantul indah ke kepala Dinda secara bersamaan

"Goal!" batin Zahra.

Namun, tiga detik kemudian, petugas keamanan akhirnya datang lagi dan menyeret Zahra keluar ruangan.

"Udah! Gue keluar sendiri, gak usah diseret-seret," Zahra mengibaskan kedua tangannya yang dipegang oleh petugas keamanan lalu berjalan bak model menuju pintu keluar. Sebelum dia benar-benar keluar, Zahra menoleh ke arah Ferdi, Elvis, dan Dinda, lalu berkata, "dadah, para muna!" lalu melambaikan tangan sejenak sebelum pintu keluar tertutup sempurna.

Kacau. Pengadilan ini benar-benar kacau.

[-]

Di luar gedung pengadilan, berdirilah Zahra yang lalu berjalan selangkah dan selangkah lagi tanpa melihat ke belakang.

Dia tersenyum walau ada rasa bersalah meninggalkan Reyhan di ruang pengadilan jahat itu. Sejenak melihat ke tanah mendapati hanya ada kaus kaki yang menutupi kakinya lantaran sepatunya sudah ia lempar ke tiga anak itu tadi, tapi itu bukan masalah besar, lagi pula sepatu itu ia dapatkan dari obralan diskon di pasar minggu yang ia beli dengan harga sepuluh ribu per pasangnya.

Tiin Tiin!!

"Dek! Mau naik enggak??"

Zahra otomatis meluruskan pandangannya ke depan, mendapati dirinya sudah berada di pinggir jalan dengan sebuah angkot merapat di hadapannya.

"Oh... iya pak, saya mau naik,"

Zahra kemudian masuk ke dalam mobil angkot itu, biarlah mau dibawa ke mana dia, sampai nanti sore pun bukan masalah.

"Bentar ya, Dek, angkotnya nge-tem­ dulu, nunggu penumpang," Bapak supir itu berucap.

"Oh, iya, Pak,"

"Gak sekolah, Dek?" Bapak supir angkot itu bertanya.

"Oh, enggak, Pak. Izin sakit.."

"Kamu anak SMA mana?"

A vs BTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang