Maura mengamati novel-novel terbaru satu persatu. Ia membaca yang sudah dibuka sampul plastiknya. Ia tidak ingin berbuat lancang membuka plastik buku tanpa izin. Maura berputar mengelilingi rak buku. Lalu pindah ke rak buku yang lain.
Maura melihat ada bayangan Deny. Tapi ia masih fokus ke novel-novel yang bersampul menarik. Maura melihat ada seorang gadis berambut panjang hitam lebat berkuncir dua terpeleset di tangga saat menuju lantai 3. Maura dengan sigap menolongnya, ia membantu gadis tersebut bangkit dari jatuhnya.
"Hati-hati," sambil tersenyum kepada gadis itu.
"Terima kasih, ya?."
"Ya. Kau tidak apa-apa, bukan?."
"Tidak apa-apa."
"Kau bisa berjalan?."
"Ya. Sekali lagi terima kasih."
Gadis itu berlalu. Maura kembali ke rak buku tempat pertama kali ia berdiri. Belum sampai di rak buku, ia melihat Deny sedang menuju ke lantai 3, ia agak tergesa-gesa dan memanggil gadis yang telah ditolongnya tadi.
"Vira.."
"What?Vira?. Is she his ex girlfriend?."
"Ada apa, Ra?. Kenapa kau melotot seperti itu?." Hilda bisa membaca situasi.
"Lihat itu," Maura menunjukkan ke arah Deny dan gadis yang ditolongnya tadi.
"Bukannya itu gadis yang kau tolong tadi?."
"Ya. Namanya Vira."
"Sepertinya aku pernah melihatnya. Di teras rumah Deny. Ku kira itu sepupunya."
"Sepupu bagaimana?tidak mirip begitu. Dia juga tadi cuma bilang mau antar Papanya ke bandara."
"Coba kau selidiki dulu."
Maura mengirim pesan singkat ke Deny
"Hy, Den. Kw sdh dmn?kok smsku g dbls?aq cm mw blg kw g prlu membelikan aku notebook. Aku sdh prg ke toko buku sendiri. Td aku ktm Hilda dsn."
Deny segera menyapu seisi ruangan lantai 2 secepat kilat. Benar saja ia melihat Maura. Tapi Maura pura -pura tidak melihatnya. Ia khusyuk dengan novelnya.
Deny dengan ragu-ragu melangkah mendekati Maura. Ia memberikan isyarat kepada Vira, ia duluan saja.
"Hai, Ra?. Kau dengan siapa?."
"Hilda."
"Mau cari novel atau notebook?."
"Kira-kira menurutmu?."
"Kok jutek gitu?. Sorry tadi aku sedang di jalan. Tadi aku lama cari parkir motornya."
What? ke Bandara naik motor?.
"Sudah kau cabut kunci motormu?."
"Sudah. Aku kesini dengan sepupunya Ricky. Ia minta tolong diantar ke Toko Buku. Kebetulan rumahnya tidak jauh dari sini."
"Ya. Up to you. Susul saja Vira."
"Kau kenal dengannya?."
"Ya. Baru kenal tadi."
Maura sengaja menguji kejujuran Deny dengan memancing bahasa tubuhnya. Deny gelagapan dan gelisah saat ia mendengar Maura mengenal Vira.
"Aku hanya becanda," Maura tersenyum menang.
Deny mengempaskan nafasnya kuat-kuat. Ia benar-benar lega.
"Dasar player. Buaya darat. Untung aku tidak nekat dan gila, bisa saja ku gampar wajahnya yang bertopeng itu. Kok bisa-bisanya aku tertipu mulut manisnya?."
"Sudah susul saja pacarmu itu."
"Kau tidak cemburu, kan?."
"Tidak. Sama sekali tidak. Untuk apa?aku mengenal Ricky. Vira sepupunya. Jadi sama saja Vira temanku juga."
"Yessssss." Deny melangkah dengan ringan. Ia lupa kalau ada Maura masih memperhatikannya.
"Babe, yuk kita ke atas," sambil merangkul pinggang Vira.
"Aaaaaaaaaaaahhhhhhhh.... Awas saja kau, Deny. Cepat atau lambat kau akan kena getahnya."
Maura pulang lebih cepat dari biasanya. Sekujur tubuhnya mendadak menggigil dan penglihatannya berkunang-kunang. Hilda mengkhawatirkan keadaan sahabatnya, ia meminta kepada Deny untuk mengantarkan Maura pulang, tapi Deny lebih memilih mengantarkan Vira.
"Aku baik-baik saja, Hil. Lebih baik aku pulang duluan. Maaf ya?, kapan-kapan kalau kau punya waktu kita akan ke toko buku lagi. Nanti aku yang jemput."
"Ya, see you."