Get ready for long chapter lol
--
Calum langsung melompat ke salah satu taksi segera setelah kami bisa menemukannya. Untuk itu, kami harus tertawa-tawa sepanjang jalan dan kehabisan napas ketika sampai di taksi.
Aku kesusahan untuk menarik nafas sementara tertawa. Tawa Calum sangat menular, mungkin karenanya aku ikut tertawa sepanjang waktu."Yaampun." Aku menekankan kepala ke sandaran. Meletakkan tangan di dahi." Aku panas banget."
"Aku kaget kau melakukannya. Biasanya Luke atau siapa akan melakukannya untukmu."
Aku merona, menyikut Calum yang tertawa. Dia terasa dingin.
"Kau panas sekali." Cal menahan tanganku. "Sebaiknya nanti kau ganti kaus saja."
"Terimakasih."
"Tentu saja."
Aku baru sadar kami bergandengan ketika nyaris sampai ke apartemennya, aku akan keluar dari sebelah kiri dan dia sebelah kanan.
Ternyata dia mengikutiku keluar dari sebelah kiri, tidak melepas genggaman tangan seraya membayar taksi lewat jendela."Terimakasih." Kata Calum kepada supir taksi.
Aku mendengar, "sama-sama" ketika kami berpaling dan memasuki gedung.
Aku sudah dua kali ke apartemen cowok-cowok ini, dan aku menjadi cukup familiar dengan lobi berdinding bata merah dan tanaman tropis yang digantung di pojok-pojok.
Meja informasinya dihiasi bunga putih dalam pot kecil, ada kafe kecil berisi macaron dalam kaca dan berbau vanilla disebelahnya. Selain itu, ada Dunkin Donat di pojok dan ATM di pojok satunya.Dia memasuki lift, masih menggenggam tanganku.
"Bukan ide yang bagus untuk mengenakan hoodie di cuaca LA, kan?" Cal menyenggol bahuku, tertawa.
Aku memutar mata. "Tentu saja tidak. Aku cuma malas ganti."
Rasanya aneh tidak merasa canggung lagi dengan Calum. Dia tidak menggodaku soal hoodienya lagi dan langsung mengganti topik dengan cepat. "Kau belum makan sesuatu untuk makan siang. Mau pesan Pizza?"
"Hanya jika itu berpinggiran mozarella."
"Tentu saja kau akan katakan itu."
"Darimana kau tahu?" Aku mencemooh.
Dia mencemooh balik dengan pandangannya, mulai menyusun hal-hal tentangku yang kemungkinan besar dibacanya di internet.
"Ocean Breeze Valens. Punya anjing peliharaan di rumahnya sejak kecil. Anjingnya yang pertama adalah anjing kecil cokelat bernama Eel dengan E dobel.
Tidak suka nasi kecuali sushi, suka daging domba, yang di kelas 8 pernah punya fase untuk meninggalkan kelas setiap waktu dan pergi melihat laut dari atap sekolah, warna kesukaan peach pastel dan hitam, tidak percaya dengan adanya hari atau tanggal buruk, dulu dikamarmu ada 'kosmos' yang dipasang di atap-atap kamar, suka dengan kesunyian dan malam hari, suka masakan Italia dan diam-diam Meksiko, tidak suka makan pagi."
Aku menatapnya yang melanjutkan ceramah sementara pintu lift terbuka dan kami berjalan beriringan.
"Suka dengan mozarella. Ah, maksudku, obsesi pada mozarella dan restoran diner. Suka mencoret-coret pojok tembok di rumahnya dulu, dan suka traveling meskipun kebanyakan waktu kau hanya menetap di hotel dan membaca buku.""Kau pasti lihat dari video 20 pertanyaan oleh Vogue."
Dia mengangkat bahu, mendorong pintu depan setelah membuka kuncinya. Aku mengikuti, kali ini tidak melepas sepatu di dekat pintu dan duduk di kursi konter sementara Calum berjalan masuk ke kamarnya.
"Kau punya berapa anjing, memang?" Dia keluar secepat kilat dan melemparkan kaus bewarna hitam ke pangkuanku.
Aku memeluk kaus Cal di dada, berpikir sebentar. "Sekarang ada Chico, Jonathan dan Peter. Oh dan itu, Molly. Di rumah Dad ada Opal. Dan lebih banyak, kukira. Tetapi mereka semua anjing penjaga."
YOU ARE READING
Magic \\ Calum Hood
Fanfiction"Kau percaya sesuatu tentang sihir, Ocean?" "Tidak." Ocean menggeleng, menjauhkan perhatian dari bukunya. "Memang kenapa?" Alice menyeringai, mengeratkan tangan Calum di sekitar pinggangnya. "Dia seperti sihir bagiku; Calum Hood." __ © Stupidnyan...