West 19

120 7 0
                                    

Hey guys. Maaf ya, saya gregetan sama cerita saya sendiri. Pengen buru-buru di post biar cepet kelar. Wkwkwk.. maaf, ya jadi nge-post setiap hari. Kalau ada keluhan atau gak ngerti sama ceritanya, boleh dicomment atau tanya langsung. Kalau suka ceritanya, jangan lupa di vote, ya :)

================================

Rifya mengulurkan tangannya, bagai meminta sesuatu dari Jan. "3 euro, berikan padaku!" Tagihnya.

"Hmm.. sebentar.." Jan merogoh saku celananya, lalu memberikan tiga lembar euro pada Rifya. "Maaf, ya. Uangnya jelek, kusut. Hihi.."

Rifya merebut uang itu. "Wajar.. pemiliknya juga berwajah seperti itu" katanya.

"Ih, sembarangan!" Gerutu Jan sambil mendorong tubuh Rifya. "Jangan begitu, Hay. Walau wajahku kusut, tapi kau tetap suka padaku. Aku yakin itu!"

"Oh, ya?" Rifya mengeluarkan buku kecilnya, lalu menulis sesuatu dan meletakkan uang Jan di selipan buku itu. "Nanti malam aku kencan dengan Lee, kau sebut itu aku suka padamu?"

Jan mengerjap. "Apa? Tidak.. tidak.. tidak.. tidak..!" Jan menggeleng. "Kau kencan denganku saja, jangan dengan Lee!"

"Hmm.. kenapa? Kau cemburu?" Rifya memasukkan buku kecil itu di tasnya. "Itu tandanya kau harus percaya bahwa aku tak menyukaimu"

Jan tersenyum menggoda. "Oh ya? Yakin tidak suka padaku? Jangan menangis lagi, ya, bila aku tidak peduli lagi padamu.." godanya.

Sekarang Rifya diam. Hal itulah yang menakutkan karena dia tak mau bila Jan tak peduli padanya. Jan tertawa menang, dia tahu kalau Rifya tak pernah mau di abaikkan olehnya.

"Ha.. tak mau jawab.." goda Jan lagi. "Sudahlah.. aku tahu kau suka padaku, Hay"

"Sombong!" Ketus Rifya, lalu dia pergi masuk ke kelas.

Seperti biasa, Jan selalu duduk di sebelah Rifya. Dia tak mau jauh dari Rifya. Sebelah kiri Rifya sudah ada Debora dan kumpulannya. Mereka berbincang-bincang, pasti mereka bergosip.

"Rif, kau pacaran dengan Jan, ya?" Tanya Kesha, dia masuk dalam kumpulan Debora.

"Ya, memangnya kenapa?" Jawab Jan dengan wajah datar. "Tidak suka?"

Kesha mengernyit. "Aku tanya Rifya, bukan kau!" Kesalnya.

"Aku pacarnya, mau apa kau?" Tangguh Jan dengan wajah sombong.

Debora berdeham. "Tidak apa, Kesha. Biarkan pacar Rifya yang membela. Memang pacar harus dibela" kata Debora setuju.

"Yeah, dan Luc selalu membelamu sedangkan kau tak pernah membelanya, huh" cibir Jan dengan suara menyeleneh. "Sadar diri, Deb!"

Seketika Debora menganga syok akan cibiran lelaki tampan itu, juga para gadis yang sedang berkumpul di sana.

Rifya berdeham, memecahkan suasana yang kaku. "Jangan hiraukan perkataan Jan" kata Rifya sambil mengeluarkan buku pelajarannya. "Tenang saja, aku tidak pacaran dengan Jan. Kalian yang menyukai Jan bisa berpeluang banyak"

"Kau sebut itu pembelaan, Jan?" Cibir Cassandra. "Rifya yang kau sebut pacarmu pun tak membelamu. Dia bahkan merelakanmu pergi"

Lalu kumpulan gadis itu tertawa. Di kelas, perempuan yang minat menjadi arsitek sedikit. Hanya ada 7 perempuan, dan sisanya laki-laki. Eliza bukan termasuk dari kumpulan Debora. Dia sangat membenci Debora, juga kawanannya. Sedangkan Rifya tak berada di pihak siapapun. Dia netral. Walaupun Debora membencinya, tapi dia tak pernah peduli akan kekesalan Debora padanya. Karena terkadang, Debora baik padanya.

"Rif.. Nanti sepulang kampus jadi?" Tanya Lee yang baru saja datang menghampiri Rifya. "Kau bawa mobil, ya?"

Rifya mengangguk. "Memangnya kenapa?"

THE PRINCE OF HURTTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang