Part 9 - 17 Januari 2014

81 5 0
                                    

Setibanya aku di rumah, seharian bersama Rei tidak hanya menyenangkan tetapi melelahkan juga. Rasanya aku ingin berbaring di tempat tidurku yang nyaman ini. Tidak secepat yang aku bayangkan. Aku harus bergelut di ruang tengah dan kakak lelakiku yang tidak tahu diri dan sangat menyebalkan itu.

"Assalamualaikum." Aku membuka pintu rumah dan kembali menutupnya perlahan.

"Waalaikumsalam." Jawab mba Dewi dengan nada sedikit teriak dari dapur.

"Kenapa cuma mba Dewi yang menjawab salamku. Apa yang lain tidak ada. Kemana mereka semua?" Gumamku kecil.

Aku melangkah perlahan karena cukup lelah kakiku ini, berjalan di sepanjang atas keramik Mall Gading tidak membuat kakiku relaks. Berjalan melewati ruang tengah. Aku dapati kak Arya sedang bermain PS milikku.

"Heh PS gue!" Teriakku sambil berjalan cepat menuju kak Arya dan merebut stik PS yang sedang dipegangnya itu.

"Yaelah. Sini. Nanti gue kalah tuh. Nanggung." Teriaknya sambil mencoba menggampai stik yang aku rebut tetapi tidak bisa diraihnya.

"Gabakal tuh liat." Lirikku ke layar televisi LCD berukuran 42 inch itu karena aku menekan tombol pause di stiknya.

"Ngapain lu main PS gue? Ambil di kamar gue kan lu?" Tanyaku dengan nada seketus-ketusnya.

"Iya kenapa?" Bentaknya kepadaku. Dengan posisi tubuhnya yang berdiri tepat di depanku.

"Trus lu ke kamar gue?"

"Iyalah. Orang ga dikunci. Gue masuk aja." Jawabnya dengan nada nyeleneh.

"Lancang banget sih lu!"

'Plakkkk' sebuah tamparan kencangku mendarat di pipi kirinya.

"Kok lu songong sih sama gue? Gue ini kakak lu! Ga sepantesnya lu tuh songong!" Bentak kak Arya dengan menahan tangan kananku yang habis menamparnya.

"Lu juga songong! Masuk ke kamar gue tanpa izin! Itu privasi gue!" Teriakku ke wajahnya yang sedikit memerah itu.

"Tapi gue gabuka privasi lu! Gue cuma mau ambil PS lu doang! Salah? Salah gue kalo begitu? Hah!" Bentakan kak Arya semakin terdengar jelas dan membuat jantungku berpacu lebih cepat lagi.

"Iya! Salah Besar!" Teriakku di depan wajahnya.

Kak Arya terdiam, tidak ingin mengubris perkataan aku. Dia mematikan televisi dan pergi ke kamarnya.

"Gini banget sih gue, punya kakak kayak gitu banget. Nambah-nambahin dosa aja." Gumamku dalam hati.

Aku masuk ke kamar dan menghempaskan tubuh lelahku di atas kasur.

Tiba-tiba kucingku masuk melalui pintu kamar yang tidak ku tutup.

'Meowww'

"Eh Milky. Sini." Aku menghampirinya dan menggendong kucing kesanganku yang berwarna putih seputih susu itu.

'Pranggg'

Bingkai kaca di atas meja samping tempat tidurku pecah terjatuh karena pergerakkan mendadak oleh Milky yang tidak ingin aku gendong itu. Aku menghampiri pecahan kaca dari bingkai yang terjatuh dan posisinya terbalik.

Aku melihatnya perlahan, foto apa dibalik bingkai yang pecah itu.

"Astagaaa!" Gumamku pelan.

Ternyata itu adalah foto aku dan Rei, foto disaat aku dan Rei jadian.

Kenapa terjatuh? Kenapa bisa pecah? Dan kenapa harus foto aku dengannya? Apa ada sebuah pertanda? Atau kejadian burukkah yang akan terjadi antara aku dan Rei?

Never Let You Go! [COMPLETED]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang