"Sudah siap? Ayo kita berangkat!"
"Sebentar.." teriak Rifya sambil mengambil handphonenya, lalu dia berjalan menuju pintu. "Ayo, aku siap sekarang!"
Jan tersenyum, dia menggandeng tangan Rifya. "Ayo, jalanan sedang ramai siang ini" kata Jan.
Baru saja berjalan beberapa langkah, Paman Paul muncul di hadapan mereka. Dia tersenyum senang melihat keponakannya terlihat bahagia hari itu.
"Wah.. wah.. dua sejouli siap kencan siang ini" goda Paman Paul.
Rifya mengulurkan tangannya pada Paman Paul. "Aku minta 10 pound" pintanya.
"Hmm.. aku kira pacarmu akan membayar makanannya" gerutu Paman Paul sambil merogoh saku celananya untuk mengambil uang.
"Sudahlah, Hay. Pamanmu benar. Aku yang membayarnya" kata Jan.
Rifya menggeleng. "Dia bilang 'pacarku' dan kau bukan pacarku, Jan" katanya.
"Huh?" Paman Paul mengerjap ke arah Jan, lalu bertolak pinggang. "Hmm.. begitu, huh?"
"Aku sudah bilang bahwa aku sahabat Hayden selain Eltra" kata Jan sambil menyengir.
Paman Paul mendengus. "Ah, terserah! Kau ini menyebalkan juga, ya!" Lalu memberi lembaran uang pada Rifya. "Ini. Gunakan yang benar!"
"Terima kasih, Paul" Rifya terkekeh.
"Jaga dia, nak!" Lalu Paman Paul pergi.
Jan membenarkan posisi jaket yang dipakai Rifya. "Pakai jaketmu yang benar. Kita naik motor hari ini" kata Jan.
"Nanti berhenti di toko bunga, ya" kata Rifya.
"Hmm.."
🎍
Rifya memerhatikan banyak bunga di dalam toko bunga. Bunganya memang indah, tapi dia tak tahu bunga apa yang bagus.
"Jan, ibumu suka bunga apa?" Tanya Rifya.
"Apa saja"
Rifya memerhatikan Jan yang masih sibuk dengan handphone. Lalu dia menurunkan tangan Jan. "Jan.. kau sibuk?"
"Eh, tidak" Jan menyimpan handphonenya di saku celana. "Sudah? Ayo kita pulang"
"Aku tadi bertanya. Kau jawab seperti itu, aku jadi bingung" gerutu Rifya. "Kau buru-buru sekali. Kalau memang sibuk, jangan dipaksakan"
"Aku tidak sibuk" jawab Jan. "Aku ingin waktu luang kita lebih banyak setelah kau bertemu dengan ibuku. Memangnya kau tak mau jalan-jalan?"
Rifya mengerjap. "Mau.. aku mau" serunya.
"Ayo cepat pilih bunganya. Ibuku tak akan kecewa sekalipun kau memberinya bougenvile" kata Jan.
Rifya tertawa kecil. "Baiklah, aku beri bunga matahari saja, ya"
Jan mengangguk. "Itu bagus"
"Okay. Tunggu di sini, aku mau bayar" Rifya berjalan ke arah kasir khusus.
Tatapan Jan teralih pada penjual topi di sebelah toko bunga. Dia lalu menghampiri penjual topi itu dan membeli satu topi berwarna cokelat yang terlihat manis.
"Ayo, Jan.." Rifya mengerjap bingung. "Eh.. Jan.. dimana dia?" Gumam Rifya kebingungan mencari Jan di sekitar toko.
Rifya pun keluar toko. Kini dia melihat Jan tengah berjalan menunduk sambil merogoh saku celana.
"Jan.." panggil Rifya.
Jan mengerjap, lalu dia berlari menghampiri Rifya. Dia pun memakaikan topi itu di kepala Rifya. "Uh, imut sekali" puji Jan.
KAMU SEDANG MEMBACA
THE PRINCE OF HURT
عاطفيةSiapa yang tahu bila takdir mempertemukan kembali Rifya dengan seorang yang tak dia kenal. Tidak tahu nama, asal daerah, dan lainnya. Yang dia tahu hanyalah wajah. Berawal dari pertemuannya di olimpiade fisika dan kemudian bertemu kembali untuk mene...