"Dia beruntung aku tidak mematikannya seperti lalat ; puf." Andy mengomel pelan.
"Harusnya tadi aku bisa pura-pura jatuh dan tidak sengaja menjepitnya."Aku memutar mata. Dia pintar sekali.
"Tenanglah." Joe berdecak, secara tidak langsung memaksudkan sekitar. Beberapa orang tua menoleh kearah kami. Mungkin bertanya-tanya dalam hati, apakah sebenarnya Andy dan Patrick punya kebencian begitu dalam kepada lalat hingga berkata kotor seperti itu. "Kalian sama sekali tidak berjaga untuk paparazi. Kita cuma pakai topi dan kacamata."
"Apa mukaku mengatakan bahwa aku peduli?" Andy membalas, bersedekap. "Si-bastard-Baron. Tunggu pembalasanku. Cuh."
Setelah dari apartemen Baron, kami segera pergi ke bandara untuk mengejar penerbangan mereka. Andy dan Patrick tampaknya tiba-tiba punya pendapat yang sama. Kami duduk berhadapan di bangku panjang; Pete membiarkanku memakan telur orak-ariknya di kotak makan siang dari styrofoam, sementara Joe memainkan ponselnya. Aku memangku jaket Pete dan Patrick seraya mengunyah telur, berusaha tidak mendengarkan ocehan grup Si Kesal.
"Ocean, kau lihat chips-ku?" Joe meraba-raba sekelilingnya, menjauh dari ponsel. "Kurasa aku sudah memasukkannya di tas."
"Tas punyamu disini, J." Aku mengoper tas punggungnya yang cuma berisi snack untuk di pesawat. Dia mengambil tas itu dan segera memakainya. Tidak sengaja menyikut Andy dalam prosesnya. Cowok itu mengeluarkan suara seperti tersedak, membalas Joe segera.
Speaker disepanjang bandara mengumumkan bahwa gerbang keberangkatan mereka sudah terbuka dan diharap untuk mulai mengantri. Suara wanita yang teredam dan membosankan; seperti wanita yang memberitahu bahwa pintu bioskop telah terbuka. Aku mengikuti cowok-cowok ini berdiri, memutuskan untuk berhenti di dekat gerbang pemberangkatan untuk mengucapkan selamat tinggal.
"Aku tidak mau pergi dari Los Angeles. Cuaca disini selalu hangat." Pete mendekapku segera. "Apartemenku juga lama tidak kukunjungi selama setahun belakangan."
"Aww, Pete." Aku menepuk-nepuk punggungnya. "Sudahlah. Ketika libur nanti kan, kau selalu bisa kesini."
"Benar juga." Dia menjauh, mengambil nafas. Kuserahkan jaket abu-abunya, tersenyum. Pete balas tersenyum; tangannya terulur untuk menggosok rambutku. "Kau baik-baik dengan Baron, kan?"
Kuanggukkan kepala, meyakinkannya. "Kami tentu akan baik-baik saja, jangan khawatir."
Andy menarik punggungku hingga berpaling kepadanya; langsung memeluk. "Kau hati-hati, oke?" Dia mengecup puncak rambutku. "Cepat pulang, dan, kau selalu bisa telepon polisi--"
Aku menyubit lengannya, membuat cowok ini mengaduh sementara dia bilang, "ini serius!"Patrick merampasku dari Andy seraya menjulurkan lidah. Cowok drummer itu melempar pandangan 'awas kau nanti' ke temannya. "Oke, Ocean, dengarkan aku." Dia menahan kedua pipi, membuatku menatapnya langsung. "Aku akan pergi, dan beli tongkat bisbol untuk berjaga-jaga."
Kutatap dia dengan pandangan 'serius' sebelum melepaskan diri; menyambut Joe yang menggosok rambutku sebentar, tidak bilang apa-apa kecuali selamat tinggal.Tipikal Joe yang kusuka.
Aku langsung menaiki taksi terdekat untuk pulang, setelah mereka menghilang. Perjalanannya tenang dan agak lama karena ramai. Selain itu, supirnya juga bukan jenis-jenis ramah yang mengobrol banyak. Jadi aku memainkan ponsel sepanjang perjalanan, merencanakan untuk menonton kartun dan tidur lebih lama begitu sampai.
Namun semua ekspektasiku hancur ketika lift sampai di lantai apartemen. Menemukan cowok berambut gelap yang duduk didepan pintuku, menyelonjorkan kaki.
Kukira itu Calum, tapi buat apa dia kesini?"Calum?" Aku mendekat, setengah heran. Lelaki itu mendongak. Benar, dia Calum.
Sejujurnya, Cal yang sekarang tampak lebih buruk daripada Luke kemarin. Wajahnya jelas-jelas mengatakan antara 'pergi dari jalanku atau mati', dan 'jangan ganggu aku yang tidak tidur tiga hari ini, tolong'. Aku tidak pernah tahu dia bisa punya kantung mata. Aku mengumpulkan diri, berdehem. "Ada apa kesini? Perlu sesuatu?"
YOU ARE READING
Magic \\ Calum Hood
Fanfiction"Kau percaya sesuatu tentang sihir, Ocean?" "Tidak." Ocean menggeleng, menjauhkan perhatian dari bukunya. "Memang kenapa?" Alice menyeringai, mengeratkan tangan Calum di sekitar pinggangnya. "Dia seperti sihir bagiku; Calum Hood." __ © Stupidnyan...