Peter memandangi dua orang yang baru saja memasuki ruangan kerjanya. Mereka berdua bercanda bersama, lalu sama-sama duduk walau terpisah.
"Welcome back, dear" sapa Peter pada Rifya.
Rifya tersenyum. "Terima kasih, Peter"
Tak berapa lama Tyler dan Connor datang ke ruangan Peter. Mereka melihat Rifya. Lalu mereka berbicara seputar penyakit Rifya. Tapi Rifya hanya berkata bahwa dia kelelahan, bukan penyakit serius.
Jan tersenyum kecil, lalu kembali fokus pada komputernya.
🌂
Waktu makan siang tiba. Tyler kembali masuk ke ruangan Peter dan mengajak Peter untuk makan siang bersama. Peter melirik Rifya sejenak.
"Hey, Rif. Mau makan siang bersama?" Ajak Peter.
Tyler mendekat pada Peter. "Pete, Please. Aku mengajakmu, bukan gadis itu" kesal Tyler.
Seketika pandangan Rifya beralih ke arah Tyler, lalu menatap Peter dan Tyler secara bergantian. Entah kenapa melihat mereka berdua terasa menyakitkan bagi Rifya.
"Ty, kau tak boleh seperti itu" tegur Peter. "Bagaimanapun dia teman kita"
Tyler mendengus. "Tapi aku ingin makan siang denganmu hari ini. Hanya denganmu saja" jawab Tyler.
Kini Jan mengerjap ke arah Tyler, lalu menatap Rifya yang mulai terlihat aneh. Gadis itu terlihat kesal, sedih dan tak bisa di jelaskan secara harfiah bagaimana ekspresi wajahnya saat itu.
"Ya, Ty. Kau harus mengerti" kata Peter dengan suara lembut. "Ini kantor"
"Umm.. aku akan mengajak Rifya makan siang. Kalian bisa berdiskusi berdua tentang rencana pembangunan baru" kata Jan tiba-tiba. Lalu dia mengajak Rifya dengan mengulurkan tangan. "Ayo, blue. Makan bersamaku saja. Kita bisa berjalan-jalan sebentar di Mall atau kau mau beli sesuatu?"
Mata Rifya semakin panas melihat tangan Tyler meraih tangan Peter. Dengan cepat dia segera beralih menghampiri Jan, lalu menutup wajahnya di dada Jan. Hatinya begitu sakit melihat apa yang baru saja di saksikannya dengan mata telanjang. Jan mengelus punggung Rifya.
"Tidak apa, ya. Hari ini makan siang denganku saja" kata Jan sambil berbisik. "Tyler sedang ada perlu dengan Peter. Okay?"
Tak ada Jawaban dari Rifya. Dia semakin mendekapkan wajahnya di tubuh Jan. Dia tak mau Peter dan Tyler tahu kalau dia sedang menangis di sana. Terpaksa dia menahan hidungnya untuk bernapas dan beralih bernapas dengan mulut.
"Rif.. aku minta maaf.." kata Peter.
Jan menepis tangan Peter yang akan menyentuh rambut Rifya. "Kau pergi saja, biar aku yang mengurusnya" kata Jan dengan suara pelan, walau terlihat menahan emosi.
"Jaga dia" kata Tyler. Lalu mengajak Peter segera keluar dari ruangan.
Kini hanya tinggal Jan dan Rifya di ruangan itu. Rifya menggigit bibir bawahnya dengan kuat, tapi itu tak cukup kuat untuk menahan perihnya hati. Dia pun mengangkat tangannya walau ragu, lalu memeluk Jan dan meremas jas lelaki itu.
Mendengar gadis yang sedang memeluknya menangis, Jan semakin tidak tega. Dia pun juga membalas pelukan kecil itu. Dan dia berusaha menenangkan gadis itu.
"Kenapa rasanya.. be-begitu menyakitkan?" Lirih Rifya dalam dekapan Jan.
*****
"Aku tahu siapa yang dicintai Hayden. Hayden mencintai lelaki yang bernama January dan lelaki ini bilang kalau lelaki yang dicintai Hayden adalah seorang Gay"
KAMU SEDANG MEMBACA
THE PRINCE OF HURT
RomansaSiapa yang tahu bila takdir mempertemukan kembali Rifya dengan seorang yang tak dia kenal. Tidak tahu nama, asal daerah, dan lainnya. Yang dia tahu hanyalah wajah. Berawal dari pertemuannya di olimpiade fisika dan kemudian bertemu kembali untuk mene...