Setelah pulang kantor, seperti biasa Jan mengantar Rifya pulang. Sesampainya di rumah, Rifya terdiam. Tak henti-hentinya terdiam dengan pandangan poker face menatap Jan.
"Ada siapa saja di rumah?" Tanya Jan.
Rifya melirik pintu. "Antonio dan orang tuanya, Dad, Mom, Nathan, dan Paman Paul. Mungkin ada Eltra juga"
"Oh"
"Mau masuk?" Tawar Rifya ragu.
Jan menggeleng. "Tidak mau. Tapi.." Jan menghela napas. "Sebenarnya aku mau bicara pada ayahmu"
"Eh, untuk apa? Memangnya kau kenal dengan ayahku?"
Jan tertawa kecil. "Maka dari itu aku mau berkenalan dengannya. Tidak boleh?"
"Boleh" Rifya menghela napas. "Tapi ayahku ganas. Dia agak jahat kalau berbicara"
"Kau pikir kau tidak jahat kalau berbicara, huh?" Tangguh Jan. "Heh, kau adalah boneka, tak punya perasaan, gila, aneh, ewh.."
Rifya menepuk lengan Jan. "Bagaimanapun aku, kau tetap suka padaku" kesalnya.
"Eh, itu kata-kataku! Dasar plagiat!" Ketus Jan.
Rifya menarik tangan Jan. "Jan, ayo masuk"
"Mau apa?" Jan menggeleng. "Tidak mau"
"Ayo, kita di kamarku saja" kata Rifya. "Nanti aku ajak Nathan. Kita main PlayStation di kamarku"
Jan mendengus. "Aku bukan anak kecil lagi, Blue. Aku mau pulang saja. Besok aku akan bertemu ayahmu"
"Besok Dad ke Prancis. Ada meeting di sana"
"Eh.. begitu.." Jan menghela napas. "Ya, baiklah"
Lalu Jan memarkirkan motor di dekat garasi rumah Rifya. Dia turun dan ikut masuk ke rumah Rifya.
Ramainya rumah Rifya. Sedang berkumpul makan malam bersama, dengan canda tawa ria. Kedatangan Jan di sambut oleh keluarga Rifya dengan ramahnya.
"Pacar Rifyaaaa...." teriak Nathan dengan bersemangat. "Heeeyyy"
Semuanya tertawa geli melihat wajah Nathan yang sangat lucu. Jan hanya melambai sambil tersenyum sengiran.
"Mari makan malam bersama" kata bibi Marlena.
"Oh, maaf. Tadi aku dan Hayden sudah makan malam di dekat kantor" kata Jan.
Eltra berdeham. "Iya.. yang sedang pendekatan makan malamnya harus spesial berdua, ya" sindirnya.
Lagi-lagi semuanya tertawa. Mata Jan tertuju pada paman Paul. Paman Paul mengedipkan satu matanya pada Jan, seolah memberi kode sesuatu. Jan mengangguk sambil tersenyum.
"Dad, Jan mau bicara padamu. Katanya mau berkenalan denganmu" kata Rifya.
Dad berhenti mengunyah, lalu mengangguk. "Boleh. Aku selesaikan makanan ini dan kita bisa bicara" kata Dad.
"Santai saja, Sir" kata Jan.
"Kalian tunggu saja di ruang keluarga. Kami akan ke sana setelah selesai makan malam" kata Mom.
Rifya mengangguk. Dia lalu mengajak Jan ke ruang keluarga. Rifya dan Jan duduk di dekat perapian. Mereka mengobrol bersama sambil menunggu semua keluarga Rifya selesai makan malam.
Rifya melepas blazernya, juga menguncir asal rambutnya. "Jan.."
"Hmm.."
"Aku jelek, ya. Kalau seperti ini terlihat seperti gadis berantakan" gerutu Rifya sambil membereskan buku-buku di meja.
KAMU SEDANG MEMBACA
THE PRINCE OF HURT
RomanceSiapa yang tahu bila takdir mempertemukan kembali Rifya dengan seorang yang tak dia kenal. Tidak tahu nama, asal daerah, dan lainnya. Yang dia tahu hanyalah wajah. Berawal dari pertemuannya di olimpiade fisika dan kemudian bertemu kembali untuk mene...