"Kita mau kemana?" aku bertanya dengan bodoh. Menyadari pertanyaanku sebelumnya, langsung kukoreksi diri sendiri. "Maksudku, diner didekat sini. Seberapa jauh jaraknya?"
"Beberapa saat lagi kita seharusnya sampai." Calum menyibak rambutnya sehingga tidak menutupi mata. Dia menjadikan tubuhnya pembatas antara aku dan jalan raya. Resse's mengendus-endus sekelilingnya, berjalan di belakang kami.
Lengan Calum sedang berada disekeliling pundakku sementara kami berbagi lagu The Neighborhood lewat earphone."Disini." dia mendesah ketika menemukannya. Aku mendongak, menemukan bangunan yang persis seperti yang kulihat di film-film lama. Tempatnya sangat lucu sehingga aku bertanya-tanya dimana dia menemukannya. "Kita bisa duduk diluar, karena Resse's."
Aku memperhatikan caranya menuntunku ke sebuah booth kecil di bagian pojok luar, tersembunyi daripada tempat lain diluar. "Kau pernah kesini sebelumnya?"
"Pernah, Mali mengenal pemiliknya." Calum menaikkan tangannya, menunggu seseorang datang dan membawakan menu. Segera setelah itu, perempuan pendek dengan rambut pirang terang menghampiri. Cowok didepanku nyengir. "Hei, Clara."
"Calum, what a lovely surprise." Clara mempunyai ekspresi terkejut dan senang di wajahnya ketika dia berkacak pinggang. Dia menatapku, tersenyum sopan menyapa. Aku membalas senyumannya dengan sopan. "Aku lihat kau kesini bersama cewek."
Calum terkekeh, kukira aku melihat rona merah muda di wajahnya. Tetapi hanya itu saja. Dia memesan sesuatu yang kedengaran seperti set sarapan English Muffin dan omelet, juga sepiring sandwich Hawaii. Cowok di depanku ini memesan satu piring kentang dan onion ring sebelum menyetujui semuanya.
"Apa omelet-nya milikku?"
Dia menahan dagu dengan tangan, kacamatanya belum dilepas. Aku benci tidak bisa melihat matanya secara langsung. Rasanya tidak sopan berbicara dengan seseorang menggunakannya.
"Omelet-nya punyamu, karena aku suka ham dan nanas.""Ew. Aku tidak suka nanas."
"Kenapa?" Calum menampilkan wajah tersakitinya. Aku tersenyum sedikit.
"Rasanya menjijikkan. Entahlah." Kusingkirkan rambut dari leher. Resah dengan cuaca Los Angeles dan betapa canggungnya kami duduk disini berdua. Terutama setelah apa yang terjadi kemarin.
"Aku dengar kamu Home School?" Calum mengagetkanku dengan bertanya duluan. Cowok ini mengambil kopinya dan mulai menyesap. "Aku tidak pernah melihatmu belajar."
"Benar." Aku berhenti sebentar sebelum menjawab. Berpikir lagi apakah dia pernah melihatku belajar, namun nihil. Belakangan ini aku sibuk mengurus semuanya setelah X-Factor. "Well, yah.. aku belajar ketika jadwal memungkinkan. Saat ini aku sedang liburan, sebenarnya."
"Setara dengan kelas 2 Sekolah Menengah Atas?"
Aku mengangguk. "Setelah liburan ini, aku naik kelas 3."
"Wow.. Lalu, apa kau akan melanjutkan kuliah?" Dia kedengaran tak percaya akan betapa cepatnya aku tumbuh. Aku tersenyum, ingat pada Dad.
"Iya, aku akan mengambil di CalArts."
"Kukira kau akan mengambil Juilliard seperti Dax dan Eric." Calum melanjutkan. "Musik bukanlah segalanya, huh?"
"Tidak. Tidak juga." Aku meraih kopi dan menyesapnya. Pelayan datang, meletakkan kentang dimeja kami. Calum mengambilnya dengan segera. "Kau tahu aku mencoret-coret tembok rumahku karena mum menolak membelikan buku gambar."
"Aku tidak tahu itu." Dia mengakui, tersenyum sedikit. "Aku hanya tahu kau punya sisi pemberontak itu, ketika mum-mu menolak membelikan buku gambar."
YOU ARE READING
Magic \\ Calum Hood
Fanfiction"Kau percaya sesuatu tentang sihir, Ocean?" "Tidak." Ocean menggeleng, menjauhkan perhatian dari bukunya. "Memang kenapa?" Alice menyeringai, mengeratkan tangan Calum di sekitar pinggangnya. "Dia seperti sihir bagiku; Calum Hood." __ © Stupidnyan...