"Ra, nanti kalau lulus sekolah kau akan melanjutkan ke perguruan tinggi mana?, jadi kau ambil jurusan Desain Grafis?," tanya Deny. Entah mengapa ia sangat takut berpisah dengan Maura. Ia takut kehilangan Maura. Deny mulai mencinta.
"Di pulau jawa, Institut Teknologi terkenal di Bandung. Tapi, itupun kalau lulus. Apa kau mengizinkanku, my red devil?."
"Ya, aku mendukung apapun cita-citamu, Ra. My honey bee."
"Apa kau mau kita tetap seperti sekarang, atau...?."
"Sekarang sudah ada internet. Kita bisa berkirim e-mail atau setiap hari aku akan menelponmu."
"Tapi nanti pasti kita punya kesibukan masing-masing. Bagaimana kalau kau rindu denganku?."
"Aku bisa menyusul ke Bandung. Nanti disana kau tinggal dimana?."
"Di rumah Paman, adik Ibuku."
"Ra, boleh aku tanya satu hal?."
"Apa?bukannya selama ini kau selalu bertanya banyak hal padaku?."
"Apa alasanmu pergi ke Bandung?mengapa harus kuliah disana?di tempat lain banyak. Di Jakarta lebih dekat. Mengapa harus ke Bandung?."
"Karena itu mimpiku, Den. Aku sangat senang bila kuliah disana. Udaranya sejuk, masih banyak pemandangan alam yang indah. Kalau aku bosan, aku bisa jalan-jalan."
Deny tahu masih ada yang Maura sembunyikan. Ia mendapatkan informasi yang selama ini belum ia ketahui.
"Ya, sudah kalau hanya itu alasanmu."
"Sebenarnya masih ada, Den. Tapi, apa kau berjanji tidak akan marah?."
"Katakan saja," Deny khawatir kalau jawabannya benar.
"Aku ingin menemui seseorang. Tapi itupun kalau bertemu saat USM nanti."
"Untuk apa?cowok apa cewek?."
"Cowok. Masa laluku. Aku hanya ingin hidup tenang, tanpa dibayang-bayangi masa lalu."
"Kalau tidak ketemu, bagaimana?."
"Ya, sudah. Semoga suatu hari nanti aku bisa bertemu langsung dan meminta maaf."
"Maaf untuk apa?."
"Karena aku pernah membuatnya membenciku."
Sebegitu pedulinya Maura dengan perasaannya?. Apa dia tidak memikirkan perasaanku sama sekali?.
"Den, kenapa kau tampak sedih?. Itu juga belum tentu lulus. Dan aku juga belum tentu bertemu dengannya."
"Apa kau mau aku antar dan temani ujian disana?."
"Tidak usah. Ayahku yang mengantarkanku."
"Atau aku menyusul saja. Nanti aku menginap di hotel saja."
"Den, doakan saja. Aku pasti akan baik-baik saja."
"Andai kau tahu, Ra. Aku tak ingin kehilanganmu. Apa jadinya aku kalau kau jadian dengan Iyan?. Aku tahu kau sangat mencintainya. Mungkin sampai detik ini. Kau tidak pernah sama sekali mengatakan apakah kau mencintaiku atau tidak. Meski aku tahu cinta tak mesti terucap. Sikapmu sudah menjawabnya, tapi aku ragu, Ra. Aku takut kalau menerimaku hanya sebagai pelarian perasaanmu saja."
*
"Den, kok kau jadi mellow begini?. Play boy kelas kakap bisa galau karena perempuan. Kita party saja."
Deny mengikuti keinginan teman-temannya. Deny ikut di salah satu komunitas mobil yang suka kumpul-kumpul atau balap saat malam minggu.
Hari ini dia dugem di hotel berbintang. Sudah lama ia absen sejak jadi pacar Maura. Deny lebih alim dari sebelumnya.
Maura menunggu kabar dari Deny. Ia sudah tiba di Bandung. Maura sedang berlatih bakat melukisnya karena di ujian masuk universitas impiannya mengharuskan ia bisa melukis dengan sebagus mungkin. Maura terbayang wajah sedih Deny.
Maaf, Den. Jauh sebelum aku mengenalmu aku sudah memimpikan bisa diterima disana di Fakultas Seni Rupa dan Desain.
Maura memilih jurusan desain grafis dan desain produk.
***