The curtain falls and I'm out of breath
I get mixed feelings as I breathe out
Did I make any mistakes today?
How did the audience seem?
I'm happy with who I've become
That I can make someone scream with joy.
Still excited from the performance,
I stand on the middle of the empty stage, still hot.
"Min Yoongi Haksaeng!"
Seseorang sedang memanggilnya ketika Yoongi berjalan bersama Jin di koridor di depan kelas. Mereka baru saja akan mengunjungi kafetaria sekolah untuk membeli jajanan. Ketika Yoongi membalik tubuhnya dia melihat seorang pria tua dengan rambut yang nyaris botak mengenakan baju olah raga hitam dan menggenggam stik kayu panjang. Itu adalah Park Sem, guru olahraga mereka, konselor, dan juga seseorang yang bertugas untuk mendisiplinkan murid mengenai peraturan sekolah.
Yoongi mendesah diam-diam. Tidak lagi. Apa ini adalah hari buruknya? Seorang guru menegurnya karena tertidur di kelas di pagi hari tadi, dan sekarang Park Sem yang menyebalkan memutuskan untuk bertemu dengannya.
"Ke sini." Guru tersebut mengayunkan tangan untuk memanggil Yoongi.
Selagi menggaruk belakang kepalanya Yoongi berjalan menuju guru tersebut. Jin berdiri di tempatnya mengawasi temannya mendekati guru olahraga mereka. Yoongi tidak takut pada guru tersebut seperti para siswa lainnya. Dia hanya tidak menyukai sikap keji juga perlakuannya yang timpang terhadap siswa berdasarkan jenis kelamin. Pria tua tersebut bersikap sangat baik kepada perempuan, terutama pada siswi yang berwajah cantik.
"Apa yang bisa saya bantu, Park Sem?" Yoongi tidak benar-benar bermaksud mengatakannya namun dia hanya sekadar mengucapkannya.
"Berapa kali aku harus mengatakan padamu untuk memperbaiki warna rambutmu?" Guru tersebut mengayunkan stik kayunya hingga beberapa kali nyaris menghantam kepala Yoongi selagi dia berbicara.
Tentu saja Yoongi sudah menebaknya. Jika Park Sem memutuskan untuk melakukan pembicaraan dengannya, kemungkinan besar itu adalah mengenai warna rambutnya.
"Seperti tidak pernah sama sekali?"
Yoongi nyaris memutar matanya jika dia tidak mengingat bahwa pria tersebut hampir setua ayahnya. Dia mencoba menahan kesabarannya. Dia tahu tidak ada gunanya bertengkar dengan guru yang bebal. Dia, juga guru-guru lainnya, tidak akan pernah paham. Mereka hanya akan melakukan sesuatu berdasarkan peraturan-peraturan bodoh itu. Peraturan yang bahkan mereka pun tidak paham mengapa mereka dibuat. Mungkin ini dibuat dengan tujuan untuk membuat produk berstandarisasi. Tempat yang disebut sekolah ini lebih terlihat seperti sebuah pabrik untuk memproduksi robot yang disebut siswa. Mereka tidak mampu menghadapi perbedaan.
"Mau jadi apa kau besar nanti jika kau terus bersikap seperti ini?"
"Tidak usah khawatir mengenai hal itu. Saya tidak akan meminta bantuan Anda mengenai hal itu. Saya bisa menangani diriku sendiri."
"Sikap macam apa ini, huh?" Guru tersebut mulai menusukkan ujung stik kayu kepada tubuh Yoongi.
"Saya hanya menyatakan sebuah fakta saja." Yoongi mencoba menahan dirinya agak tidak terjatuh ke belakang karena dorongan tersebut. Pikirkan mengenai hal yang membuatmu bahagia, Yoongi.
KAMU SEDANG MEMBACA
Youth Of Lily
FanfictionTW: Cerita ini mengandung banyak isu sensitif yang dapat memicu. Harap bijak dalam membacanya. Orang-orang berkata bahwa masa muda adalah momen terindah dalam kehidupan. Kita tertawa. Kita menangis. Kita bertengkar dan jatuh cinta tanpa ada alasan...