20

46 1 0
                                    

aku janji di chapter ini nggak cuma filler :))

__

Wawancaranya berjalan lebih lancar daripada yang kuduga.

Aku menjabat tangan Louissa yang terjulur.

"Selamat bekerja." Aku menyeringai. "Sampai ketemu hari Rabu untuk persiapan wawancara di The Late Night Show."

"Jam 8." Dia mengulang, menutup laptopnya.

"Jam 8 malam. Got it." Aku mengangguk, mengeluarkan ponsel dan memberi arahan pada Siri untuk mengingatkanku latihan.

Louissa benar-benar seperti yang dia sampirkan dalam suratnya; seseorang yang berdedikasi. Kurasa aku bisa segera mendengar langsung dari caranya berbicara, bahwa dia adalah seorang yang bisa dipercaya untuk mengurusku kedepannya. Dia profesional dan cepat tanggap. Louissa, atau yang kupanggil Lou agar singkat, adalah tipe orang yang membawa jurnal perencana kemana-mana sepertiku. Jadi kubiarkan dia mengopi semua yang ada di jurnalku. Termasuk latihan di studio setiap hari tertentu.

Meskipun begitu aku berjanji padanya kalau setiap minggu akan ada waktu libur untuknya, namun dia harus bisa dihubungi walaupun begitu. Dia mengangguk paham dalam balasannya.

Kata Louissa aku harus mengambil suplemen harian dan berolahraga secara teratur karena aku akan banyak beraktifitas, dan sebaiknya tidak jatuh sakit juga. Besok, jam 10 pagi sebelum ke studio, aku akan berbicara dengan dokter yang sama yang mengurus Dax. Mencari tahu apa suplemen yang harus kuminum, jenis diet, atau olahraga yang harus kujaga. Untuk alasan itu juga, Louissa bilang dia akan ke apartemenku besok pagi jam 9.

Aku melirik jam tangan. Sekarang masih tergolong sore, namun aku sudah capek dan siap untuk menutup hari. Jadi aku mengambil Vannila Bean-ku sebelum mengucapkan salam perpisahan lagi untuk Lou, berjalan menjauh.

Ketika memasuki lift, ponselku berbunyi.

calum hood : wyd?

Aku membalas pesannya setelah berhenti untuk memikirkan balasan yang tepat.

ocean valens: habis wawancara dengan asisten baruku

Kutemukan ponselku berdering lagi setelah pintu lift terbuka. Namun aku memutuskan untuk menjawabnya saat pagi saja. Aku memasuki apartemen, memutuskan untuk berendam dengan air panas.

Setelah mengeringkan badan, aku memakai losion vanilla, lalu mengganti baju dengan nightdress. Dengan penuh syukur aku merangkak ke kasur, otomatis tertidur ketika kepalaku menyentuh bantal.

Pagi berikutnya berjalan sama saja seperti hari sebelumnya. Aku bangun, mencuci muka, dan menghabiskan beberapa menit lebih lama di lemari; duduk diatas sofa seraya menerka apa yang harus kupakai hari ini.

Aku mengeluarkan ponsel, memencet nomer Eric dan menunggu. Ini menjadi jadwal rutinku, seminggu sekali menghubungi Eric dan Dax, menceritakan apa yang terjadi.

Ketika terhubung, aku memberitahunya tentang proses album-ku akhir-akhir ini. Termasuk bagaimana aku bertemu dengan Louissa dan bahwa dia harusnya datang ke apartemenku jam 9 pagi ini. Aku mengeluh merindukan Eric seraya menyiapkan roti bakar beroleskan alpukat di konter.

"Sebelum kau menyadarinya, aku akan disana." Dia berjanji. "Ada permintaan khusus?"

"Es krim lavender, please." Aku menemukan diri menyeringai. Di apartemen Eric ada bakery yang menjual es krim lavender terenak yang pernah aku rasakan. Barangkali hanya karena aku tidak pernah mencoba sebelumnya. Entahlah.

Pintu apartemenku berbunyi.

"Itu pasti Louissa." Aku berpaling untuk mengatakannya pada Eric. "Aku akan tutup teleponnya, Er. Cinta kamu."

Magic \\ Calum HoodWhere stories live. Discover now