Team 21

115 7 0
                                    

"Rif, nanti malam datang, ya, ke pesta ulang tahunku" kata Kesha. "Di kafe dekat pusat kota. Kalau masuk, bilang atas nama 'kesha' ruangannya ada di atas"

Rifya melirik Kesha. "Selamat ulang tahun" ucapnya.

Kesha tersenyum manis. "Terima kasih. Kau akan datang dengan Jan?"

"Ha.." Rifya menggeleng. "Tidak tahu. Aku tidak bisa janji akan datang"

"Oh, ayolah.." pinta Firnie. "Sebentar lagi kau sidang skripsi, kita akan berpisah"

"Yeah, memangnya kau tidak suka berteman dengan kami hingga tak mau datang ke pesta ulang tahun Kesha?" Kesal Debora. "Sombong sekali"

Rifya mendengus kesal. Ini yang tak dia suka dari kumpulan wanita. Karena wanita selalu berpikir jauh, dan selalu membuat pilihan skak mat. Bila tidak datang, mereka mengira Rifya sombong dan tak mau berteman dengan mereka. Bila datang, dia membuang waktunya untuk menyelesaikan skripsi yang sudah telat deadline karena sering membolos bimbingan.

"Lihat nanti saja" kata Rifya. "Aku tak peduli kalian mau berkata aku sombong atau tak mau berteman dengan kalian" kesal Rifya. "Kalian pikir waktuku hanya untuk kalian?"

Kesha menepuk bahu Debora, dia kesal karena Debora membuat suasana menjadi tak nyaman. "Tidak apa. Tapi aku sangat berharap kedatanganmu, bukan hadiahmu. Karena kehadiranmu adalah hadiah bagiku" kata Kesha.

Rifya mengangguk. "Akan aku usahakan datang"

Kumpulan gadis itu bergembira ketika mendengar jawaban itu, kecuali Debora. Dia memang tidak suka dengan adanya Rifya.

Baru saja Rifya ingin duduk, seorang lelaki datang menghampirinya yang masih berada dekat dengan Debora.

"Rif, nanti malam aku akan menjemputmu untuk datang ke pesta ulang tahun Kesha"

Rifya mengerjap. Itu Arkane. Tiba-tiba para gadis yang mendengarnya mulai mencibir Rifya dan meledeknya.

"Hmm.. begitu, ya, Arkane.." sindir Firnie. "Mulai menyalip Jan ternyata.."

"Rifya juga tak suka dengan Jan sepertinya" sambung Kesha. "Sudahlah, pastikan saja dengan Arkane. Tampan, kaya dan punya hati baik"

Rifya memandang Kesha jijik, dia meringis sendiri ketika mendengar pujian itu. "Punya hati baik? Itu terdengar seperti suara kentut" kesal Rifya dalam hatinya. Lalu dia melirik Debora yang terlihat semakin kesal. Sepertinya Debora cemburu.

Rifya menggeleng. "Tidak, terima kasih. Aku-"

"Kau berangkat dengan Jan?" Sela Arkane dengan suara dingin. "Rif, ayolah. Kita tak pernah kencan, bahkan sekarang jarang mengobrol. Ada apa denganmu?"

Rifya mengernyit. "Ada apa denganku? Aku baik-baik saja" kata Rifya. "Harusnya aku yang bertanya seperti itu padamu. Ada apa denganmu, Ark?"

"Aku?" Arkane menggeleng. "Aku-"

"Hay" tiba-tiba Jan sudah berada di sebelah Rifya, lalu dia melihat Arkane. "Oh, sedang bicara" kata Jan seperti nada tak ikhlas, dan kemudian dia menatap Rifya. "Nanti kita bicara, ya"

Rifya mengangguk dan akhirnya Jan pergi entah kemana. Pelajaran sudah selesai siang itu. Banyak mahasiswa yang sudah keluar kelas.

"Umm.. terima kasih atas niat baikmu" kata Rifya sambil membereskan buku-bukunya di meja. "Tapi aku di antar Maidku. Maaf"

"Oh" Arkane mengangguk pelan seakan kecewa. "Baiklah, tidak apa. Sampai jumpa nanti malam" lalu Arkane pergi.

Rasa takut dalam diri Rifya tak bisa hilang ketika Arkane berada di dekatnya. Entah kenapa, wajah tampan itu menjadi sebuah ketakutan pada diri Rifya. Padahal Rifya tak perlu takut pada Arkane, dia tidak salah, tapi Arkane yang salah.

THE PRINCE OF HURTTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang