This is a ring called a classroom
This is a stadium with no referee only an audience
You know there will never be a victor
everyone will lose
There will be no victor everyone will lose
"YAH, KIM NAMJOON! Kalau kusuruh itu harusnya kau berterima kasih dan lakukan." Sebuah tubuh terlempar ke atas lantai. Tiga sosok lain berjalan mendekat. Salah satu dari mereka memajukan tubuhnya dan meraih leher baju pemuda di atas lantai. "Kau cari mati?"
Di atas atap gedung sekolah, segerombolan pemuda berseragam SMA mengerubungi seseorang yang bertubuh lebih pendek dari mereka. Tepat di tengah. Layaknya seekor tikus yang terpojok. Namun sorot mata pemuda yang terkurung itu tidak terlihat gentar. Dia menatap balik salah satu pemuda yang terus-terusan memakinya sejak awal mereka menyeretnya ke tempat tersebut. Di sisi kiri dada pemuda itu tersemat papan nama bertuliskan Jung Rahoon.
"Itu ujian atas namamu, untuk apa aku mengerjakannya."
Pemuda yang memaki itu mengeluarkan suara tawa pendek dengan mata melebar dan mulut terbuka. Dia mendekatkan wajah tepat di depan wajah pemuda bermata sipit yang menjadi lawannya. "Bukannya kita ini teman? Teman seharusnya saling membantu. Ibumu tidak pernah mengajarimu? Ah, aku lupa. Kau kan tidak punya ibu ataupun ayah."
Para pengikut pemuda itu sontak menertawakan perkataan yang mereka anggap lelucon, namun Namjoon tidak menunjukkan reaksi sama sekali.
"Whoa, anak ini benar-benar ingin mati sepertinya." Pemuda itu mengayunkan tinjunya dengan cepat ke arah Namjoon, berulang kali. Membuat pemuda tersebut terkapar dengan bibir sedikit robek di ujung dan berdarah.
"Kau sudah puas?" Seakan kejadian tadi tidak melukainya sama sekali, Namjoon segera bangkit dan menatap Rahoon dengan pandangan yang sama.
Amarah pemuda itu semakin naik dengan reaksi seperti itu. Dia menaikkan kembali tinjunya. Namun tertahan oleh sebuah seruan dari arah pintu.
"Annyeonghaseyo, Park Sem!"
Rahoon berusaha untuk tidak mengacuhkan seruan yang merupakan jebakan itu. Dia tahu itu pasti hanyalah sebuah tipuan. Namun seruan itu tidak berhenti.
"Anda sedang patroli ya?"
Kroni dari Rahoon mulai gelisah mendengar suara langkah kaki yang semakin mendekat. Samar terdengar pula ketukan benda ke lantai, seperti kebiasaan guru BP mereka.
"Rahoon ya, sepertinya sungguhan Park Sem datang. Kau akan dalam masalah kalau...."
Rahoon mengangkat tangannya sekali lagi hanya untuk kembali tertahan. Dengan kesal dia menghempaskan lengannya turun dan merampas leher baju Namjoon sekali lagi. "Kau beruntung kali ini. Lain kali tidak akan seperti ini."
Setelah mengatakan hal itu dia melepaskan Namjoon dan memutar tubuh ke arah pintu. "Kita lihat siapa si Brengsek yang berani ikut campur."
Setelah kepergian mereka, Namjoon segera terduduk di lantai. Tubuhnya sedikit gemetar tapi dia berusaha menghentikannya. Pemuda itu terlihat menghela napas lega namun tidak berlangsung lama. Sebuah suara tepuk tangan dan suara tawa pelan terdengar. Pertahanan Namjoon kembali. Dia mengawasi pintu masuk ke atap, tempat datangnya suara tepukan itu.
Sesosok pemuda berambut merah menyala muncul dengan cengiran lebar di wajahnya.
"Ternyata keputusanku untuk mengelabui mereka tidak salah. Kau terlihat sebentar lagi akan pingsan." Pemuda itu berkacak pinggang dan menyandar di dekat pintu. "Butuh bantuan untuk ke UKS?"
"Siapa kau?" Namjoon mengawasi pemuda berambut merah itu dengan awas. Dia tidak ingin terlibat dalam masalah lain. Dan pemuda di hadapannya ini tidak tampak seperti siswa yang baik-baik jika melihat seragamnya yang dikenakan secara berantakan. Warna rambutnya terlihat sangat kontras dengan warna kulitnya yang pucat, namun justru hal tersebut membuat siswa tersebut terlihat semakin agresif meskipun sikapnya saat ini terlihat easy going.
KAMU SEDANG MEMBACA
Youth Of Lily
FanfictionTW: Cerita ini mengandung banyak isu sensitif yang dapat memicu. Harap bijak dalam membacanya. Orang-orang berkata bahwa masa muda adalah momen terindah dalam kehidupan. Kita tertawa. Kita menangis. Kita bertengkar dan jatuh cinta tanpa ada alasan...