Bang! 4

277 11 0
                                    

Menjalani hari-hari biasa memang berat bagi Rifya. Dia bahkan tak ingin sekolah lagi. Tapi sayangnya, Dad menuntutnya untuk melanjutkan sekolahnya meski umurnya tidak normal.

Berlarut-larut dalam kesedihan mungkin sudah biasa bagi Rifya. Diejek, di siksa, atau bahkan di perbudak. Sebenarnya Rifya tak pernah di perbudak, karena dia selalu melawan jika ada yang menganggapnya sebagai budak.

Well, hari-hari berlanjut hingga akhirnya selesai ujian sekolah. Kini penentuan masuk perguruan tinggi. Sepertinya Rifya harus mengurusnya sendirian. Karena Dad sibuk bekerja dan Mom sibuk dengan urusan rumah tangga. Mom juga punya bisnis baru, tapi Rifya tak pernah mau tahu bisnis apa itu.

Mudah saja bagi Rifya masuk perguruan tinggi, dia sudah dijamin pasti masuk dimanapun yang dia mau. Kecuali ada beberapa universitas yang berisi mahasiswa super genius, melebihi geniusnya otak Rifya. Lagipula Rifya tak berniat masuk universitas macam itu. Dia ingin universitas biasa. Bila masuk universitas yang berisi mahasiswa genius, dia akan terus bersaing dan itu sangat melelahkan.

Saat ingin memasuki ruang guru, handphone Rifya bergetar, tanda telepon masuk. Dilihatnya nomor yang tak dikenal. Dia tak mau mengangkatnya dan dia abaikkan. Baru beberapa detik menyimpan handphonenya, kembali lagi handphone itu bergetar. Panggilan dengan nomor telepon yang sama dengan sebelumnya. Terpaksa dia menjauh dari ruang guru dan menjawab telepon itu.

"Hayden"

Rifya mengernyit. "Siapa ini?"

"Eltra" jawab lelaki di seberang telepon. "Kau dimana? Biar aku yang mengurus semua keperluanmu masuk perguruan tinggi"

"Tidak perlu"

"Lalu kau mau mengurusnya sendirian? Bisa? Memangnya tak perlu tanda tangan orang tua?" Tanya Eltra.

"Kau bukan orang tuaku"

"Lagipula aku juga tak mau memiliki anak sepertimu" kata Eltra dengan nada kesal. "Masih beruntung aku mau mengurusnya"

"Tidak beruntung"

Eltra mendengus kesal. "Shit, girl! Kau menyebalkan sekali! Aku ke sekolah sekarang"

"Kupastikan kau tak bisa menemukanku"

"Oh, kau salah, sayang" kata Eltra. "Aku pasti akan menemukanmu biarpun kau kabur keliling dunia"

Tanpa merespon lagi, Rifya menutup sambungan. Dia mematikan handphonenya dan lalu masuk ke ruang guru. Dia ingin konsultasi tentang perguruan tinggi.

Baru saja memasuki ruang guru, Rifya di usir oleh beberapa guru di sana.

"Hey, kau pergi saja ke ruang kepala sekolah" kata Rian.

"Ya, jangan ke sini" sahut Wilona.

Kekesalan melebihi kumpulan emosi sudah memuncak. Rifya keluar dan menutup pintu dengan membantingnya. Apa-apaan mereka semua tiba-tiba mengusir Rifya yang tak tahu apa-apa. Keterlaluan memang.

Kemudian Rifya masuk ke ruang kepala sekolah sesuai perintah Rian, guru bahasa Prancis. Tanpa mengetuk, dia masuk. Memang tidak sopan, tapi itu tak pernah dipikirkan olehnya.

Kepala sekolah menyuruhnya duduk dan kemudian bertatapan dengan Rifya.

"Ada apa, Nona Hawthorne?" Tanya pria tua itu.

"Ada apa?" Pekik Rifya. "Aku yang harusnya bertanya padamu, ada apa mereka semua menyuruhku ke sini"

Pria tua itu menghela napas, mencoba bersabar. "Okay. Aku ingin memberitahumu bahwa ka-"

"Permisi, maaf aku lancang" seorang lelaki masuk tanpa mengetuk pintu. "Oh, rupanya kau di sini, sayang"

Pandangan Rifya tak lepas dari lelaki itu. Ya, siapa lagi kalau bukan si pembuat heboh satu sekolahan. Kepala sekolah menyuruhnya duduk di sebelah Rifya. "Cepat sekali datang ke sini" batin Rifya.

THE PRINCE OF HURTTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang