14

36 2 1
                                    

Aku berguling kesamping, memencet pesan suara yang dikirimkan ke ponselku. Nomor Simon terbaca dilayarnya.

"Halo. Ini Simon. Maaf karena aku telah mengusikmu siang-siang. Sarkasmeku sudah terasa bagimu yang selalu acuh tak acuh?" Lalu dia terkekeh, meninggalkanku memutar mata. "Maksudku, kamu tidak ke studio. Biasanya kamu yang paling bersemangat datang untuk latihan menyanyi. Pastikan kau datang hari ini. Kita kedatangan tamu ; saudara jauh dari Christina. Aku berpikir kalian bisa mengobrol sebentar? Dia adalah jurnalis berita di koran Australia yang ditugaskan untuk menanyakanmu-- maksudku wawancara. Yah. Mungkin kalau kau bisa kesini."

Mengusap mata, sebenarnya aku tidak mengingat Calum. Tapi ketika berdiri, aku mengingatnya lagi; entah kenapa. Aku berjalan ke kamar mandi untuk bersiap-siap pergi ke studio. Tidak repot-repot untuk mengganti baju atau apapun. Kunaiki lift untuk turun kebawah dan memesan taksi (sebenarnya berhenti di Starbucks untuk memesan kopi dulu sebelum itu).
Simon sedang mengisi daftar hadir ketika aku sampai, tampaknya akan pergi keluar.

"Hai, Ocean dear!" Simon tersenyum, mencodongkan tubuh untuk melakukan pelukan cepat. "Apa kabarmu?"

"Uhm. Lumayan baik ; aku memesan kopi."

"Aku bisa lihat."

"I'm glad you can." Aku bergumam.

Simon membelalakkan mata dengan cara lucu. "Wow, hei." Dia akhirnya tertawa. "Aku tidak mengira sisi itu darimu --I like it. Itu membuatmu semakin berkarakter."

"--Terimakasih." Aku tersenyum sedikit; tidak mengira darimana sarkasme itu berasal. Tunggu. Apa yang tadi dari Calum kemarin? Oh, aku mulai gila. Dan itu pasti. "Dimana tadi tamunya?"

"Di ruang duduk. Kamu akan menemukannya dengan segera. Dia datang bersama dua saudara lelakinya, mungkin salah satunya kembar ; tapi dia memakai kacamata. Namanya Scott. Aku akan keluar dulu. Kau oke sendiri?" Aku mengangguk. Tersenyum ketika Simon berjalan keluar gedung dan memasuki mobilnya.

Kulangkahkan kaki memasuki ruang duduk yang bermandi cahaya, otomatis langsung mendapati tiga cowok di pojok yang sibuk melakukan halnya sendiri-sendiri. Satu cowok dengan mata biru cemerlang berusaha mencoba-coba semua hal yang ada di kantin. Bahkan kelihatannya dia cukup bersemangat untuk mengambil semua koleksi gula dalam takaran kecil bergambar. Cowok satunya memainkan ponsel ; kurasa cukup jelas terdengar suara Angry Birds saat terlempar. Yang satunya, well. Dia memakai kacamata. Wajahnya mirip dengan cowok yang bermain ponsel, bedanya hanya pada lip ring dan kacamata. Selain itu, dia tampaknya sedang mengisi sesuatu di bukunya.

Aku mendekat. Tiga cowok otomatis mendongak, menemukanku yang tersenyum.
"Hai." Sapaku seraya duduk didepan mereka. "Saudara jauh Christina?"

"Benar." Scott mengesampingkan rambutnya gugup, berdehem. "Hai. Aku Scott Brooks. Um, dan ini kembaranku, Jai, dan kakakku, Beau."

"Senang ketemu kalian." Aku menjabat tangan mereka masing-masing. Membedakan Scott dan Jai sebenarnya mudah karena mereka tampak benar-benar berkebalikan. Scott diam dan terus-terusan menggigit lip ring-nya, tapi Jai tersenyum, dan dari sorot matanya, aku tahu dia tipe yang tidak biasa diam.
Selain itu, gaya rambut mereka berbeda sekali.

Beau, di lain tempat, sangat mencolok dibanding saudara-saudaranya. Matanya biru; mungkin yang paling biru yang pernah kulihat.
"Apa kalian baru pertama kali ini datang ke Los Angeles?" Aku tersenyum.

"Oh, benar." Jai mengangguk. "Christina membawa kami dua hari lalu."

"Selamat datang, kalau begitu." Aku mengangguk seraya menyesap kopi. "Bagaimana Los Angeles sejauh ini untuk kalian?"

Magic \\ Calum HoodWhere stories live. Discover now