Maura merasa gelisah dengan kejadian tadi malam. Seharusnya ia bahagia, harusnya ia bersuka cita, tapi entah mengapa Maura meninggalkan Iyan sendiri di cafe.
Maafkan aku Iyan. Aku masih sangat mencintaimu. Tapi aku takut, benar-benar takut kau akan mempermainkanku.
Maura meminta nomor ponsel Iyan dengan Hilda. Meski ia sering bertemu dan jalan berdua, Maura tidak mempunyai nomor ponsel Iyan hingga detik ini.
Semoga Iyan baik-baik saja.
Trrriinggg.. Nada pesan di ponsel Maura berbunyi. Bukannya nomor ponsel Iyan yang ia dapat, tapi berita duka.
Hy Ra?. Ap kw g tw kl Iyan accidnt d jln?. Kt ny dia plg dr mkn di cafe valley dg tmn dktny. Ap it kw?. Aq bnr2 g ngrt jln pkirnmu. Knp kw tgglkan Iyan bgt aj?. Ap kw msh blm bs mmfkanny?. Iyan jg mncintaimu, Ra. Trust Me!. Aku cm ingn klian bhgia. Ini nmr hp Iyan +628973036747
Maura pingsan. Tubuhnya dingin dan gemetaran. Mukanya pucat. Ia dilarikan ke Rumah Sakit yang sama di tempat Iyan dirawat inap.
Maura segera dilarikan ke IGD. Paman dan Bibinya menunggu diluar. Beberapa petugas melepas sandal dan perhiasan yang dipakai oleh Maura. Maura segera ditensi darahnya oleh perawat. Ia juga diperiksa denyut jantungnya oleh seorang dokter muda.
"Siang, Dok. Tensinya 60/80."
Dokter segera memasang stetoskop dan mendengarkan denyut jantung Maura. Dokter tersebut tidak menatap wajah Maura sama sekali.
Dokter keluar dari instalasi tempat Maura dilarikan.
Perawat segera membuka pakaian Maura dan menggantinya dengan pakaian rumah sakit. Maura masih dalam keadaan tak sadarkan diri. Perawat mengambil alat EKG untuk merekam denyut jantung dan nadi Maura. Setelah selesai, perawat menciumkan minyak aromaterapi untuk menyadarkan Maura.
Maura membuka matanya perlahan-lahan. Penglihatannya berkunang-kunang. Ia meneteskan air mata. Maura mencoba mengamati sekitar. Ia melihat sedang berada di ruang sempit berhordeng hijau tua yang menutupi sekelilingnya.
"Saya kenapa, Sus?."
"Oh, Mbak hanya kelelahan saja."
"Sekarang saya bisa pulang?."
"Nanti, Mbak. Kita tunggu hasil diagnosa dari dokter."
"Tapi saya ingin menemui seseorang."
"Nanti saja, Mbak. Sekarang Mbak istirahat saja dulu. Sebentar lagi Mbak akan dipindahkan ke ruang rawat inap.
"Saya kesini dengan siapa, Sus?."
"Dengan Bapak-bapak yang wajahnya mirip Mbak dan seorang wanita, mungkin istrinya. "
"Terima kasih, Sus."
MAURAPOV
Aku sangat mencintai aroma obat-obatan yang menusuk hidung, dengan warna cat dinding yang menyejukkan mata. Tapi aku ingin menjenguk Iyan. Aku harus mencari dia kemana?alamatnya saja aku tidak tahu. Bahkan Hilda pun tidak tahu dimana keberadaannya di Bandung ini.
Tapi,, aww... kepalaku pusing. Aku mengamati satu-persatu isi ruangan ini. Sepertinya aku sedang berada di IGD.
MAURAPOV END
"Selamat siang, Mbak?. Sudah sadar?."
"Eh, Dokter. Iya, saya sudah sadar. Memangnya tadi saya pingsan ya, Dok?."
"Iya. Mbak kita periksa lagi. Coba dibuka mulutnya," sambil mengarahkan senter kecil ke arah mulut Maura.
Dokter juga membuka sedikit kelopak mata Maura yang kanan dan kiri. Ketika akan kembali ke meja jaganya, Maura memanggilnya, "Makasih, ya, Dok?."