Sejak saat praktek Biologi waktu itu, baik Red Devil maupun Maura hidupnya sangat bergairah. Maura kembali seperti dulu, menjadi periang. Red Devil pun menjadi lebih punya toleransi dengan teman-temannya, sudah jarang flirting dengan cewek-cewek cantik di sekolahnya.
Maura dibelikan buku baru oleh Ibu sebagai hadiah kemenangan atas dua lomba sekaligus. Sederhana namun sangat berarti bagi Maura.
Ibunya sangat tahu bahwa Maura adalah anak satu-satunya yang suka menulis.
"Kalau kau berlatih terus, tulisanmu akan semakin bagus, Ra."
"Iya, Bu. Semangat menulisku pun sekarang semakin tinggi."
"Ibu senang kalau kau tidak menjadi pemurung lagi. Begitulah hidup, Ra. Setiap ada yang datang, pasti ada yang pergi. Selalu begitu. Kau tidak mampu menahan alurnya, ikuti saja kemana ia akan berhenti. Jangan pula kau melawan arus. Nanti kau bisa tenggelam."
"Tapi apa maksudnya, Bu?."
"Nanti kalau kau dewasa, kau akan mengerti."
*
Maura menulis cerita tentang Deny, bukan lagi Red Devil Maura menyebutnya.
Dear You
I'm so, so happy now.
My enemy didn't make me annoyed anymore. He's so cute and calm. He always come when there's lesson additional when school ends.
He's becomes polite, respected others.
He made me thinking that he'll be my consideration.
Thanks GOD, he has been changed.
Hope it was a true action and eternally, not only contemporary act.
Maura
**
"Hai, Ra?boleh aku pinjam kamus Bahasa Inggrismu?."
"Boleh. Sebentar aku ambilkan."
"Boleh aku duduk disini?," sambil menunjuk ke arah kursi Hilda teman sebangkunya yang juga sahabatnya.
"Hmm, boleh. Tapi hanya boleh sebentar. Aku tidak ingin teman-teman salah paham dengan sikapmu."
"Oh, ok."
"Ini kamusnya. Dijaga baik-baik jangan sampai robek, dicoret-coret atau bahkan lembarannya hilang."
"Ya. Tenang saja."
"Hey, show your attitude."
"Pardon, Thank you sweetie."
"What?."
"No. Forget it!."
Maura tersenyum. Apa mungkin dia salah dengar?. Mantan musuh terbesar di sekolahnya memujinya, atau malah menggodanya?.
Dear you
Very very strange feeling
I don't know why am I so happy when he told that I'm sweetie.
In fact, yes absolutely I'm sweetie.
But, who is he?.
Maura
***
"Maura itu, kalau lagi jutek saja dia manis. Apalagi kalau tersenyum. Duuuh, sejuk rasanya hati ini. Coba dia suka denganku atau jadi pacarku. Mungkin Aku cowok terberuntung di dunia. Ha, ha, ha. Tapi bagaimana dengan Anggun?. Aku sedang pedekate dengannya. Bisa ketahuan belangku kalau juga mendekatinya."
"Deny, Den. Boleh aku mengambil kamusku?. Aku mau pakai sebentar."
"Eh, Maura. Sorry ya yang tadi."
"Yang mana?," Maura pura-pura tidak tahu.
"Ya, gagal deh."
"Apanya yang gagal?."
"Sebentar, nanti aku antarkan ke mejamu saja."
Lima menit berlalu
"Thanks,, ya?."
"Sama-sama."
Maura mencari vocab yang belum pernah ia tahu selama ini. Ia mengerjakan tugas di tempat kursusnya.
Tiba-tiba Maura menemukan selembar kertas coretan.
"Mungkin ini bekas Deny tadi. Aku akan mengembalikannya. Mungkin masih berguna."
Deny mencari kertas yang ia coret tadi. Ia seperti sedang kehilangan sesuatu yang sangat berharga. Mungkin tingkat pribadinya juga tinggi.
Maura tidak sengaja membaca isinya.
"Tuhan, kenapa tidak dari dulu saja Engkau hadirkan ia di dalam hidup ini. Mungkin hidupku jadi lebih bermakna."
Who is she?. Awan mendung menutupi wajahnya seketika.
Maura membuang kertasnya ke kotak sampah.
Deny masih mencarinya kemana-mana.
****
"Siapa yang Deny maksud?apa mungkin itu aku?. Mengapa aku berharap penuh dengannya?sedangkan aku saja baru mengenalnya belum satu tahun. Itu mustahil bagiku untuk bisa menyukai seseorang. Atau, aku hanya......"
"Kasmaran!," Deny menjawab pertanyaan saat main tebak judul lagu.
Seperti ada kontak batin, Deny seakan mampu menjawab pertanyaan yang masih menggantung di kepala Maura.
"Lihat Maura, kalau ia tersenyum pasti sangat manis. Deny, coba kau lihat itu," Ricky teman sebangku Deny menunjuk ke arah gadis yang mulai dikaguminya.
"Hey, itu milikku."
"Maksudmu?, kau suka dengan Maura?. Aku berani bertaruh dia tidak akan menyukaimu apalagi menerimamu sebagai pacarnya."
"Siapa yang meragukan pesonaku?, kita lihat saja nanti."
"Jangan sok yakin, Den. Nanti kau bakal malu sendiri kalau ucapanmu tidak ada buktinya."
"Aku tahu bagaimana menaklukkan hatinya."
"Jadi, taruhan nih?."
"Kau tunggu saja buktinya. Aku tidak ingin bertaruh untuk gadis satu ini. Sepertinya dia berbeda."
"Bilang saja kalau kau takut ditolak. Kalau kau tidak yakin, lebih baik kau urungkan saja niatmu. Tarik saja ucapanmu."
"Pantang bagi seorang Deny Ferdinand menarik ucapannya sendiri."
"Ok. Aku tunggu."
"Tapi, sepertinya Maura memang berbeda. Sepertinya aku tidak punya kekuatan untuk menyakitinya. Selama ini aku yang salah. Sejak mengenalnya hidupku mulai banyak berubah."
"Den, maaf tadi kertasnya ku buang."
"Kau tidak membaca isinya, bukan?."
"Tidak sengaja aku membaca, tapi hanya satu paragraf saja."
Wajah Deny mulai merona. Persamaan yang dimiliki oleh dia dan Maura.
"Kau tidak marah?."
"Marah untuk apa?. Aku bahkan tidak tahu siapa yang kau maksud. Itu untuk Anggun, ya?," Maura memancing rahasia Deny.
"Bukan. Jelas bukan. Itu untuk orang yang spesial."
"Ya, terserahlah. Itu hakmu. Asal tidak kau coret di kamusku saja," lagi-lagi Maura memamerkan senyum termanisnya
Maura sudah lama tidak tersenyum. Tapi keadaannya sekarang berbeda. Ia bagai menemukan elemen terpenting untuk memancingnya untuk tersenyum. Maura pun sekarang jadi rajin bercermin, melatih senyumnya yang sudah lama padam.
"So sweet."
"Apa?."
"Tidak. Bukan apa-apa."
"Apa aku tidak salah dengar?. Ia mengatakan lagi bahwa aku manis." Alhasil Maura tersenyum sendiri.
*****