Seumur hidup, Maura tidak pernah pacaran sebelumnya. Jangankan pacaran, pedekate saja tidak pernah. Entah karena ia tidak menghitung Aim sebagai mantan gebetan atau tidak. Dengan tegas ia mengatakan "You're the first in my life. I hope you'll be the last."
Kalimat terakhir itu yang membuat Deny melayang hingga ke Nirwana. Ia tidak pernah meragukan Maura untuk menjadi pasangan hidupnya kelak. Selalu kebaikan yang dilihatnya. Maura bukan tipe gadis yang suka berpura-pura atau menjadi orang lain dalam menjalin sebuah hubungan. Semua kelebihan dan kekurangannya ditunjukkan kepada Deny.
"Tidak pernah aku menemui perempuan sebaik dia, sesederhana dia dan semengerti dia. Selama aku menjalin hubungan ini, tak sekalipun ia mau ku jamah. Tak pernah minta dibelikan barang. Jangankan yang mahal, pensil satu pun dia tidak pernah memintanya. Kalau makan ia tidak pernah mau dibayari. Bagaimana bisa aku melepaskannya?."
Deny terjerat dalam pukat yang ia lempar sendiri. Justru ia yang tergila-gila pada Maura.
"Ra, mengapa kau mau menjadi pacarku?."
"Karena kau berjanji menjagaku."
"Selain itu?."
"Hanya aku dan Tuhan yang tahu."
"Akui saja kalau kau tak sanggup melawan ketampananku, bukan?."
"Aku tidak menilaimu dari penampilanmu."
Deny tahu bahwa Maura tidak pernah membandingkan seseorang dari penampilan atau bahkan status stratanya di masyarakat. Maura bersikap sama kepada siapapun juga.
Deny sering memergoki Maura pulang sekolah dengan perempuan yang baginya lebih jauh di bawah Maura dalam segala hal. Tapi Maura menerimanya dengan penuh kehangatan.
Tidak hanya cowok yang menggilai Maura, tetapi banyak anak perempuan di sekolah yang suka berteman dengannya. Maura anak yang ramah dan mempunyai empati yang tinggi. Ia tidak bisa membuat orang lain kecewa, kecuali orang tersebut yang terlebih dahulu mempermainkan perasaannya. Jangan pernah mengharap kebaikan dari dirinya. Ia tak sudi berteman dekat dengan orang dari golongan seperti itu.
"Ra, tunggu aku di gerbang sekolah."
"Kau mau bunuh diri?. Bisa ketahuan hubungan backstreet kita nanti."
"Tidak apa-apa kan kalau hanya sesekali?."
"No. Tepati janjimu."
Deny tidak bisa melawan perkataannya, apalagi kalau Maura telah melarangnya mempublikasikan hubungan mereka kepada semua orang di sekolahnya.
"Aku punya sesuatu untukmu."
"Sesuatu apa?."
Tunggu besok di sekolah.
**
Hari ini Maura berulang tahun. Tapi tidak satupun teman bahkan sahabatnya memberi ucapan selamat. Begitu juga Deny.
Maura mulai kesal. Ia hanya diam saja sampai jam istirahat tiba.
"Ra, temani aku di kelas ya?," pinta Hilda.
"Kau tidak jajan, Hil?. Apa kau sakit?."
"Ya. Kurang enak badan. Nanti makanannya titip dengan Deny saja."
"Aku beli dulu makanan sebentar baru aku menemanimu. Bagaimana?. Aku tidak ingin menyusahkan siapapun."
"Ya. Jangan lama-lama."
Maura merasa ada yang aneh. Semua teman kelasnya kecuali Hilda, menghilang entah kemana. Di kantin tak seorangpun teman sekelasnya ia jumpai.
Maura buru-buru kembali ke kelas. Ia juga membelikan makanan untuk Hilda.
"Makan dulu, Hil. Nanti kau tambah sakit."
"Trims, Ra. Kau baik sekali."
"Kita kan sudah berteman lama. Mana mungkin aku membiarkan sahabatku kesusahan. Oh, ya?. Kemana yang lain?kok belum kembali ke kelas?. Sepuluh menit lagi istirahat masuk.
Saat Maura baru duduk, Hilda tersenyum menoleh ke arah belakang. Namun Maura fokus ke buku ajaibnya.
"Happy birthday to you, happy birthday to you, happy birthday my sweetie happy birthday to you."
"Yeeeeeeeeeeeaaaahhh..."
Tiba-tiba Deny masuk ke kelas dengan semua teman satu kelasnya. Deny tidak datang dengan tangan kosong, ia membawa blackforest berukuran jumbo dengan hiasan buah cerry.
"Siapa yang punya ide ini?."
"Ditiup dulu."
"Terima kasih. Ini dari siapa?."
Deny tersenyum bahagia.
"Kau tidak perlu seperti ini, Den. Kau tahu ulang tahunku saja itu sudah lebih dari cukup."
"This for you."
Maura memotong kue pertamanya dan diberikan kepada Deny. Semua teman bahagia. Semua kebagian kue dan mereka bersama-sama memakannya. Seorang teman mengabadikan foto mereka berdua.
Thanks, GOD.
Speechless.
Thanks, Den.
***
Penantian seorang Maura berakhir sudah. Ia tak hanya mempunyai Deny sebagai pacar, tapi juga sebagai partner yang handal. Deny dapat diandalkan. Kapanpun Maura butuh pertolongannya, Deny selalu ada. Hari-harinya tak lagi sepi. Deny selalu menelepon Maura untuk bercerita banyak hal, tentang apa yang diharapkan dan diimpikan oleh Maura selama ini. Deny terlalu banyak ingin tahu, agar ia terbiasa dengan kehidupan Maura yang sederhana.
Deny tidak pernah membawa mobilnya saat menjemput Maura untuk mengantarnya ke toko buku atau perpustakaan daerah di kotanya. Ia tahu Maura lebih nyaman dengan mengendarai motor.
Benar saja, Maura tak mengeluh sedikitpun meski motor yang ditumpanginya bukan motor sport atau motor gede.
***