Justin sudah siap di depan mobilnya yang terparkir di halaman rumah Rifya. Dia menunggu gadis kecil pemilik rumah keluar dari rumah besar itu.
Setelah menunggu sekitar 15 menit, Rifya keluar dari rumah dan terdiam memandang Justin dari depan pintu.
"Hey, Nona sayang" sapa Justin.
Rifya menghampiri Justin di dekat mobil sedan sport berwarna hitam itu. "Ada apa kau datang ke sini, Justin?" Tanya Rifya.
"Aku mau mengobrol denganmu" Kata Justin sambil menunduk. "Penting sekali"
"Tapi.. tapi hari ini aku tak bisa membolos ke kampus" Rifya mulai gugup. "Aku.. aku ada bimbingan hari ini"
Justin mengangguk dan masih menunduk. "Iya. Tidak apa. Kapan selesainya?"
"Umm.. sore nanti, seperti kemarin" kata Rifya.
Kini Justin menaikkan pandangannya, menatap gadis kecil di depannya. Dia tersenyum manis. "Aku antar ke kampus, ya. Mobilmu sudah kujual" kata Justin.
"Eh" Rifya semakin jatungan melihat senyuman itu. "Y-ya. Ya, baiklah"
Justin membukakan pintu mobil untuk Rifya. Dan kemudian Rifya masuk ke mobil, juga di susul Justin yang mengendarai mobil itu.
Sempat mereka terdiam saling fokus pada pandangan masing-masing. Beberapa detik kemudian Justin membuka pembicaraan.
"Eltra meneleponmu, kau tak mengangkatnya?" Tanya Justin.
Rifya hanya diam saja. Dia memang sedang kesal dengan pria yang terlalu erotis itu. Jadi tak mau mengangkat telepon dari pria itu.
"Umm.." Justin berpikir sejenak untuk membahas sesuatu yang menarik. "Yang kemarin itu pacarmu, ya?"
"Bukan" jawab Rifya. "Hanya teman dekat saja"
Justin mengangguk. "Begitu.. hmm.. bagaimana dengan kau dan Eltra? Apa kau mempunyai hubungan spesial dengannya?"
"Tidak"
"Kenapa?" Justin melirik Rifya sejenak. "Dia tampan, gagah, semampai, pintar, cerdik, agresif.. bukankah wanita suka dengan pria macam itu?"
"Aku tidak"
Justin tertawa kecil. "Ya, itu karena kau masih tergolong gadis kecil. Tapi aku yakin, tak lama kau akan terpesona dengan Eltra"
"Aku pikir tidak"
"By the way, kau belum tinggi juga, ya" gumam Justin. "Terakhir kulihat, tiga tahun lalu.. hmm.. kecilnya masih sama. Berapa tinggimu?"
"Tidak tahu"
Justin mengangkat alisnya. "Tidak pernah mengukur, ya? Takut? Malu? Hmm.. setelah lulus nanti, aku akan membuatmu menjadi tinggi seperti gadis lain! Percayalah!"
Tak ada jawaban dari Rifya, dia tak menggubris usulan itu.
"Aku serius. Bila tidak berhasil, kau boleh membunuhku" kata Justin. "Aku berjanji!"
Rifya melirik Justin, lalu menghela napas. "Yeah, baiklah. Aku pegang janjimu"
"Tapi kita pindah ke Inggris, ya. Aku tidak mau di Amerika" kata Justin.
"Hmm.. fine" setuju Rifya. "Kau mau bicara apa? Tidak bisa di mobil saja, ya?"
"Bisa" kata Justin. "Tapi nanti aku tidak konsentrasi mengendarai"
"Kau tinggal dimana?"
Justin menghela napas. "Sementara ini di hotel. Kenapa?"
"Bicara di kamarmu saja, Just. Nanti sore kau tak perlu menjemputku"
KAMU SEDANG MEMBACA
THE PRINCE OF HURT
RomansaSiapa yang tahu bila takdir mempertemukan kembali Rifya dengan seorang yang tak dia kenal. Tidak tahu nama, asal daerah, dan lainnya. Yang dia tahu hanyalah wajah. Berawal dari pertemuannya di olimpiade fisika dan kemudian bertemu kembali untuk mene...