Aku melihat Aoi tersenyum. Aku baru tahu, ia adalah adiknya. Kenapa aku tak tahu. Dan kenapa dia tak mengatakan dari awal. Aku hanya mengikuti rangkaian acara dengan senyum dan diam. Aku bersyukur bisa bertemu dengannya lagi.
"Maki-chan, ayo pulang." Ajak Aoi. Aku terlalu lama terdiam. Bahkan beberapa keputusan teralkhir tidak kuperhatikan sama sekali. Biarpun begitu aku tak memikirkan apapun kecuali hanya diam.
"Hemm. Ayo." Jawabku sambil berdiri. Seperti apa rasanya aku tidak tahu. Senang juga tidak, sakit juga tidak, biasa-biasa saja. Tapi kemudian aku menyadari bahwa aku memang sudah melupakannya. Orang yang terlalu lama lupa pasti tidak akan mengingatnya lagi tanpa adanya pancingan. Dan begitu pun padaku. Aku sama sekali melupakannya. Dalam perjalanan pulang aku hanya diam melihat kedepan. Pak sopir entah mengapa juga tak memiliki aura berbicara seperti tadi pagi. Beberapa orang di belakang sudah benar-benar terlelap. Hanya Aoi yang terlihat masih membuka mata sambil memainkan handphonenya.
''Maki-chan. Apa yang kau pikirkan?'' suara Aoi memenuhi benakku. Aku tak tahu memikirkan apa. Hanya saja ini terasa sangat membingungkan. Aku diam tak menjawab.
''Baiklah, aku hanya ingin menanyakan keadaanmu saja. Jika kau tak ingin menceritakannya padaku itu tidak masalah.'' Kata-kata Aoi menggetarkanku. Aku diam. Lalu menyandarkan kepalaku di jok kursi yang kududuki. Kupejamkan mata lama.
<__>
Hari ini serasa batu-batu sebesar gunung berjatuhan di atas bahuku. Kuingatkan kembali bahwa di hari seminar itu diadakan, aku tidak mengikuti pelajaran matematika dan fisika. Ternyata guru fisika kami memberikan tugas begitu banyak berkaitan dengan pelajaran minggu lalu. Lebih menyakitkan lagi kedua guru kami memutuskan ujian bab terakhir dilaksanakan hari ini juga. Ini benar-benar bencana. Tadi pagi pelajaran Matematika membuatku masuk angin. Sekarang pelajaran fisika membuatku terkena serangan jantung tiap membaca soal-soalnya.
Aku melihat Mami-chan keluar ruangan pertama kali. Sudah kuduga. Dia begitu jenius di fisika dan matematika, dan kimia, dan semua pelajaran. Berbeda denganku yang alergi sekali dengan hitungan. Benar-benar membenci tapi terpaksa melakukan seluruh tugas-tugasnya dengan baik. haahhh. Aku keluar kedua paling akhir.
"Mami-chan. Aku harus makan. Antar aku ke kantin sekarang." Aku menyandarkan kepalaku ke bahunya. Dia seperti seorang pria yang selalu menuruti permintaan kemesraanku. Hehe.
"Baik, dengan satu syarat, aku juga membutuhkan makan . bukan hanya sebagai pengantar." Dia tersenyum dalam kata-katanya yang menakutkan.
"Baik. tapi kapan-kapan gentian kau yang membayar." Jawabku.
Kamiberjalan melewati koridor depan kelas-kelas lain. Aku menggandeng tangan Mami-chan. Hanya berpura-pura lemah karena lapar. Yang paling kusuka adalah Mami-chan tidak pernah protes dengan kelakuanku. Kecuali kalau dia sedang dalam keadaan yang menyeramkam. Aku menggumamkan beberapa kata pada Mami-chan dan kami hanya melakukan itu sepanjang koridor.
"Maki-chan." Seseorang memanggilku. Aku menoleh. Itu...Aoi. Aku berhenti. Tersenyum padanya. Ia membalasnya dengan anggukan lalu senyuman. Senyuman yang manis. Aku terkaget. Lalu segera berbalik. Kenapa senyum anak ini mengingatkanku pada kakaknya. Tanganku terlepas dari tangan MAmi-chan.
"Maki..ada apa?" ia bertanya tanpa menoleh sambil terus berjalan.
"Tidak." Jawabku singkat. Aku tahu Mami-chan memperhatikanku tanpa melihat ke arahku.
"Akhirnya, sampai juga." Aku langsung berhambur memesan nasi goring udang dan salad.
"Mami-chan, kau mau pesan apa?" tanyaku padanya.
"sama denganmu."
"Bibi, kami pesan 2 porsi." Aku berteriak dari luar dan bibi kantin menjawab dengan mengacungkan sendok kepadaku. Aku tersenyum.
Kantin sebenarnya masih dalam keadaan sepi. Hanya beberapa anak yang sudah duduk dan makan. Kelas kami memang sedang ujian sehingga kami keluar sebelum jam pelajaran selesai.
Toleloletototolelolet...... bel sekolahku berbunyi panjang. Beberapa detik berikutnya kulihat gerombolan anak kelas IPS masuk ke kantin dan memesan. Belum selesai mereka pesan aku Melihat beberapa anak berhamburan dari kelasnya dan langsung berebut makanan. Untung saja kami pesan dulu. Tak berapa lama pesananku datang. Langsung kulahap tanpa ampun. Namun baru kusadari bahwa Mami-chan belum makan sesendok pun. Dia memandangiku.
"Ada apa? Kau sakit?" Tanya Mami langsung. Aku berhenti mengunyah makanan dimulutku.
"Maki, apa yang sebenarnya terjadi padamu? Sejak dari acara itu semuanya seperti berubah. Kau lebih banyak bbicara pada Aoi saat itu.." Mami-chan membuatku ternganga. Sebenarnya dia begitu perhatian hanya saja Mami-chan tidak progresif, dia ingin tahu tanpa langsung bertanya ketika ada perubahan terjadi. Aku hanya tersenyum
"Mami-chan, tetrima kasih telah mempehatikanku. Tapi saat ini aku belum tahu apa yang harus kuceritakan padamu tentang masalah ini. Terlalu rumit kusadari. Makanlah." Hanya sebatas itu yang kukatakan, kubiarkan dia penasaran dan aku melanjutkan makan tanpa selera.
"Baiklah, katakan saja padaku ketika kau sudah sakit hati." Kata-kata Mami-chan menggigitku.
"Hemm..."aku tak terpengaruh biar pun rasanya sakit. Memang benar ini menyakitkan tapi aku masih bingung apakah aku harus menceritakan semuanya pada Mami-chan. Tapi kuputuskan untuk diam dan melihat kelanjutannya.
KAMU SEDANG MEMBACA
EmoLost
RomancePast means nothing. Future means everything. But my future with someone from my past is my everything. Even though my past wasn't that beautiful to remember.