Ship me with 20

121 7 0
                                    

"Astaga, Hay.. aku butuh informasi darimu, kenapa kau tak mau mengangkat teleponku?" Lirih Eltra. "Hay, ada apa denganmu? Kau marah padaku?"

"Tidak"

Eltra berdeham di telepon. "Fine, lalu kenapa kau tak mau mengangkat telepon dariku? Lexa dan Kate bilang kau juga mengurung diri di kamar selama berhari-hari, tidak makan pula. Kenapa?"

"Tidak apa-apa"

"Hay, ceritakan saja padaku. Aku sudah bilang, kita ini sahabat. Jangan ada yang di tutupi" pekik Eltra. "Ayolah, jangan buat dirimu sendiri hancur. Buang kebiasaanmu mengurung diri di kamar sampai tak makan. Jangan sakiti dirimu sendiri"

"Tidak mengurung diri. Aku masih berangkat ke kampus" bantah Rifya.

"Ya, lalu kau pulang, masuk ke kamar sampai esok pagi tanpa makan dan minum, lalu kembali ke kampus dan begitu seterusnya" sambung Eltra. "Hayden, kau ini sudah beranjak dewasa. Jangan lagi bertingkah seperti anak-anak"

"Sudah, ya. Aku mau masuk kelas. Bye" Rifya memutus sambungan sepihak. Lalu dia segera keluar dari mobil dan masuk ke kelas.

🔱

Semenjak melihat kejadian di club malam, Rifya jadi lebih sering berdiam diri di kamar. Juga dia menjadi sangat pendiam di antara teman-temannya. Jan pun juga seperti itu. Dia juga tak lagi banyak bicara seperti biasanya.

Gerombolan Ivan mulai curiga dengan sikap kedua temannya itu. Seperti ada sesuatu yang di tutupi hingga bungkam untuk segala hal, bahkan selera humor.

"Wah.. bisa jadi mereka ada skandal" pikir Luc sambil mengangguk.

Ivan yang tak tahan dengan sikap kaku Jan dan Rifya pun juga ikut curiga. "Ada apa? Kalian melakukan sesuatu? Katakan saja" katanya.

"Ya, katakan saja. Kita, kan, sahabat. Tak perlu menutupi segala hal yang asing" sambung Arkane. "Bila memang kalian pacaran, yeah.. hmm.. aku cemburu. Tapi akui saja, jadi tak ada sakit hati di antara kita"

"Yeah, cemburu saja! Memangnya aku peduli?!" kesal Jan sambil berdiri, lalu menarik tangan Rifya. "Ayo, kita pergi!"

"Mau kemana?" Tanya Lee, dia menahan tangan Rifya.

Rifya melirik Jan yang sedari tadi tak tersenyum sama sekali. Lalu menatap Lee. "Hanya pergi sebentar"

"Yakin tidak apa-apa?" Tanya Lee khawatir. Karena dia tahu, bila Jan marah, Jan akan mengamuk sangat parah.

Rifya mengangguk. "Aku akan telepon kau bila terjadi sesuatu"

"Hati-hati, sayang" Lee melepas tangan Rifya, membiarkan gadis itu pergi bersama Jan.

Arkane mengernyit. "Kau pacaran dengannya?"

"Aku rasa tak ada salahnya menanggapi rasa cintanya padaku" kata Lee. "Walau tanpa status"

Luc tertawa geli. "Astaga.. sudahlah, jangan cemburu, Arkane! Biarkan saja, selagi Rifya merasa nyaman"

"Ya. Kau tak patut cemburu! Bukan hakmu!" Setuju Timmy.

Arkane pun diam, tak menggubris perkataan teman-temannya.

💱

Kini Rifya dan Jan membolos pelajaran. Mereka sedang duduk di kap mobil milik Rifya dan saling diam memandang pepohonan di depan mereka.

"Dasar brengsek! Bermuka dua!" Ketus Jan sambil menatap pepohonan. "Tak perlu bicara bijak bila memang tak bisa bersikap bijak! Kurang hajar!" Gerutunya.

Mungkin ini waktu yang tepat bagi Rifya untuk bercerita pada Jan. Dia sudah tak tahan ingin bicarakan masalahnya pada Jan.

"Jan.."

THE PRINCE OF HURTTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang