Crush 16

103 7 1
                                    

Para Maid sudah lelah menghadapi keras kepala majikannya yang satu ini. Rifya memang keras kepala. Kepala batu! Dia sulit sekali di ajak bicara dan mendengar nasihat. Walau diam saja, tapi tak pernah di olah dalam otaknya. Asal kata terdengar, dia hanya mendengar, tidak mau mengerti.

Sudah tiga hari Rifya tidak keluar kamar. Hari selanjutnya, dia keluar hanya karena makan dan minum, lalu dia masuk ke kamar lagi. Matanya sembab, kantung mata menghitam dan wajahnya tak terlihat cerah. Dia tak masuk kuliah, cukup lama, sekitar seminggu. Bahkan dia mendapat surat peringatan dari kampus.

Pada hari selanjutnya, Rifya berangkat kuliah. Tapi dia mengambil jam malam. Pagi hari itu dia keluar kamar dan bersiap di meja makan. Hidangan sarapan pagi yang lezat telah menunggunya di meja makan. Ada pancake, roti, dan bluberry cheese cake buatan Lexa. Ya, Lexa memang pintar membuat kue-kue, dan rasanya sangat enak.

"Selamat pagi, Nona" sapa Maid Kate sambil meletakkan susu putih di sebelah piring Rifya.

Tak ada jawaban dari Rifya. Gadis itu hanya diam di tempat duduknya sambil memandang makanan di meja. Wajahnya terlihat murung dengan mata sembab.

"Nona mau di mandikan?" Tanya Maid Kate. "Nona terlihat buruk hari ini"

Rifya hanya melirik Kate, lalu kembali menatap makanan. Kate menuang air mineral di gelas.

"Mau di mandikan aku atau Lexa?" Tanya Maid Kate.

"Aku bukan anak kecil" jawab Rifya pada akhirnya.

Kate menurunkan gelas bening itu, lalu meletakkannya di meja. "Aku tahu. Tapi Nona butuh di manja seperti anak-anak, bukan?" Kate tersenyum. "Hal yang wajar. Dulu, para gadis selalu ingin di mandikan agar terlihat lebih bersih"

Rifya menggeleng, bibirnya mengerucut layaknya anak kecil yang sedang marah. Dia lalu mengambil sepotong Bluberry Cheese cake dan kemudian menyantapnya. Mata Rifya menyuruh Kate duduk, juga Lexa yang baru datang.

"Jangan terlalu di pikirkan tentang Tuan Collins" ucap Kate dengan bijak. "Tuan Collins memang agresif. Kalau marah, semua orang terkena kemurkaannya. Jadi, jangan heran bila Tuan Collins meminta jangka waktu untuk memikirkan masalahnya sendirian" Kate mengambil satu bundaran Pancake. "Cara Tuan Collins butuh waktu pada Nona Hayden itu terbilang halus. Biasanya lebih parah dari itu"

Rifya berhenti mengunyah sambil menatap Kate dan Lexa yang berada di depannya. Lexa hanya mengangguk sambil terus mengunyah. Lalu Rifya kembali mengunyah.

"Bagi kami, kemarahan Tuan Collins tak ada duanya. Dia adalah majikan yang paling parah di banding majikanku sebelumnya" lanjut Kate. "Tapi, yang membuatku dan yang lain bertahan untuk bekerja dengan Tuan Collins adalah kebaikan tak terbatas yang di berikan Tuan Collins pada kami"

Lexa mengangguk. "Ya, selain uang gaji yang banyak, dia membiarkan kami bebas kemanapun. Bagaikan hidup biasa di rumah dengan keluarga" sambung Lexa. "Dia mengangap kami sebagai teman. Kami bebas melakukan apapun dan pergi kemanapun, asalkan kami sudah mengerjakan pekerjaan rumah, tahu waktu dan tahu diri. Itu saja"

"Tuan Collins baik hati. Yang buruk hanyalah sifat agresifnya. Marah dan nafsu yang berlebihan. Selain itu, tak ada lagi" lanjut Kate. "Jadi, jangan berpikir kalau Tuan Collins akan meninggalkanmu, Nona. Dia hanya butuh waktu untuk sendiri, sama seperti yang Nona lakukan sampai hari ini. Jadi, Nona harus bersabar"

Lexa mengangguk. "Nona tidak sendirian, kami siap berada bersama Nona kapanpun" sambung Lexa lagi.

Rifya menunduk, memotong kuenya yang tersisa setengah bagian. Lalu kembali menyantapnya. "Kalian bertahan di sini atas perintah Eltra, bukan?" Kata Rifya tiba-tiba. "Bahkan para Maidku di rumah dulu tak pernah sanggup dengan kelakuanku"

THE PRINCE OF HURTTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang