Eighteenth Run

997 164 6
                                    

Fall (everything) Fall (everything) Fall (everything),
scattering apart
Fall (everything) Fall (everything) Fall (everything),
falling

Kembali pada waktu di siang hari, di dalam ruang kelas siswa kelas satu, di sana terdapat Taehyung yang menyelungkupi kepalanya di antara lengan dan membaringkannya di atas meja. Dia telah melakukan hal tersebut sejak pagi ini. Semua orang merasakan kejanggalan dengan perubahan yang mendadak tersebut. Tidak biasanya mereka melihat Taehyung begitu diam. Dia tidak menyapa semua orang dalam perjalanannya memasuki ruang kelas pagi tadi. Dia bahkan tidak berbicara sedikit pun, bahkan ketika salah seorang teman sekelasnya menanyakan apakah dia sakit. Dia hanya menempelkan kepala di atas meja dan duduk dalam diam di samping Namjoon.

Namjoon juga telah mencoba berbicara dengan Taehyung mengenai hal semalam namun pemuda tersebut tidak merespons pertanyaannya. Namjoon tidak pernah menyangka bahwa insiden Jimin akan begitu mempengaruhi pemuda tersebut hingga menjadi seperti ini. Dia telah mendengarnya dari Jungkook. Taehyung merasa Jimin keluar dari grup tersebut adalah kesalahannya. Karena idenya, Jimin harus kembali bertemu dengan ketakutan lamanya.

Dan ... Jimin lagi-lagi tidak masuk sekolah. Dia telah berhenti datang ke sekolah sejak tiga hari lalu. Namjoon mengira hal tersebut memberikan dampak lebih kepada Taehyung.

"Berdiri!" Namjoon tidak lagi dapat membiarkan hal berlangsung seperti ini lebih lama. Dia tahu bahwa dia harus melakukan sesuatu.

Taehyung dengan tidak bertenaga mengangkat kepala. Namjoon mencengkeram lengan pemuda tersebut.

"Berdiri! Ayo lakukan sesuatu mengenai ini."

"Aku baik-baik saja. Tidak perlu pulang ke rumah." Taehyung menepis tangan Namjoon dan hendak kembali membaringkan kepalanya namun Namjoon bersikeras.

"Aku tidak sedang berbicara mengenai kau pulang ke rumah. Ayo lakukan sesuatu mengenai Jimin."

"Biarkan saja dia sendiri. Aku tidak lagi ingin peduli mengenai hal apa pun."

"Kau masih peduli mengenainya. Dia itu teman kita dan dia sudah tidak hadir tiga hari. Aku tahu itu mengganggumu. Jadi, ayo temui dia di rumah dan ajak dia bicara."

"Sudah kubilang aku tidak ingin melakukan apa pun! Bagian mana yang masih tidak kau mengerti?" Taehyung bangkit dan menendang meja. Itu menyebabkan suara yang bising.

Semua orang di dalam kelas terkejut karenanya. Mereka kini menatap ke arah Namjoon dan Taehyung namun tidak seorang pun dari keduanya yang memedulikan berbagai pasang mata yang mengawasi mereka.

"Kau tidak tahu seberapa mampu aku melukai seseorang. Aku melukai semua orang yang kupedulikan." Mata Taehyung mulai berair. "Aku seharusnya berhenti berurusan dengan siapa pun. Dengan begitu aku tidak akan menyebabkan siapa pun terluka."

"Semua orang akan terluka bagaimana pun." Namjoon menatap tajam ke dalam mata Taehyung. Dia memberi jeda sebelum kembali mengatakan hal lain. "Tapi itu adalah pilihan mereka untuk membiarkan hal tersebut mempengaruhi mereka atau tidak. Jika Jimin membiarkan masa lalunya memiliki efek terhadapnya, itu bukanlah kesalahanmu."

"Itu mudah saja untuk kau katakan! Kau kan tidak punya rasa terikat pada orang-orang di sekitarmu. Kau tidak peduli pada orang lain selain dirimu sendiri."

"Siapa bilang aku tidak punya keterikatan pada seseorang? Apa yang kau tahu mengenai hidupku?"

Bayangan dari Rahoon dan ibunya melintas ke dalam benaknya. Namjoon bukanlah seseorang yang cuek atau pun tidak memiliki hati. Dia tahu rasa sakit itu. Dia pun merasakan sakit. Dia tidaklah tak terpengaruhi setiap saat. Sesekali Namjoon pun pernah sangat-sangat membenci dirinya sendiri. Dia membenci bahwa dia tidak dapat melakukan sesuatu mengenai dunia. Dia membenci kontradiksi yang ada di dunia ini. Hidup itu semacam kontradiksi. Ketika kita melihat sesuatu dari satu sisi saja, kau bisa saja menjadi salah untuk sisi lainnya.

Youth Of LilyTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang