Maafkan aku, jika cerita ini seperti ilusi jauh dari realita, maafkan aku juga jika cerita ini tidak sesuai mau kalian. Maafkan aku juga jika nanti endingnya tidak sesuai mau kalian. Tapi sebenarnya cerita ini berdasarkan kisah nyata lo 😢 kisah nyata siapa? Tebak sendiri aja 😢
Maafkan aku 😢🙇
*****
"Mamii..." Amanda berlari menuruni tangga menemukan Natasha yang sudah tergeletak tak berdaya. Darah mengucur dari dahinya.
"Mami.. Bangun Mi" Amanda mengguncangkan tubuh Natasha. Natasha terjatuh dari tangga, tanpa sengaja dia terpeleset dan akhirnya tergeletak di lantai seperti ini.
"Pak Miinn... Pak..." panggil Amanda kepada supir keluarga ini. Amanda mengangkat kepala Natasha untuk di pangkuannya. Tangisnya pecah. Sean hanya bisa menatap mereka dari atas. Khawatir namun dia tidak bisa berlari menuruni tangga
"Billy! Tolong cari pak Min sekarang. Cepat sayang" perintah Amanda pada putranya yang berdiri terpaku melihat sang nenek jatuh pingsan. Billy berlari mencari keberadaan supirnya.
Beberapa menit kemudian supir itu datang dan menggendong Natasha membawanya menuju rumah sakit. Amanda sempat melirik kearah Sean yang menampakkan raut wajah khawatir namun tak bisa berbuat apa - apa. Sean masih duduk diatas kursi roda dan ini benar - benar menyusahkan.
Amanda mengajak Billy meninggalkan rumah menuju rumah sakit membawa serta Natasha kerumah sakit. Seberapapun hatinya kesal pada Natasha, dia tetaplah mertuanya. Sudah tugas dan kewajibannya menjaga Natasha dalam kondisi apapun
"Mi bertahanlah mi" ujar Amanda mengelus rambut Natasha. Dia tak peduli banyaknya darah membasahi pahanya. Membuat celana putihnya berubah warna.
Setibanya dirumah sakit para dokter dan tim media segera melakukan tindakan. Apapun di lakukan agar kondisi Natasha tetap stabil. Amanda terus berdoa agar kondisi Natasha baik - baik saja
"Manda.." Amanda menoleh dan mendapati Revan bersama Sean berjalan cepat kearahnya
"Papi" Amanda tersenyum tipis menatap Sean
"Gimana keadaan Natasha?" Amanda menggeleng
"Mami masih di dalam sudah ditangani dokter" ujar Manda lemah. Dia melirik Sean yang hanya diam tanpa berniat bersuara. Hati Manda masih kesal akan sikap Sean pada Billy. Dia memilih mengacuhkan Sean
Seorang dokter keluar dari ruang perawatan, Revan menghampirinya "Bagaimana keadaan Natasha??"
"Bapak suaminya?" tanya dokter itu. Buru - buru Revan mengangguk
"Pasien mengalami pendarahan cukup parah, sekarang dia kekurangan darah. Sayangnya persediaan darah yang sama dengan golongan darah pasien sedang kehabisan stok di rumah sakit ini dan golongan darah Ibu Natasha sangat langka" ujar dokter itu dengan nada penyesalan
"Lalu bagaimana dok??"
"Kita harus mencari orang dengan golongan darah yang sama" Revan memandangi Sean namun Sean menggeleng
"Maaf dok, saya dan putra saya memiliki golongan darah yang berbeda dengan Natasha. Tapi saya -"
"Dokter golongan darah saya sama dengan Mama. Ambil darah saya saja dok, sebanyak apapun tapi tolong selamatkan mama mertua saya" potong Amanda. Revan dan Sean menatapnya kaget
"Golongan darah ibu?" tanya dokter itu
"AB +. Sama dengan Mami" jawab Amanda. Dokter itu mengangguk dan meminta Amamda untuk ikut bersama perawat itu. Sementara Amanda pergi ke dalam ruangan Reva menghampiri cucunya yang menatap Sean ketakutan
"Billy sudah makan?" tanya Revan lembut namun Billy menggeleng cepat lalu menjaga jarak dengan Revan dan Sean. Hati kecil Sean sedikit merasa tercubit melihat pancaran ketakutan dari mata Billy padanya.
Revan menghela napas "Seorang ayah ditakdirkan sebagai pelindung" ujar Revan pelan "Bukan hanya melindungi istrinya tapi juga anak dan keluarganya" helaan nafas Revan terdengar karena antara Sean dan Revan saling diam
"Pria sejati akan menepati komitmen yang dibuatnya" lanjut Revan lagi. Kini Revan menyentuh bahu Sean "Papi ingin kamu bisa menjadi pria terbaik untuk keluargamu" Sean hanya diam saja
"Kamu dan Qiery boleh saja saling mencintai, tapi kisah kalian telah berakhir" lanjut Revan "Kini kalian sudah sama - sama memiliki pasangan hidup. Dan tentu cinta itu akan salah karena menyakiti banyak pihak" Sean masih bertahan menutup mulutnya
"Melupakan tidak semudah memulai mencintai. Segalanya butuh proses. Jika ada niat dan usaha" Revan beranjak hendak meninggalkan Sean
"Tuhan tidak memberi segala yang kamu inginkan bukan berarti Tuhan tidak menyayangimu. Tapi Tuhan menggantikan apa yang kamu inginkan dengan apa yang kamu butuhkan" ujar Revan bijak. Sean memandang Revan dan Revan tersenyum
"Kamu adalah putra kebanggan papi, jadi papi berharap kamu bisa lebih dewasa. Menghadapi segala masalah" Revan berjalan menjauhi Sean mencari keberadaan Billy. Karena tentu cucunya telah mengalami guncangan hebat hari ini.
"Qiery.." desah Sean pelan
"Amanda..." Sean menutup matanya dan menghela napas mencoba mencerna perkataan papanya. Haruskah?
****
Jakarta!
~Hidup memang pahit tapi jika terus berlari dari kenyataan hidup kapan kita dewasanya?~
"Kamu istirahat saja dulu ya?" ujar Adam membelai rambut Qiery. Qiery hanya tersenyum tipis. Dia sangat lelah dengan perjalanannya. Membawa perut buncit dan menjalani perjalanan yang jauh dari Denpasar menuju Jakarta
"Aku akan segera pulang. Jika kau butuh sesuatu hubungi aku oke"
"Sudahlah aku tidak akan apa - apa. Ada mama di sini. Kamu tenang saja ya?" Qiery memasang senyum di wajahnya sebaik mungkin. Adam menghela napasnya. Pasalnya wajah Qiery sangat pucat sejak tiba di Jakarta
"Sore ini kita akan ke dokter oke?" Qiery menggeleng
"I'm oke, jangan lebay ya Adam" desah Qiery. Adam tertawa mencium kening Qie pelan dan meninggalkan istrinya. Qie menatap mobil Adam keluar dari rumahnya.
Ada secuil rasa rindu dihatinya pada Sean. Sungguh dia ingin melihat Sean. Ingin bertemu dengan Sean namun berusaha di tepisnya. Rasa rindu yang salah yang tentu tidak pada tempatnya.
Tbc
Maaf pendek bgt ya? Mood aku hilang nih lanjutin ini cerita maahap ya? Hehe
KAMU SEDANG MEMBACA
Main Serong (END) 21+
RomanceAku seorang wanita cantik, muda dan berbakat. Banyak pria yang mengejar - ngejarku untuk menjadikan aku sebagai kekasihnya bahkan ada yang melamarku. Tapi sayang, aku hanya mencintai satu pria. Pria masa laluku yang selalu menjadi pelabuhan akhir ci...