Sejak kejadian di SMP 2 tahun yang lalu, Maura menutup hatinya rapat-rapat untuk pria manapun. Ia juga tidak mengharapkan Aim menjadi pacarnya. Ia tidak ingin usahanya sia-sia menunggu seseorang yang belum tentu menaruh hati juga padanya.
Maura aktif berorganisasi. Ia membunuh bayangan dua cowok sekaligus, yaitu Iyan dan Aim yang dianggap hanya sebagai pemberi harapan palsu.
Kalau memang benar mereka tidak menyukaiku, setidaknya mereka mengatakannya dan menjauh. Bukan mendekat, tersenyum dan bersikap baik yang mengarah seakan-akan memberikan perhatian seperti itu.
Maura menjadi anak yang beringasan. Disenggol sedikit saja ia bisa mengamuk habis-habisan. Bila ia melihat ada cowok menggoda anak perempuan di kelasnya, ia mau muntah. Ia tidak ingin bila temannya dijadikan mainan saja. Ia juga akan memarahi cowok yang telah bersikap tidak sopan terhadap semua perempuan yang ia kenal.
Maura menjauhi Aim. Dia menganggap bahwa Aim tak lebih dari seorang player. Semua wanita cantik didekatinya. Bercengkrama mesra. Tapi tidak ada satupun perempuan di sekolahnya yang ia jadikan pacar.
"Tidak gentle. Mending pergi jauh-jauh dari muka bumi."
Maura juga berhenti ekstrakurikuler basket di sekolahnya. Juga ekstrakurikuler Palang Merah Remaja. Ia tak ingin didekati cowok manapun.
Maura tahu bahwa ada seorang senior Palang Merah Remaja yang menyukainya. Tatapan matanya, caranya memperlakukan Maura dan salah tingkah darinya. Sementara Maura tahu bahwa seniornya itu sudah punya pacar.
Pacar senior itu menatap Maura dengan penuh kedengkian meskipun Maura bersikap biasa-biasa saja bahkan tidak meladeni Iyas, seniornya itu.
Iyan, Aim, Iyas. Siapa cowok selanjutnya yang akan mengecewakannya?. Itulah mengapa Maura menjauhi semua cowok yang mencoba mendekatinya dan menarik perhatiannya. Ternyata berhasil, Iyas membenci Maura setengah mati.
"Ya, baguslah. Aku benci dipermainkan."
Maura pergi ke kantin Darma Wanita di sekolahnya. Mukanya yang sangat tidak bersahabat membuat anak cowok malas mendekatinya, kecuali mempunyai misi khusus, yaitu Taruhan.
*
"Hai, Ra?sendirian, nih?."
"Jadi kenapa kalau sendirian. Masalah buat lo?."
"Jelas masalah. Aku tidak mau kau kesepian. Sini biar aku temani."
"Kau pikir aku perempuan apaan?semudah itu mau diperlakukan bagaimanapun oleh cowok?. Tidak usah!. Aku lapar. Mau kau ku makan, hah?."
"Iiihh, cantik-cantik kok galak?. Nanti tidak laku, loh!."
"What ever!. Ibuku saja tidak sewot. Kenapa kau yang mesti sewot?. Pergi sana dari hadapanku."
Playboy kelas teri malu di hadapan orang ramai. Maura memarahinya tepat di depan kantin terbesar di sekolahnya.
"Ah, peduli amat."
Maura melihat kerumunan murid yang kelaparan. Saking sibuk dan terburu-buru penjual makanannya menjatuhkan mangkok yang berisi mie goreng yang akan dihidangkan kepada pemesannya. Mangkok itu jatuh tepat di hadapan Maura. Dengan sigap Maura menolongnya.
"Sini, Bu saya bantu. Ibu hati-hati, ya?. Untung ini mie goreng, kalau mie kuah bisa mengenai baju Ibu."
"Iya, Nak. Makasih sudah bantuin Ibu."
"Ya, sama-sama," Maura memunguti mie goreng, sayuran dan telur mata sapinya.
Beratus mata hanya memandang sejenak ke arah penjual mie. Maura bangkit dari jongkoknya.