20

15.5K 814 65
                                    

♧♣♧♣♧♣♧♣♧♧♣♧♣♧♣♧

Semua ucapan Jeje siang tadi bagaikan kaset yang terus di putar berulang - ulang di kepala ku. Ucapan Jeje bagaikan hantaman telak untukku.
Kini membuat ku semakin di lema.

Sekarang aku harus bagaimana ?

Huft..

Sedari tadi aku melajukan mobil ku tidak jelas tujuan nya. Bahkan hari sudah mulai gelap pun aku masih ada di balik kemudi.

Veranda !

Shitt...

Bahkan namanya juga bagaikan kaset yang terus di putar tanpa bosan.

Harus ku akui aku merindukan nya, bahkan sangat merindukan bidadari itu.

Drt drt drt drt

Getaran ponsel ku mengalihkan fokus ku.
Ku lirik pada Ponsel yang terletak di dasbor mobil. Tanpa niat untuk menyentuhnya.

Naomi !

Huft...

Aku benar - benar hilang arah sekarang.
Keputusan ku untuk menerima perasaan nya membuat ku semakin bingung dan pusing. Rasanya ingin banget membenturkan kepala ku ke tembok.

Ku acuhkan panggillan dari nya, aku ingin sendiri sekarang.

Tunggu !

Ini bukannya jalan mau ke apartemen nya Ve ?

Huft.. bahkan rindu ku sendiri membawa pada sang pemilik nya.

Ku hentikan mobil ku di bastmen apartemen mewah ini. Menarik nafas dalam - dalam.

Mungkin gak papa jika aku ingin sedikit membiar kan rindu yang menggunung menemukan apa yang di butuh kannya.

"Loe bisa Nal, tenang " ucap ku menyemangati diri ku sendiri.
Aku berharap, jika bertemu denganya, aku tidak menerima tamparan keras seperti waktu itu.

Semoga.!

Aku meraih ponsel ku dan memasukkan nya dalam saku jeans ku. Lalu menghembuskan nafas kasar, dan membuka pintu mobil dan melangkah turun.

Ting

Pintu lift terbuka. Dengan gugup aku melangkah keluar saat pintu lift terbuka di lantai lima belas di mana apartemen Veranda berada.

Semakin dekat langkah ku dengan pintu apartemen nya. Maka jantung ku juga semakin cepat berdetak. Semakin membuat ku gelisah.

Ku hentikan langkah ku tepat di depan pintu coklat. Kembali aku menarik nafas ku dalam - dalam. Menghembuskan nya dengan perlahan. Berharap bisa membuat ku sedikit tenang.

Ku angkat tangan kanan ku untuk menekan bel.

Ting tong..

Aku diam menunggu. Kembali jantung ku berpacu layak nya pacuan kuda.
Tidam bisa kah dia berdetak sewajarnya saja.
Detakkan ini semakin membuat ku gelisah.
Kembali ku tekan bel apartemen Veranda. Dan tidak kurasa ada nya tanda kehidupan di dalam.

Apa ve tidak ada ?

Ku lihat jam tangan ku. Ini baru pukul delapan malam. Dan dia belum pulang kah ?

Huft..

Dia tidak ada.
Sekarang bagaimana ?
Menunggu atau pulang ?.

"Huft, lebih baik aku pulang " gumam ku. Tapi berbeda dengan gerak tubuh ku. Dia malah berbalik dan menekuk lutut ku dan duduk di lantai bersandar di pintu.

Kinal Or KinanTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang