CHAPTER 19

1 0 0
                                    

Malam dingin datang kembali. Kapan musim panas akan datang aku tak bisa mengetahuinya. Dingin yang menyengat tulang. Aku berjalan menuju mini market di seberang gedung apartemenku dengan jaket membungkus tubuhku. Pemiliknya sangat ramah. Setiap kali aku melewati tempat itu dia selalu menyapa. Namun kali ini dia tidak terlihat.  Rak-rak yang diatasnya penuh dengan berbagai macam produk di tata begitu rapi. Sangat rapi berjajar. Tidak biasanya serapi ini. Aku melihat ke atas di mana cermin2 besar menggantung di tembok. Aku melihat pegawai baru sedang menata sesuatu di depan meja kasir. Sangat serius. Disisi lain ada dua pembeli lain. Barang-barang yang kubeli segera ku bawa ke meja kasir. Pegawai baru yang kubicarakan adalah seorang gadis manis.
"Kau Baru di sini?" Tanyaku. Dia mungkin 2-3 tahun lebih muda dariku.
"Iya Nona. Baru 3 hari ini. Apakah ada yang lain.?"
"Ini saja. Terimakasih." Ucapku.
"Sama-sama. Sampai jumpa." Aku mengangguk dan memberikan senyumku. Dia sangat manis.
Aku berjalan keluar membawa barang belanjaku. Lumayan berat meskipun hanya detergent, sikat gigi, beras dan beberapa makanan lain. Tiba-tiba ada yang meraih tanganku. Dan plastik belanjaku sudah tidak di tanganku lagi. Kulihat seseorang berjalan mengiringiku.
"Ini lumayan berat Maki-chan. Apa kau sering belanja di sana?." Dia berjalan ringan disampingku.
"Apa yang kau lakukan? Stalker?" Tanyaku. Langkahku sedikit berat.
"Aku? Stalker? Tidak mungkin. Hanya lewat. Di mana apartemen mu?" Asaoka melihat ke arahku.
"Kau mau mengantarku ke sana?" Tanyaku. Aku merasa tidak enak karena pembicaraan ayahku denganku tentang perjodohan dengan Asaoka.
"Tentu. Aku belum pernah ke sana. Tak apa jika aku bertamu?"
Asaoka memojokkanku.
"Kau boleh datang bertamu." Ucapku. Aku tersenyum melihatnya menunggu jawabanku. Dia tersenyum tipis. Manis sekali. Jika aku baru kali ini bertemu dengannya mungkin aku akan jatuh cinta. Asaoka begitu baik tampan mapan dan juga kedua orangtuaku menyukainya. Tapi aku bahkan tak tahu kenapa aku tak bisa menjadi seperti keinginan mereka. Mencintai Asaoka. Ada sesuatu yang kosong di hatiku.
"Apa yang kau pikirkan? Kau tak membuka pintu?" Tangannya menyentuh bahuku.
"Huh?" Lamunanku buyar.
"Pintu..kau harus membuka pintu. Sejak tadi kau diam melamun. Bahkan tak mendengar kata-kataku." Ucapnya panjang lebar.
"Haa. Maaf. Ada sesuatu yang kupikirkan. Akan kubuka." Aku mengetik password kamarku. "Masuklah. Kau boleh memakai sandal kitty itu" Ucapku.
"Permisi.."
"Silahkan duduk. Apa kau mau minum sesuatu?" Tanyaku.
"Di mana aku harus menaruh ini?" Dia menunjuk ke barangku yang di bawanya.
"Aku akan membawanya ke dapur."
"Di mana dapurmu?" Tanya Asaoka.
"Sebelah sana. Biar aku saja." Aku bersikeras.
"......." Dia tak menjawab dan langsung menuju ke dapur. Aku mengikutinya. Dia meletakkannya di atas meja. Lalu membuka lemari es. Membuka laci penyimpanan gelas mengambilnya dan mengisinya dengan susu cair. Kemudian meminumnya.
"Hey. Seharusnya aku yang membuatnya untukmu." Ucapku.
"Tidak perlu. Kau bisa membuat segalanya untukku ketika kita sudah resmi menikah nanti Maki." Senyumnya mengembang mesra menatapku. Matanya tersenyum manis padaku. Aku menatapnya terdiam. Aku tak mengerti.
"Apalagi yang sedang kau pikirkan?" Tangannya menyentuh pipiku. Aku tak bisa menatapnya. Rasa bersalah menumpuk di dadaku. Keinginan orang tuaku, betapa baiknya Asaoka padaku tapi bahkan aku tak tahu bagaimana mencintainya.
"Maki?" Asaoka menatapku.
"Hemm?" Mataku begitu panas. Sekali aku berkedip maka semua itu akan tumpah.
"Jika ada yang mengganggumu katakan padaku." Tangannya yang panjang menarikku dan memelukku. Air mataku jatuh. Dia mengelus rambutku.
"Tidak apa-apa. Menangislah." Isakanku semakin keras mendengar suara lembutnya.
"Maaf Asaoka..." Ucapku lirih.
Aku mengencangkan pelukanku padanya. Bagaimana mungkin aku tak bisa jatuh cinta pada pria selembut ini.

EmoLostTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang