Chapter 14

334 26 13
                                    

"Aku memang akan melupakanmu, tapi bukan begini caranya."
-
-
-
-
-
Sudah 14 hari sejak pesan masuk itu terabaikan. Sudah 14 hari sejak semua itu terungkap dengan rapi di depan publik. Dan sudah 14 hari pula sejak semuanya terungkap, ia sedang mempersiapkan itu. Ya, mempersiapkan apa yang telah ia ucapkan dan putuskan.

Menyusun rentetan acara bersama gadis itu, acara besar mereka. Bisa dibilang hari yang takkan pernah mereka dan ..... mereka lupakan.

Mereka sepasang insan yang akan segera bertukar cincin kasih.
Dan mereka, para wanita yang patah hati mendengar kebenaran kabar itu.

Ya sudah 14 hari, sejak itu semua terungkap. Sejak kritikan dan penolakan yang ia terima setelah pers selesai. Bahkan mereka yang awalnya mengaku mencintainya, kini berubah membencinya. Seakan keputusan yang ia pilih itu sebuah kesalahan besar, 'gadis itu tidak pantas untuknya' begitulah yang mereka katakan. Ia hanya milik mereka, mereka yang menyebutnya sebagai 'kekasih masa depanku'.
Ya, sekarang ia memiliki anti-fan yang jumlahnya lumayan banyak. Yang memujinya, kini menghujatnya.

Setelah 14 hari itulah semuanya mendingin dan tenang. Maka mereka memutuskan untuk melangsungkan acara itu secepatnya. Tanpa sorotan kamera mereka akan melakukannya. Semuanya tertutup, dan hanya orang terdekatlah yang akan diundangnya. Termasuk gadis itu…

"Lagi-lagi tak ada balasan." Guman pria itu putus asa, seraya memandangi layar ponselnya.

To : Elina
Bisa kita bertemu?

To : Elina
Kau sibuk? Mari kita bertemu.

To : Elina
Kutunggu di cafe biasa, now!

Jaebum menghembuskan nafasnya kasar. Menatap enggan pintu kaca dihadapannya, lebih tepatnya itu adalah ruang ganti.
Seseorang mendorong pintu kaca itu dari dalam, lalu keluarlah ia dengan gaun hitam kebiruan panjang hingga menyentuh lantai.

Pria yang sejak tadi sibuk menatap kosong layar ponselnya, mendongak memandang gadis yang sekarang sedang tersenyum manis padanya.
"Gimana? Bagus gak?"tanya gadis itu. Jaebum mengangguk sekilas tanpa berkata. Bukan tak ada yang ingin dikatakan, hanya saja ini tak bisa terucapkan.

Gadis itu mengerutkan keningnya, kecewa mendapat respon dari jaebum.
"Gak bagus ya? Sepertinya begitu." Ucapnya, lalu berbalik kembali masuk kedalam ruang ganti berpintu kaca itu.
Lalu keluar dengan pakaian biasanya, jeans dan sweater panjangnya.

"Kenapa kau melepas gaunnya?"

"Kita pulang saja" Sahut gadis itu, berjalan melewati jaebum menuju pintu keluar.
"Ada apa fel?" Jaebum menyusul dibelakang.

"Tak apa, hanya ingin pulang saja." Kini gadis itu sudah duduk manis dikursi sebelah kursi mengemudi.
"Ada apa fel? Kau ingin pindah boutique? Baiklah." Jaebum memasang seat belt-nya, bersiap untuk menginjak gas. Saat felca berkata...

"Tidak, kita pulang saja." Otomatis jaebum mengurungkan niatnya untuk menginjakkan kakinya di pedal gas.

"Tapi, ada apa fel? Kau kenap..."

"Kau yang kenapa jaebum? Ada apa denganmu? Kau tidak ingin pertunangan ini terjadi kan?"
Gadis itu memasang seat belt-nya kasar.

Jaebum menatap lekat gadis yang berada dikursi sebelahnya ini.

"Apa?"

"Kau sebenarnya tak ingin bertunangan denganku kan? Kau terpaksa melakukan ini, karna tak ingin mengecewakan ibukan?" Ucap gadis itu dengan tercekat. Menahan isak yang mencoba menerobos keluar.

I Wish, I Was Forget!Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang