CHAPTER 22

1 0 0
                                    


"Cold right? Just for you all that feel this coldness, i'll give you all this warm song. Listen and keep warm with the blanket." suara renyah penyiar radio yang semenjak sore kuhidupkan membuatku tersenyum.
Malam ini sangat dingin memang. Aku bahkan mengenakan kaos panjang meskipun pemanas ruangan menyala. Coklat panas yang sedari tadi berada ditanganku perlahan menghangat. Dan tak sadar coklat itu dingin ditanganku. Handphoneku berdering. Aku menatap layar lama. Nomor baru.
"Moshi-moshi." sapaku.
"Moshi-moshi." suara pria itu sudah membuat hatiku perih.
"Apa kau baik-baik saja?" dia bertanya seperti tak pernah ada yang salah yang pernah dilakukannya. Aku menelan ludah.
"Tentu." jawabku.
"Apakah kau bisa keluar. Aku di depan pintu." perkataannya membuatku berdiri kaget.
"Sekarang?" tanyaku.
"Tidak. Besok." jawabnya.
"What?"
"Sekarang Maki-chan. Bisakah?" ucapnya lagi.
Aku berjalan menuju pintu. Apakah keputusanku membuka pintu benar. Aku tak tahu. Perlahan kubuka pintu.
"Hai." sapanya.
"Hai." balasku.
"Can i?"
"Aa..masuklah." ucapku.
"Sedikit lebih rapi dibanding dulu huh.." ucapnya membuka percakapan.
"Apa maksudmu? Kapan?" aku mengerutkan dahi. Kapan.
"When you had a bad condition. Long ago." ucapannya membuatku mencari ingatan kapan dia kesini. Dan ingatan itu datang. Aku berpikir saat itu adalah mimpi. Apa mungkin dia...
"Kau tinggal di mana?" tanyaku.
"Di sebelah." jawabnya singkat.
"Seperti yang kuduga." pikiranku melayang. Kenapa dia tak pernah sekalipun menyapaku. Mengetuk pintuku. Ataupun meneleponku. Bayangan kejadian kemarin membuatku trauma.
Lama kami hanya diam dengan pikiran masing-masing.
"Maki-chan. I am sorry." ucapnya.
"For what?" ucapku menahan air yang mulai membuat kabur mataku.
"All the things i've done." matanya menatapku. Aku tak berkedip. Dia yang hanya di seberang meja terasa begitu jauh untuk ku raih.
"Tak ada yang perlu dimaafkan. Sekarang pulanglah." aku berdiri dan berjalan menuju pintu.
"Apa kau membenciku?" dia mendekat.
"Aku berkata tak ada yang perlu dimaafkan. Pergilah...." ucapku tegas. Air itu akan segera jatuh. Aku tak mau dia melihatnya.
"Maki..." dia tak bergerak. Dia hanya menatapku sedih. Aku tak bisa menahan lagi. Air mata itu menetes. Mengalir melewati pipiku. Terasa hangat. Aku menunduk. Aku mencengkeram lengannya.
"Jika memang kau menyesal kenapa tak sejak dulu menemuiku. Kenapa hanya diam. Kenapa bersembunyi dariku. Kenapa harus tinggal di sebelahku jika tak mau melakukannya. Kenapa? Kenapa kau memperlakukanku begitu buruk. Apakah aku sangat mengganggu. Apakah aku bahkan tak ada artinya.." jelasku berurai airmata. Aku tak bisa lagi hidup seperti ini.
"Maki..." panggilnya.
"Pergilah..." ucapku membuka pintu.
"Maki..!!" suaranya meninggi.
"Aku mohon pergilah." suaraku melemah. Tak ada isakan. Hanya air mata yang jatuh berderai begitu deras.
"Maaf jika kau merasa begitu. Aku bahkan tak tahu bagaimana perasaanmu." ucapnya. Dia mendekat. Tangannya meraihku.
"Jangan. Jangan. Kumohon. Jika kau tak merasakannya lebih baik jangan kesini lagi. Tidak. Jangan menemuiku lagi." aku mendorongnya keluar.
"Listen, Maki. Maki." dia memegang kedua lenganku.
"Maaf aku tak bisa meninggalkanmu sekarang. aku masih merasakan hal yang sama. Sejak lama." ucapnya. Aku bahkan tak mempercayai yang dia katakan.
"What? I am not stupid." ucapku.
Tiba-tiba tangannya meraihku. Dia memelukku. Aku merasakan detak jantungnya yang berdetak begitu cepat. Sama sepertiku ketika melihatnya pertama kali.
"Kau mendengarnya? Bahkan jantungku tahu siapa yang penting bagiku." ucapnya. Pelukannya menyadarkanku. Apakah aku bodoh. Begitu bodoh.
"Kau begitu bodoh Maki. Apa selama ini kau begitu menderita karenaku? Maaf. Aku benar-benar minta maaf. Aku masih sama seperti dulu. Aku masih sama." kata-katanya menghentikan perih dan sesak di dadaku seketika. Perih dan sesak yang begitu lama menghuni hatiku. Hanya perasaan lembut dan hangat. Perasaan yang lama tak kurasakan datang kembali. Pelukan ini sangat berbeda dengan pelukan Asaoka. Tapi debar jantung mereka berdua sama. Hanya saja....aku hanya merasakan kenyamanan ini bersama pria yang kini ada di depanku.
Actually my past still nothing. And my future life is everything. And i realize that my future with someone in the past always my everything even though my past wasn't beautiful enough to remember.

EmoLostTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang